saranginews.com, Yogyakarta – Reserse Polres Kulon Progo menangkap empat tersangka yang tergabung dalam komplotan penjual anak di Facebook melalui proses adopsi.
Keempat tersangka yang semuanya berasal dari Jawa Tengah ini terdiri dari dua orang laki-laki bernama AH (41) dan A (39) serta dua orang perempuan bernama NNR (20) dan MM (52).
Baca Juga: Anak Tewas, Mayat Ditemukan di Sungai
“Mereka yang kami tangkap mencoba menyasar ibu-ibu muda yang sedang hamil, yang tidak ingin terkena dampak hubungan gelap,” kata Kapolsek Kulon Progo AKBP Wilson Bugner F. Pasaribu saat ditangkap di Mapolres DIY, Sleman, D.I. Yogyakarta, Senin.
Wilson menjelaskan, kasus tersebut berdasarkan informasi yang diterima penyidik Divisi PPA Polsek Kulun Progo tentang praktik jual beli anak di beberapa forum kelompok adopsi di Facebook.
Baca juga: Mengapa perdagangan anak dan anak di Indonesia begitu sulit diberantas
Polisi kemudian melancarkan penyelidikan, setelah menemukan akun Facebook yang aktif mencari wanita hamil atau melahirkan, termasuk orang yang mencari anak untuk diadopsi.
“Setelah diselidiki, diketahui bahwa akun tersebut berperan sebagai pihak dalam praktik jual beli bayi dengan tujuan menerima suatu bentuk pembayaran,” ujarnya.
Baca juga: Istri Kerja Luar Kota, Suami Jual Bayi Rp 15 Juta
Pada Rabu (20/11), penyidik menghubungi rekening pelaku dan berpura-pura mencari anak untuk diadopsi, setelah itu pelaku bersedia membayar Rp 25 juta.
“Saat penyidik meminta untuk mengirimkan anak tersebut, tersangka mengirimkan anak tersebut untuk dimintai keterangan. Setelah anak tersebut lahir, tersangka meminta uang yang dijanjikan, kemudian tersangka ditangkap,” ujarnya.
Dalam menjalankan aksinya, para tersangka berbagi peran mulai dari mencari, menjual hingga mengantarkan bayi ke pelanggan.
Terdakwa MM yang ditangkap di Solo, Jawa Tengah, menyebut AKBP Wilson adalah dalang praktik jual beli bayi, NNR bekerja sebagai juru masak, A sebagai pencari bagi yang ingin membeli bayi, dan AH sebagai sopir untuk membeli bayi. dia mengambilnya. Bayi pergi ke atau memesan
Saat mencari anak melalui proses pengangkatan anak, menurutnya para tersangka juga berpura-pura menjadi laki-laki dan perempuan dan salah satu tersangka adalah ibu mertuanya yang menginginkan anak.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, komplotan ini puluhan kali melakukan jual beli anak dalam setahun.
Mereka memalsukan dokumen termasuk akta kelahiran anak.
“Sekarang sudah kami hadirkan satu anak, namun dari hasil pemeriksaan sudah puluhan kali terjadi, dan yang mengajukan atau menjualnya akan kami kejar,” ujarnya.
Menurut dia, pihak organisasi mematok harga penjualan setiap anak yang berbeda-beda, berkisar Rp20 juta hingga Rp40 juta.
“Belum lagi yang campuran. Kalau perempuan lebih mahal. Tergantung aksesnya,” ujarnya.
AKBP Wilson mengatakan, pesanan anak-anak dari organisasi tersebut datang dari berbagai tempat, mulai dari Yogyakarta, Jawa Tengah, DKI Jakarta hingga Manado.
Kini, kata dia, polisi menyelamatkan seorang anak yang dirawat di RS Tunggus bekerjasama dengan Pelayanan Masyarakat Coulon Progo.
Ia mengatakan, pihaknya tidak mengambil tindakan hukum terhadap orang tua yang mengizinkan anaknya diadopsi oleh organisasi tersebut karena mereka mempunyai kewenangan untuk berbohong karena tidak memahami aturan yang mengatur tentang pengangkatan anak.
“Bisa dibilang dia orang biasa yang tidak paham hukum, tidak paham aturan, sehingga pelaku memanfaatkan kesempatan itu untuk berpura-pura menjadi anak angkat,” ujarnya.
Terdakwa menyerahkan sejumlah barang bukti kepada polisi, antara lain sketsa 9 cerita, foto bayi kecil, uang kertas Rp 25 juta, buku ibu dan bayi, serta akta kelahiran. Kontrak adopsi bermaterai Rp 10 ribu.
Polisi juga menyita uang senilai Rp 25,7 juta, tiga unit telepon seluler, dan satu unit mobil Toyota Avanza yang digunakan untuk melahirkan bayi tersebut.
Para terdakwa dijerat Pasal 76 huruf f UU Nomor 35 Tahun 2014 juncto Pasal 83 Perubahan UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 23 Tahun 2014. 17 Tahun 2016 dengan ancaman pidana penjara maksimal. 15 tahun. (Antra/JPNN)
Baca artikel lainnya