saranginews.com, KARAWANG – Kasus pemalsuan tanda tangan anak yang dilakukan ibu kelahiran Karawang bersama Kusumayati sudah memasuki persidangan kedelapan. Agenda kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan saksi forensik dari Universitas Trisakti.
Pakar pidana Dian Andriawan Daeng Tawang mengatakan kasus tersebut tampak berbeda karena melibatkan hubungan dekat antara pelapor dan terdakwa, antara ibu dan anak.
Baca juga: Masyarakat Senang dengan Kinerja Bupati Karawang Aep Syaepulo
“Ini kasus yang unik karena ada hubungan dekat antara pelapor dan terdakwa,” ujarnya. “Tapi menurut saya, persoalan hukum tetap harus diselesaikan secara hukum.” Oleh seorang jurnalis usai sidang di Pengadilan Negeri Karawang, Senin (8/12).
Menurut Diane, kasus ini murni tindak pidana meski menyangkut hubungan ibu dan anak.
Baca juga: PN Karawang Ancam Tahan Kusumayati
Jadi tidak ada salahnya persidangan berlangsung di Pengadilan Negeri Karawang.
“Dalam perkara pidana ada ketentuan yang mengatur hal itu adalah pemalsuan surat karena tanda tangannya dipalsukan, jadi dalam hukum pidana ada pasal 263, maka dalam keterangan palsu bisa ada pasal 266. Jadi tidak ada masalah dengan ini. Proses. “
Baca juga Kasus di Karawang Ahli Hukum: Kesaksian Palsu Ancam 7 Tahun Penjara
Lebih lanjut Dian menjelaskan, saksi yang memberikan keterangan tidak konsisten juga bisa diproses, namun persidangan yang berjalan hanya bisa menjebak Kusumayati sebagai terdakwa, seperti dilansir Stephanie.
“Kita harus lihat dulu seperti apa, karena Kusumayati sekarang yang bertanggung jawab atas kejahatan dan perbuatannya,” imbuhnya (saksi) mereka nanti.
Sementara itu, ketika ditanya tentang proses penahanan terhadap terdakwa yang belum ditahan, Pak Dayan mengatakan, jika diperiksa kondisi sebenarnya, maka terdakwa bisa ditahan.
“Penahanannya ada syaratnya, jadi kalau ada syaratnya, hukumannya bisa lebih dari lima tahun,” ujarnya dia akan “Jangan lari, jangan hilangkan barang bukti dan jangan lakukan itu lagi.”
Sementara itu, pelapor kasus pemalsuan tanda tangan, Stephanie Sujianto mengatakan, saksi bersaksi dalam kasusnya.
“Iya, kalau mendengarkan keterangan ahli, jelas ini murni kasus pidana, hubungan ibu dan anak tidak bisa diintervensi, tapi kalau ada tindak pidana silakan dilanjutkan,” kata Stephanie kepada wartawan. .
Stephanie juga menjelaskan, hakim harus objektif dan mampu menahan terdakwa berdasarkan fakta yang dilihat dan dilakukan terdakwa.
“Iya, harusnya ditahan. Hakim harus melihat faktanya. Hakim harus melihat bahwa ibu (terdakwa) sudah melakukan tindak pidana lain,” ujarnya.
Tindak pidana lainnya adalah penggelapan harta benda perusahaan milik keluarga mendiang Sujianto yang perjanjian pemegang saham sebelumnya diubah oleh terdakwa Kusumayati dengan memalsukan tanda tangan Stephanie.
“Iya, kami juga mendapat fakta baru bahwa aset perusahaan itu kini sudah dialihkan ke perusahaan baru,” ujarnya. “Dan ini merupakan tindak pidana, padahal saya baru tahu bisa dilaporkan.”
Diketahui, tanda tangan Kusumayati dipalsukan Kusumayati pada Surat Keterangan Warisan (SKW) Sujianto ayah Stephanie.
Kusumayati menggunakan SKW untuk mengganti pemegang saham PT EMKL Bimajaya Mustika, perusahaan keluarga Kusumayati.
Namun belakangan terungkap ada perubahan yang dilakukan PT Bimajaya Mustika melalui akta hak milik yang diterbitkan pada 2021 setelah digugat pemalsuan tanda tangan.
“Saat ini PT Bimajaya Mustika tidak beroperasi, namun ada lagi perusahaan Bimajaya Manggala yang baru dibentuk dengan aset PT Bimajaya Mustika. Ini yang ingin saya rujuk pada tindak pidana baru yang dilakukan para terdakwa. Dan saya juga bisa melaporkan ini. Anda tahu tentang ini, ”pungkasnya. (Dil / Jepang)