Pengamat Anggap Tak Ada yang Salah Dari Sistem Pemilihan Presiden Langsung 

saranginews.com, JAKARTA – Pengamat politik Jamiluddin Ritonga menilai upaya masyarakat menolak amandemen UUD 1945 terkait aturan proses pemilihan presiden adalah hal yang wajar.

Sebab, upaya reformasi bertentangan dengan prinsip pemerintahan kerakyatan dalam memilih pemimpin berikutnya.

Baca Juga: PDIP Tak Terima Pemilu dengan MPR, Hasto Singgung Pidato Megawati di Rakernas.

Hal ini juga sejalan dengan semangat proses demokrasi yaitu kedaulatan rakyat. Oleh karena itu, presiden yang dipilih rakyat harus mewakili suara rakyat, kata Jamiluddin dalam siaran persnya, Jumat (7/ 6). ).

Selain itu, kata dia, penolakan amandemen ini sejalan dengan gagasan sistem presidensial di mana rakyat memilih pemimpin tertinggi negara.

Baca juga: MK Perintahkan Pemilihan Ulang di Dapil Jabar, Kenapa?

Oleh karena itu, tidak ada yang salah dengan pemilihan presiden secara langsung. Proses ini benar-benar menunjukkan kedaulatan rakyat yang sesungguhnya, tanpa adanya perwakilan melalui MPR, kata Jamiluddin.

Ia menilai upaya amandemen UUD 1945 untuk mengembalikan pemilihan presiden langsung ke Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) karena alasan politik finansial.

BACA: Bawaslu Tunggu Pantau Pilkada DKI 2024

“Jadi kalau persoalannya adalah pemulihan proses pemilu presiden secara langsung dan tidak langsung karena kenaikan kebijakan moneter, maka itu adalah sikap yang tidak rasional,” kata mantan Dekan FIKOM IISIP Jakarta ini.

Menurutnya, bukan sistem yang salah ketika uang politik beredar saat Pilpres, tapi bertentangan dengan politik.

“Dalam konteks ini, peserta pemilu presiden, termasuk para kandidat, sebenarnya adalah orang-orang yang tidak peduli terhadap hukum dan HAM. Sebab, ketika mereka membela kebijakan moneter, mereka sebenarnya tidak melindungi pelaksanaan undang-undang dan hak asasi manusia. melanggar hak asasi manusia.” Jamiluddin.

Ia juga menilai alasan terjadinya perpecahan masyarakat hingga penyerahan pemilu presiden dari rakyat kepada MPR yang tidak kompeten.

“Tidak ada gunanya. Karena berulang kali pemilihan presiden langsung, keutuhan NKRI tetap terjaga,” ujarnya.

Jamiluddin mengatakan, perpecahan terjadi karena para peserta melakukan kampanye hitam. Hal ini menghasilkan pertumbuhan yang signifikan bagi beberapa kandidat. 

Oleh karena itu, perpecahan di masyarakat bisa diatasi jika peserta pilpres hanya menyampaikan visi, kerja, dan program kerja. Peserta pilpres tidak ingin meliput calon presiden lain dengan pesan-pesan negatif, kata pengamat itu. Universitas Esa Unggul.

Jamiluddin mengatakan, tidak ada alasan bagi Indonesia untuk melakukan amandemen untuk memulihkan proses pemilihan presiden.

“Jangan ada alasan yang kuat untuk mengembalikan terpilihnya presiden secara tidak langsung. Hal ini tidak boleh dilakukan karena akan membawa Indonesia kembali ke era Orde Baru,” ujarnya. (ast/jpnn)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *