saranginews.com, JAKARTA – Bhima Yudhistira, direktur eksekutif Pusat Studi Ekonomi dan Hukum (CELIOS), mengatakan kepada pemerintah bahwa kecil, Mereka menyerukan kenaikan tarif pajak penghasilan (PPh) final untuk usaha kecil dan menengah (UMKM) sebesar 0,5 persen.
Sebab, dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018, akan diberlakukan kebijakan tarif pajak sebesar 0,5 persen untuk penjualan di bawah Rp 4,8 miliar hingga akhir tahun 2024.
Baca juga: Pertamina Bantu UMKM Bersaing Internasional Melalui UMK Academy.
Bhima mengatakan insentif bagi UMKM harus ditingkatkan.
Tak hanya itu, Bhima bahkan menyarankan agar pemerintah memberikan pajak yang lebih rendah sebagai insentif bagi pengusaha besar.
Baca Juga: Pupuk Kaltim Berhasil Pertahankan Prediksi Platinum di Upacara SNI Awards 2024
Oleh karena itu, tidak ada gunanya mencegah kenaikan PPh 0,5 persen pada tahun depan, kata Bhima, merekomendasikan penurunan PPh UMKM menjadi 0,1 hingga 0,2 persen.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah UMKM membutuhkan stimulus finansial yang besar karena Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan meningkat mulai tahun depan.
Baca Juga: SIG Raih Posisi Emas di Asia Sustainability Reporting Ratings Awards 2024
Selain itu, pertumbuhan kredit UMKM juga melambat.
“Oleh karena itu, perlu adanya pembayaran pajak untuk kepentingan UMKM. Yang terpenting, semakin rendah tarifnya, semakin rendah pula tarif pajaknya. Akan ada lebih banyak fleksibilitas dalam membayar pajak. Dibandingkan tarif pajak, pendapatannya meningkat,” ujarnya.
Sebagai mesin perekonomian, UMKM sangat membutuhkan perlindungan dari pemerintah, tambah Bhima.
Selain itu, dengan sektor yang menyerap 117 juta pekerja atau 97 persen, ia berharap insentif mikro tentu akan memberikan manfaat bagi UMKM.
“Tidak hanya mencegah kenaikan PPh UMKM pada tahun 2025, tetapi juga memastikan tarifnya lebih rendah,” ujarnya. Oleh karena itu, eksploitasi tenaga kerja di UMKM meningkat untuk mengimbangi PHK di sektor manufaktur padat karya, jelasnya.
Eko Listiyanto, Wakil Direktur Institute of Economic Development and Finance (INDEF), mengatakan insentif tersebut perlu ditingkatkan mengingat UMKM masih membutuhkan dukungan finansial.
Penarikan tersebut akan menambah beban UMKM dan semakin sulit bersaing dengan non-UMKM.
“Insentif ini lebih kepada pelaku usaha besar dan besar, bagi pembeli/konsumen sebaiknya PPN tidak kita naikkan, ditunda sampai perekonomian membaik dan tumbuh enam persen,” kata Eko.
Pada saat yang sama, setelah berakhirnya Masa Pajak Pajak Penghasilan yang terakhir; Pelaku usaha yang penjualannya mencapai Rp 4,8 miliar bisa menggunakan Aturan Penghitungan Pendapatan Bersih (NPPN).
Usaha kecil dan menengah yang penjualannya sebesar Rp4,8 miliar atau lebih, atau yang memilih tidak menggunakan NPPN, akan dikenakan pajak dengan tarif progresif dan rincian: 5% untuk penghasilan kena pajak sampai dengan Rp60 juta; 15% seharga Rp 60 juta – Rp 250 juta; 25% seharga Rp 250 juta – Rp 500 juta; Rp 500 juta – 30% sebesar Rp 1 miliar; 35% 1 untuk lebih dari Rp miliar (chi/jpnn)
Mendengarkan! Video Pilihan Editor: