Pajak Kripto Dinilai Perlu Dikaji Ulang

saranginews.com, JAKARTA – CEO INDODAX Oscar Darmawan mengatakan penerapan pajak terhadap industri kripto di Indonesia memberikan beban keuangan yang sangat berat bagi investor kripto.

Sebab, jumlah pajak yang harus dibayarkan setiap bulannya lebih besar dibandingkan pendapatan para pelaku industri.

BACA JUGA: Indodax Ungkap Kebiasaan Investor Kripto di Indonesia

Hal tersebut disampaikan Oscar pada perayaan 10 tahun INDODAX pada 27 Februari 2024.

“Saat ini terdapat berbagai jenis pajak aset kripto yang dikenakan di Indonesia, yaitu PPh sebesar 0,10 persen, PPN sebesar 0,11 persen, dan tambahan 0,02 persen untuk biaya penukaran, penyetoran, dan kliring. Selanjutnya, jika Anda menggunakan stablecoin seperti USDT, Anda akan terkena pajak berganda. Banyaknya jenis pajak yang dikenakan membuat besaran pajak yang harus dibayar investor menjadi mahal dan berpotensi mematikan industri kripto di Indonesia, kata Oscar.

BACA JUGA: Halo Runners, Siap Ikuti BTN Jakarta International Marathon 2024

Menurut Oscar, industri memerlukan trigger untuk merangsang pertumbuhannya.

Salah satu cara yang paling efektif adalah dengan merevisi besaran nominal pajak kripto di Indonesia dengan menghapus besaran PPN dan hanya memaksakannya pada PPh.

BACA JUGA: Raih ESG Score Terbaik di Asia Tenggara, SIG Masuk 10 Besar Distributor Bahan Baku Konstruksi

“Karena dalam waktu dekat industri kripto dari Bappebti akan dialihkan ke OJK, artinya kripto akan menjadi bagian dari industri keuangan. Oleh karena itu, kurang tepat jika masih dikenakan PPN dan ekspektasi pajaknya 0,1 persen, kata Oscar.

Oscar menekankan perlunya mengevaluasi kembali pengaturan perpajakan yang melibatkan pemangku kepentingan di industri kripto.

Hal ini dilakukan dengan tujuan menjaga keseimbangan antara pertumbuhan industri dan daya saing.

Kerja sama antar pihak terkait menjadi kunci untuk mencapai kesepakatan yang dapat menguntungkan semua pihak.

Sementara itu, Tirta Karma Senjaya, Kepala Biro Pengembangan dan Pengembangan Berjangka Komoditi Bappebti, mengatakan lebih dari 50 persen pajak fintech dihasilkan dari pajak kripto.

“Memang dengan mengenakan pajak pada industri kripto bisa meningkatkan pendapatan negara sekitar Rp 259 miliar. Pajak kripto juga berkontribusi lebih dari 50 persen terhadap industri fintech. Aturan ini lahir untuk mengendalikan, bukan mencegah atau mencegah. Namun tampaknya penerapan aturan tersebut berdampak pada pasar dan menambah biaya yang harus dikeluarkan investor, kata Tirta.

Tirta juga mengakui bahwa perpajakan di industri kripto perlu dipertimbangkan kembali.

“Saat ini, banyak investor kripto yang melakukan perdagangan di seluruh dunia. Oleh karena itu, pengenaan pajak ini perlu dievaluasi dan dipertimbangkan kembali. Harapannya, dari besaran pajak yang dikenakan saat ini, investor kripto hanya bisa dikenakan setengahnya, kata Tirta.

Tirta juga mengatakan, penilaian ini harus dilakukan bersama-sama antara asosiasi, regulator, dan pelaku usaha.

“Karena industri ini masih dalam tahap embrio, maka penting juga untuk memperhatikan peluang pertumbuhan. Selain itu, industri kripto akan menjadi bagian dari sektor keuangan. Oleh karena itu, audiensi bersama dengan Bappebti, OJK, Dirjen Pajak, industri Pelaku dan asosiasi harus menentukan nominal pajak yang sesuai,” seru Tirta. (kamu/jpnn)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *