Lokananta, 15 Maret 1965, dan Koleksi Langka Vinil Genjer-Genjer

saranginews.com – Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengoperasikan stasiun radio bernama Lokananta Records. Berlokasi di Solo, Jawa Tengah, studio ini memiliki koleksi vinil Genjer-Genjer, lagu-lagu yang dianggap era Orde Baru.

Laporan Romensa Agustino, Solo

BACA JUGA: Ayo Makan Sayur Genjer dan Dapatkan 4 Manfaat Luar Biasa

Masa penjajahan Jepang yang berlangsung pada tahun 1942 hingga tahun 1945 membawa penderitaan yang luar biasa bagi bangsa Indonesia. Saat itu, Jepang yang menyandang predikat “Pembela Nippon di Asia” semakin menyusahkan masyarakat.

Kemiskinan membuat masyarakat sulit mendapatkan pangan. Genjer sudah menjadi makanan sehari-hari.

BACA JUGA: Gerakan Lokant, Rumah Musik Indonesia Pertama yang Bertahan

Tumbuhan yang seringkali berupa semak ini banyak terdapat di sawah, rawa, dan perairan dangkal. Namun spesies rumput bernama limnocharis flava dalam bahasa latin menginspirasi seniman asal Banyuwangi Muhammad Arif mendesain Genjer-Genjer.

Sebelum penyanyi berdarah Osing itu menulis lagu Genjer-Genjer, lagu tersebut sudah lebih dulu populer di Banyuwangi. Syahdan, Arif menulis puisi untuk Genjer-Genjer seperti yang dikenal saat ini.

BACA JUGA: G30S, Front Kostrad Vs Halim, Kenapa Soeharto Tidak Diculik?

Penyanyi Bing Slamet dan penyanyi Lilis Suryani juga menyanyikan lagu tersebut pada tahun 1965. Bing Slamet menyanyikan Genjer-Genjer untuk album ‘Ayo Bersenang-senang Bersama Irama Lenso’ yang dirilis pada April 1965.

Sedangkan Lilis menyanyikan Genjer-Genjer untuk album bertajuk “…berdiri di atas” yang dirilis pada tahun 1965 sebagai penghormatan kepada Yang Mulia Bung Karno. Saat ini lagu tersebut masih ditulis menggunakan aksara lama, Gendjer-Gendjer.

Sebelum memboyong Genjer-Genjer ke Jakarta, Kelompok Kesenian Daerah Djatim merekam lagu tersebut di Lokananta Records. Marketing Lokananta Records Anggit Wicaksono mengatakan, grup yang dipimpin Cak Abu itu menulis lagu diatonis tersebut sekitar enam bulan sebelum lagu pertamanya pada tahun 1965.

“Genjer-Genjer direkam pada 15 Maret 1965,” ujarnya kepada saranginews.com.

Anggit menjelaskan, arsip tentang dirinya masih ada. Buku catatan Lokanant berbunyi: ‘Gendhing Genjer-Genjer’ direkam dalam waktu 5 menit 25 detik dengan No. Pergi ke P3/758.

“Lagu itu milik grup Gending Jawa Timur,” ujarnya.

Namun rekor puncak Genjer-Genjer bukan di Lokananta. Anggit menuding soundtrack asli lagu tersebut dihapus saat penguasa Orde Baru menindak berbagai isu terkait Partai Komunis Indonesia (PKI).

“Sepertinya pengalaman itu hancur pasca G 30 S/PKI,” kata penyuka sejarah itu.

Namun masih ada piringan hitam yang memuat lagu Genjer-Genjer. Menurut Anggit, saat ini ada vinyl single lagu tersebut yang tersimpan di gudang Lokananta.

Rekaman vinil tidak diperlihatkan kepada publik. Pengunjung yang ingin melihatnya harus mengajukan permintaan tertulis terlebih dahulu.

Saat ini disimpan di gudang Lokananta, bukan dipajang, kata Anggit.

Vinyl karya Genjer-Genjer direkam di Lokananta Records, Solo. Gambar: Hukum Lokanata.

Pria yang sehari-hari berkantor di Lokananta ini mengatakan, biografi Genjer-Genjer tidak menyebut Muhammad Arif sebagai penulisnya.

Arsip di salah satu cabang Perusahaan Pers Indonesia (PNRI) menunjukkan bahwa lagu tersebut ditulis secara anonim dengan nomor N.N.

“Tidak ada nama di Lokananta (penulis Genjer-Genjer, catatan redaksi),” ujarnya.

Rekor Genjer-Genjer Lokananta dirilis. Namun piringan hitam ditarik dari pasaran setelah bencana G 30 S/PKI.

“Memang sudah banyak yang terjual, di internet banyak juga pedagang yang menjual piring,” ujarnya.

Guru Ilmu Budaya Institut Teknologi Indonesia (ISI) Surakarta Aris Setiawan mengatakan Genjer-Genjer bukanlah lagu dakwah.

Menurutnya, lagu-lagu dalam lagu tersebut tidak ada kaitannya dengan politik atau kritik langsung terhadap penguasa. “Genjer sebenarnya adalah gulma yang bisa dimakan,” ujarnya

Banyak orang yang menganggap genjer sebagai makanan masyarakat miskin yang tidak mampu membeli sayur-sayuran. Namun Aris tidak setuju dengan anggapan tersebut.

“Makan genjer merupakan hal yang lumrah di kalangan masyarakat banyuwangi. “Enak juga kalau dibuat sayur,” katanya.

Genjer-Genjer yang terkenal tidak hanya ada di Banyuwangi saja. Lagu tersebut mempengaruhi seni budaya Jawa Timur.

Genjer-Genjer versi gamelan merupakan hasil pengaruhnya terhadap seni musik. Akibat musik Genjer-Genjer kemudian diubah menjadi musik Jawa Timur, kata Aris.

Saking populernya lagu tersebut, hingga diadopsi oleh PKI. Sebuah partai politik yang mengaku komunis telah mendirikan Pusat Kebudayaan Rakyat atau Lekra.

Melalui Lekra, PKI mengatasi tuntutan seni dan budaya di kepulauan tersebut. Penulis kata Genjer-Genjer pun ikut bergabung dalam Lekr.

Genjer-Genjer pun menjadi seperti “lagu khas” PKI. Lagu ini meramaikan resepsi yang diselenggarakan oleh DN Aidit.

Namun tragedi yang terjadi pada 30 September 1965 menjadi titik balik bagi PKI. TNI AD melakukan pembersihan besar-besaran terhadap siapapun yang dianggap komunis.

Pembersihan itu mencakup segala hal yang diduga berkaitan dengan PKI, termasuk Genjer-Genjer.

“Kalau dilihat dari perkembangan Pak Harto tidak bernuansa komunis,” kata Aris.

Narasumber yang menyaksikan menjelaskan, bagian utama propaganda komunis Orde Baru yang dilakukan Genjer-Genjer adalah penggunaan lagu dalam film Pengkhianatan G 30 S/PKI.

Lagu tersebut merupakan adegan sebelum terjadinya penyiksaan terhadap para petinggi militer yang diculik di Lubang Buaya, Jakarta Timur.

“Suaranya Genjer-Genjer, seperti hantaman yang menewaskan mereka (Jenderal, Red),” kata Aris memberi ulasan.

Menurutnya, lagu Genjer-Genjer dikhawatirkan masih dimainkan saat ini, bahkan setelah rezim Orde Baru runtuh.

“Lagunya bukan tentang politik, tapi dipolitisasi,” ujarnya (mcr21/jpnn)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *