saranginews.com, Jakarta – Yayasan Pengawas Universitas 17 Agustus 1945 (UTA ’45) Kota Sukabumi, Yayasan Pendidikan Tinggi 17 Agustus 1945 Kota Sukabumi, berharap hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menyetujui perkaranya.
Kasus tersebut berkaitan dengan pemblokiran Sistem Administrasi Hukum (SABH) Yayasan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Ditjen AHU Kemenkumham).
Baca Juga: PKM UTA 45 Jakarta Ajak Istri Nelayan Maksimalkan Hasil Laut
Oleh karena itu, kami mohon dengan tulus agar ‘bajingan’ itu hanya berakhir di sini, tidak dipindahkan ke tempat lain, kata Ketua Pembina Yayasan Perguruan Tinggi 17 Agustus 1945 Jakarta Ganang Priambodo, Kamis (11/7).
Ia yakin PTUN bisa memutus perkara tersebut dengan baik tanpa ada beban apa pun. Sebab, kenyataannya dalam hal ini bisa dilihat pihak mana yang benar dan mana yang salah.
Baca juga: Kampus UTAâ45 Jakarta Diresmikan dan 322 Apoteker Dilantik
“Dari Kumham, PTUN bisa melihat kebenaran data tersebut,” ujarnya.
Menurut cucu Panglima Soedirman ini, memutus kasus tersebut sebenarnya mudah.
Baca juga: UTA 45 Jakarta Lapor ke Hakim PTUN KY dan Bawas MA
Tak perlu pendidikan tinggi untuk menentukan pihak mana yang benar dan mana yang salah dalam persidangan Dirjen AHU yang membeberkan korupsi.
“Putusannya benar, begini. Tak perlu sarjana, magister, mahasiswa baru hukum pun bisa melihatnya. Jelas dari datanya,” kata Ganang.
Ganang menegaskan, dirinya tidak akan tinggal diam terhadap upaya penghentian SAB dan perusakan yayasan. Sebab yang diperjuangkannya adalah kepentingan anak-anak yang ingin masuk universitas bagus.
“Saya tidak akan abaikan Universitas Jakarta 17 Agustus 1945, masa depan mahasiswa kita, misi kita untuk pendidikan anak, kita jaga. Seperti Sudirman dulu,” ujarnya.
“Saya akan memperjuangkan anak-anak mendapatkan pendidikan,” imbuhnya.
Sementara itu, pada 17 Agustus 1945, Ketua Yayasan Pendidikan Tinggi Jakarta Bambang Sulistomo meramalkan dunia pendidikan akan binasa jika ada kepentingan politik yang masuk. Dia menyampaikan pesan ini karena pesta
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia meminta agar pimpinan yayasan tersebut diisi oleh petinggi beberapa partai politik, jika ingin mencabut pemblokiran tersebut.
“Jika pendidikan terdistorsi oleh kepentingan politik, ketuhanan tidak ada nilainya, keadilan tidak ada nilainya,” kata Bambang.
Jika kasus mereka kemudian dibatalkan, yayasan akan mengambil langkah lain. termasuk melaporkan hal tersebut kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Kita akan bicara dengan DPR, MPR, bicara dengan presiden, tunjukkan ada ketidakadilan, ujarnya. (Dil/JPNN)