Soroti Sejumlah Kasus Hukum, Senator Filep Wamafma: No Viral No Justice

saranginews.com, JAKARTA – Beberapa hari terakhir, masyarakat dikejutkan dengan berbagai pelanggaran yang terungkap di Tanah Air.

Usai persidangan, tidak jarang aparat penegak hukum menyelesaikan permasalahan hukum.

BACA JUGA: 200 Tambang Dituding Operasi Ilegal di Kaltim, Aparat Sebut Penegakan Hukum Lemah.

Faktanya, hanya sedikit orang yang mengunggah permasalahan hukumnya di media sosial untuk mendapatkan dukungan masyarakat dan memperjuangkan keadilan.

Hal itu diungkapkan Senator Philp Wamafma dalam keterangan tertulisnya, Kamis (23/5/2024).

BACA JUGA: Formula E 2023 Kesepakatan Tanpa Uji Coba, Bamsoet: Mulai dari Awal

Menurut Filipe, negara mempunyai tanggung jawab untuk menjamin adanya rasa keadilan bagi warga negaranya, namun sebaliknya bagi warga negara yang mencari keadilan, negara justru mengabaikan mata melindungi rakyatnya.

“Yang menjadi akal sehat saat ini adalah jika kasus ini terungkap ke publik, terutama melalui media sosial, maka penegak hukum dan keadilan bisa menindaklanjutinya. Sekali lagi, kita bersyukur, ini berarti negara kita sudah melek hukum dan memiliki hati nurani hukum. , namun di sisi lain, saya harus mencatat bahwa dalam hal ini pemerintah tidak melindungi masyarakat umum, pemerintah tidak ada. dan melindungi masyarakat serta memberikan rasa keadilan,” kata Filep.

BACA JUGA: Filep Wamafma berikan acara edukasi khusus sebagai pembicara pada Rakor MKKS SMA/SMK se-Papua Barat

Filep menyinggung persoalan terkait penerapan undang-undang kepabeanan, persoalan asuransi yang sedang berlangsung, dan kasus pidana yang kembali muncul seperti kasus Vina Cirebon.

Lalu ada pembunuhan yang masih misterius, seperti pembunuhan Akseyna mahasiswi UI yang belum diberitakan sejak usia 8 tahun. Selain itu, juga berdampak pada aktivitas pertanahan negara.

Menurut Philp, rangkaian permasalahan tersebut membuat masyarakat berpikir jika bukan karena virus, maka masyarakat kecil akan sulit mencari keadilan.

Pace Jas Merah juga mengkritik keras peran negara yang diamanatkan undang-undang.

“Contohnya saya mengikuti kasus Rempang di Batam. “Masalah investasi berdampak pada keterpinggiran warga lokal di Pulau Rempang,” kata Philp.

Menurut Filep, warga desa bahkan teringat pada tokoh atau masyarakat Desa Rendu di Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur, tempat pembangunan Bendungan Lambo.

“Proyek bendungan Lambo diduga menghilangkan vegetasi, habitat dan sumber daya alam dari kawasan tersebut,” kata Philp.

Sementara itu, Philip menambahkan catatan dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) yang menyebutkan 2.578.073 hektare tanah adat telah dirampas oleh negara dan perusahaan.

Hal ini bertentangan dengan ketentuan UUD yaitu Pasal 18B yang menyatakan bahwa negara menghormati keberadaan warga negara.

Philp mengatakan konstitusi mengatur agar ada keadilan atau warga negara berupaya mencari keadilan karena pemerintah harus mempunyai keadilan.

“Kalau dicermati, permasalahan pertanahan ini ada kaitannya dengan pembangunan infrastruktur, dan sekarang ada kaitannya dengan Proyek Strategis Nasional (NSP). Ini harus menjadi pembelajaran dan pemantauan,” kata Philp.

Selain itu, Filep mengatakan hal serupa juga terjadi pada hak asasi manusia. 17 peristiwa berat diantaranya peristiwa 1965-1966, penembakan dalam 1982-1985, Talangsari 1989, Trisakti, Semanggi I dan II, kerusuhan Mei 1998, pengungsian paksa 1997 yang bertentangan dengan hak asasi manusia. 1998, Vasior 2001-2002, Wamena 2003, Pembunuhan Dukun 1998.

Lalu ada peristiwa Simpang KAA tahun 1999, Jambu Keupok tahun 2003, Rumah Geudong tahun 1989-1998, Timang Gajah tahun 2000-2003 dan Paniai tahun 2014.

Komnas HAM menyelidiki kejadian tersebut. Namun, hanya Timor Timur, Tanjung Priok, Abepura, dan Paniai yang mempunyai putusan pengadilan. Bahkan hasil ini tidak memberikan keadilan bagi para korban, kata Philep.

Wakil Ketua Komite DPD I Republik Azerbaijan juga mengkritik aparat penegak hukum yang diterapkan masyarakat.

Ia mengatakan, berdasarkan banyak kasus, terlihat perjuangan masyarakat mencari keadilan memakan waktu lama dan perkara di pengadilan memakan waktu lama. Hal ini berdampak pada keadilan yang selalu didambakan masyarakat.

“Sayangnya, beberapa aparat penegak hukum tidak menjalankan tugasnya dengan serius. Sebelumnya, pada 2018 lalu, ada kasus Mohamad Irfan Bahri, pemuda asal Madura yang ditetapkan sebagai tersangka usai membela diri dari perampokan perampokan alias ZA yang dipenjara di Malang demi perlindungan diri. . “Ini adalah bentuk ketidakmampuan aparat penegak hukum,” kata Filep.

“Nenek Minah yang mengambil tiga buah kakao dari kebun milik PT Rumpun Sari Antana (RSA) membuatnya curiga. Ketidakadilan viral lainnya. Disini saya bertanya kembali, mengapa masyarakat sulit mencari keadilan antara supremasi hukum dan demokrasi? Filipus bertanya.

Menurut Philp, dari sudut pandang warga negara pada umumnya, hukum konstitusi sudah jelas, yaitu melindungi seluruh rakyat dan seluruh darah atau manusia.

Mahasiswa hukum sangat memahami bahwa penegakan hukum dan penegakan keadilan hanya dapat berhasil jika pemimpin menjunjung hukum yang baik. Kedua hal ini akan memberikan kepercayaan masyarakat, dan masyarakat akan mendapatkan keadilan karena negara memberikan keadilan.

“Saya berharap berbagai peristiwa tersebut dapat menjadi catatan dan penyidikan bagi pemerintah khususnya aparat penegak hukum agar masyarakat tidak kesulitan dalam mencari keadilan” (jum/jpnn) tutupnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *