saranginews.com – Guru terhormat Supriyani menceritakan apa yang dikatakan Konawe Selatan (Concel) Surunuddin Danga tentang kiprah guru SDN 4 Baito.
Selain itu, Bupati Dewan mengabarkan Supriyani membutuhkan polisi untuk menerbitkan SKCK (surat keterangan polisi).
BACA: Guru Supriyani Batalkan Perjanjian Damai dengan Aipda Wibowo Hasim, Surat Ini
Kapolres Konsel AKBP Febri Sam (kiri), Guru Kehormatan Supriyani (kedua dari kiri), Bupati Konsel Surunuddin Dangga (tengah) dan Aipda Wibowo Hasim (kedua dari kanan) saat menerima permintaan maaf pada Selasa lalu (11 April 2024). Foto: ANTARA/HO
Menurut Guru Supriyani, dua hal itu sempat dilontarkan Bupati Surunuddin sebelum mendamaikannya dengan Aipda Wibowo Hasim, yang merupakan orang tua siswa berinisial D, saat proses mediasi, Selasa (11/4/2024) lalu.
BACA JUGA: Guru Terhormat Supriyani Depresi Saat Dirujuk Pengurus, Ini Pengakuannya
“Kata Bupati, tugas saya masih panjang dan saya ingin SKCK dikendalikan oleh polisi,” kata Supriyani, dilansir Disway, Kamis (11/7/2024).
Diakui Supriyani, tidak ada masalah dengan permintaan maaf kecuali dimaknai sebagai pengakuan bersalah terkait penyerangan terhadap mahasiswa tersebut, padahal hal itu tidak dilakukannya.
BACA JUGA: Kasus Guru Terhormat Supriyani: Pemeriksa Forensik Ungkap Kondisi Luka di Paha Siswa yang Menolak
“Kalau soal minta maaf, saya manusia, maaf banget, tapi kalau mau mengakui kesalahan, saya belum siap,” ujarnya.
Menurut Supriyani, direksi tidak memintanya mengakui kesalahannya, melainkan mendesaknya memperbaiki keadaan.
Belakangan, kehadiran surat perdamaian tersebut membuat kecewa besar pengacara Supriyani, Andri Darmawan yang juga Ketua LBH Ikatan Pengacara Muda Indonesia (HAMI) Sultra.
Andri bahkan cepat memecat salah satu tim kuasa hukum Supriyani yang merupakan Ketua LBH HAMI Konsel, Samsuddin, karena tidak hati-hati dalam mengawasi pertemuan Supriyani dengan orang tua korban dan Bupati Konsel.
Menurut Andri, jika pertemuan itu sekadar ajang saling memaafkan, ia tak akan meminta, namun ia menyayangkan hadirnya surat perdamaian tersebut.
Sementara perkara Supriyani sudah mulai berlaku dan sedang dipertimbangkan di pengadilan. Selain itu, sang guru yang dihormati sejak awal menyatakan akan mencari keadilan atas perbuatan yang tidak dilakukannya.
“Saya pikir amnesti tidak akan menjadi masalah, namun hal itu diabaikan oleh perjanjian damai dan upaya untuk menghentikan persidangan,” kata Andry.
Andri mengaku langsung menelepon Supriyani dan memecat pengacara yang mendampingi kliennya saat pengacara tersebut menyerangnya.
Selain itu, menurut Andri, Supriyani langsung mencabut pesan tersebut sehari kemudian.
“Dalam pertemuan tersebut Supriyani merasa tidak nyaman, berada dalam tekanan atau paksaan,” ujarnya.
Menurut Andri, upaya damai ini justru akan membahayakan Supriyani yang tengah menjalani pemeriksaan karena kasus tersebut sepertinya berakhir bahagia.
Oleh karena itu, Andri memperjuangkan pernyataan Supriyani yang di awal persidangan mengatakan dirinya tidak bersalah dan tidak melakukan apa yang dituduhkan.
Sementara itu, La Odeh Mukhram selaku kuasa hukum korban mengatakan tidak ada tekanan atau paksaan dalam pertemuan mediasi yang berujung pada kesepakatan damai.
Selain perwakilan Dewan, pertemuan tersebut juga dihadiri Kapolres Konawe Selatan dan Ketua Dewan HAMI.
La Aude sebelumnya mengatakan perjanjian perdamaian telah ditandatangani dan semua pihak tahu pertemuan itu akan berakhir damai.
“Jadi tidak ada jebakan, tidak ada jebakan, tidak ada paksaan, dan tidak ada paksaan,” tegasnya (fat/jpnn)