Polemik Rancangan Permenkes, DPR: Semua Pihak Harus Lindungi Tenaga Kerja & Petani Tembakau

saranginews.com, JAKARTA – Keputusan mengatur perakitan kemasan rokok tanpa tanda pengenal yang dituangkan dalam Rancangan Peraturan Menteri Keselamatan Kerja (Rancangan Permenkes) menuai protes dari berbagai kalangan di industri tembakau dan kementerian/lembaga terkait.

Permasalahan ini sudah lama menjadi kontroversi, karena proses penyusunan Kementerian Kesehatan dilanjutkan oleh Kementerian Kesehatan dalam pengerjaan kotak merah.

BACA JUGA: APTI desak Kemenkes cabut RUU Metamorfosis Bidang Rokok Tak Bermerek yang Dikeluarkan Menkes

Ketua Komisi ke-13 DPR RI Willy Aditya mengatakan, peraturan yang dibuat pemerintah hendaknya mengutamakan kepentingan semua pihak tanpa terkecuali. Khususnya terkait penyelenggaraan Kementerian Kesehatan, Wiley meminta seluruh jajaran duduk bersama, objektif, dan tidak mengedepankan ego sektoral.

Willing menegaskan, industri tembakau memberikan kontribusi besar bagi negara melalui penerimaan pajak dan penyerapan tenaga kerja jutaan pekerja. Jika pemerintah khususnya Kementerian Kesehatan (Kemenkes) masih tetap memaksakan peraturan Kementerian Kesehatan tersebut, maka peraturan tersebut akan semakin menimbulkan keresahan yang merugikan negara.

JUGA HUKUM: Produsen tembakau menuntut Kementerian Kesehatan mengecualikan UU toilet Menkes dan PP 28/2024 untuk ditinjau kembali.

“Regulasi yang dibuat tidak mengedepankan satu kepentingan saja, karena ada hal lebih besar yang perlu diperhatikan. “Kalau Kemenkes tetap ngotot memaksakan aturan Kemenkes, bisa membahayakan kita semua,” seru Wiley dalam diskusi Serap Emosi Rantai Industri Tembakau di Gedung DPR RI, Senayan, Pusat. . Batavia, Selasa (12/11/2024).

Kementerian Kesehatan terus belajar dari kasus industri TPT yang kini banyak terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) sehingga menambah angka pengangguran. Maka Wiley mengatakan Kementerian Kesehatan tidak sembarangan dalam mengambil tindakan yang merugikan pekerja dan petani tembakau.

DAN HUKUM: Serikat pekerja siap turun ke jalan untuk menolak rancangan peraturan Menteri Kesehatan di bidang kemasan tak bertanda

“Kita belajar dari Sritex, banyak pengangguran. Lalu kenapa kita mau mengambil keputusan sembarangan? Wah, bersedia!”

Willing menyampaikan pendapatnya atas dukungan para petani tembakau, UMKM, dan mereka yang bekerja di sektor tembakau. Oleh karena itu, ia menyarankan Kementerian Kesehatan untuk mengartikulasikan kepentingan yang lebih luas serta melakukan advokasi yang relevan.

Alasan saya, saya mendukung para pelaku industri tembakau, khususnya produsen tembakau. Ayo kita lanjutkan semua perjuangan dan duduk bersama untuk mengusulkan masalah ini.

Senada, Direktur Jenderal Hubungan Pembangunan dan Ketenagakerjaan Departemen Industri Jaminan Sosial Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) RI, Indah Anggoro Putri mengatakan, rancangan Menteri Kesehatan dan PP 28/2024 mendapat banyak penolakan dari masyarakat. asosiasi dan serikat pekerja.

Indah menjelaskan Kementerian Ketenagakerjaan sangat prihatin dengan kedua organisasi tersebut karena berpotensi meningkatkan jumlah masyarakat awam di Indonesia secara signifikan, apalagi industri tembakau merupakan bagian intensif dari angkatan kerja.

“PP 28/2024 banyak mendapat keluhan dari masyarakat dan terdampak tatanan. Kementerian Sumber Daya Manusia juga memberikan perhatian khusus terhadap permasalahan ini yang mempunyai kemampuan berkontribusi terhadap banyaknya PHK. sektor yang jumlah pekerjanya banyak, misalnya sektor industri produsen,” jelas Indah.

Ini telah menjadi bagian dari industri kreatif yang menjadi tulang punggung industri tembakau yang menyerap tenaga kerja hingga 725.000 orang. Jika kebijakan tersebut ditegakkan oleh Kementerian Kesehatan, dikhawatirkan akan ada tambahan 725.000 pekerja yang kehilangan pekerjaan.

“Away, kuharap itu tidak terjadi,” seru Inda.

Inda mengatakan, selain berdampak pada perekonomian, masyarakat awam juga berdampak pada kehidupan sosial, karena mayoritas pekerja di industri tembakau adalah perempuan yang menjadi tulang punggung keluarga. “Jika kebijakan ini tidak dicermati, hal ini dapat merugikan pekerja kita, yang banyak di antaranya adalah perempuan,” katanya.

Ia mengatakan Kementerian Sumber Daya Manusia akan terus menyerap harapan setiap masyarakat yang terkena dampak langsung dari rencana ini untuk mencari solusi terbaik. “Kami akan memberikan dorongan untuk melihat lebih dalam agar tidak ada pihak yang dirugikan. Oleh karena itu kami meminta Kementerian Kesehatan untuk selalu ke depan dalam penyusunan rencana,” ujarnya.

Karena banyaknya tekanan dari berbagai sektor terkait Kementerian Kesehatan, Menteri Ahli Hukum Sundoyo memberikan komitmen kepada kementerian/lembaga terkait dan pemangku kepentingan industri tembakau. “Dengan rencana yang ditulis pemerintah ini, maka diambillah rencana tersebut. Masukannya ketika kita sudah meramu berbagai kajian dan beberapa pertimbangan,” ujarnya.

Sundoyo menyatakan Kementerian Kesehatan mempunyai dua kepentingan bersama, yaitu dari sisi ekonomi, dan kedua dari sisi kesehatan.

“Tentu saja ada dinamika diskusi untuk menemukan titik temu. Satu hal adalah rencana masa depan harus disusun sedemikian rupa sehingga tidak ada tumpang tindih. PP 28/2024 harus merekonsiliasi ekonomi dan kesehatan. “Jika teman-teman ingin memberikan informasi mengenai aturan tersebut, bisa mengunjungi website Kementerian Kesehatan, mereka dipersilakan untuk menyampaikan perasaannya di sana,” jelasnya.

Di sisi lain, Ketua Asosiasi Produsen DPC Tembakau Indonesia (APTI) Bondowoso, Muhammad Yasid, dalam kesempatan itu PP 28/2024 dan Menteri Kesehatan menyoroti proses pengurangan skema yang dianggap penerimaan. dan tidak transparan.

“Ratusan pendapat masuk ke situs partisipasi kesehatan, namun sejauh ini belum ada tindak lanjut dari Kementerian Kesehatan. Petani bahkan tidak pernah diundang dalam audiensi publik yang menurut Kementerian Kesehatan dilakukan pada September lalu.”

Bahkan, Yasid mengatakan perekonomian petani tembakau banyak bergantung pada produk tembakau karena nilai ekonominya yang besar. “Produk tembakau ini sangat menguntungkan, sehingga kami sangat bergantung pada tembakau ini. Kita mau bangun rumah, tunggu acara tembakau, jalan-jalan, tunggu acara tembakau,” jelasnya.

Di Bondowoso tahun ini terdapat dua jenis tembakau yaitu kasturi dan lecti. Perkiraan kasar penghasilan mereka per bulan bisa mencapai Rp 12 juta.

“Di samping manfaat lainnya, tembakau memberikan hasil yang jauh lebih bermanfaat,” ujarnya.

Karena itu, Yasid mengatakan, rencana Menteri Kesehatan tersebut akan menjadi pukulan telak bagi petani tembakau yang berpotensi bunuh diri. Saat berhadapan dengan partai, Menteri Kesehatan sepakat menolak rancangan peraturan tersebut karena berdampak sangat negatif.

Saya diinstruksikan dan terus-menerus diingatkan oleh penjual tembakau saya. Kami menolak peraturan Menteri Kesehatan yang mencantumkan penyeragaman kemasan rokok tanpa mencantumkan mereknya, karena petani akan terkena dampak sungai jika peraturan ini diterapkan. Kita berharap ini menjadi wadah di mana takdir memperhatikan kita,” tutupnya.

Sementara itu, Anggota Komisi 9 DPR RI, Nurhadi mengatakan, rencana yang digagas Kementerian Kesehatan (Kemenkes) ini diwaspadai karena dapat berdampak buruk pada ekosistem tembakau yang terdiri dari petani, pekerja, dan pedagang. .

“Saat menyusun hasil rapat Komisi 9 DPR dengan Kemenkes, dari seluruh anggota Komisi 9, hanya saya yang bertanya soal rencana ini. Kami di Partai Nasdem sangat prihatin dengan rencana ini. tidak mau memantau karena akan terkena dampak banyak pihak,” kata Nurhadi dalam diskusi penyerapan aspirasi rantai industri tembakau di gedung DPR RI, Senayan, Batavia Pusat, Selasa (12/11/2024).

Dalam sesi diskusi, Noorhadi juga menyampaikan agar Kementerian Kesehatan lebih bijak dalam membuat rencana identifikasi bungkus rokok tanpa tanda pengenal. “Perusahaan menyampaikan keinginannya dalam rapat Komisi ke-9 dengan Kementerian Kesehatan.” “Menteri Kesehatan kemudian sepakat untuk menunda proses penyusunan peraturan, dengan mempertimbangkan dampak negatif dari pembangunan peraturan tersebut, terutama dampak dari sisi ekonomi,” ujarnya.

Nurhadi menegaskan, kebijakan tersebut harus mempertimbangkan dan melihat berbagai negara, terutama dalam skema penyelenggaraan Kementerian Kesehatan yang harus seimbang antara ekonomi dan kesehatan. “Tidak boleh ada tumpang tindih antara keduanya, yaitu ekonomi dan kesehatan. Oleh karena itu, setiap sila harus dicermati terlebih dahulu dengan lebih cermat,” tegasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Pondok Pesantren dan Masyarakat (P3M), Sarmidi Husna menjelaskan, pesantren juga diikutsertakan dalam proses penyusunan rencana Kementerian Kesehatan, karena banyak dari para pengawal Islam. . sekolah berasrama bekerja di wilayah tembakau. Ya, P3M wajib dimiliki oleh setiap mahasiswa tutor yang terjun langsung di industri tembakau.

Jika dilihat dari sisi agama, Sarmidi mengatakan rokok jelas tidak haram, berbeda dengan khamr (alkohol) yang jelas haram. Menurutnya, ini adalah masalah pekerjaan rumah yang besar dan pemerintah harus mempelajari rencana ini lebih hati-hati.

Sehingga pihak terkait Sarmidi meminta industri tembakau lebih memperhatikan agar tidak terjadi gangguan besar. “Dari sudut pandang agama, keputusan Menteri Kesehatan ini berdampak negatif besar terhadap petani, pekerja, pengecer, dan UMKM, semuanya di ekosistem tembakau.”

Selain itu, Ketua Persatuan Pengecer Kelontong Indonesia (PPKSI) Junaedi juga mengatakan pengecer akan menentang keras rancangan peraturan Kementerian Kesehatan yang membuat kemasan rokok seragam tanpa identitas merek. Aturan ini dinilai tidak memperhatikan kondisi lapangan dan sulit diterapkan.

“Proyek ini akan menghancurkan standar kemasan di lapangan. Kami menjual berbagai varian rokok. Jika ada rokok dengan varian mentol lalu ada rokok B dengan varian yang sama, bagaimana cara kita menjualnya? “Ini harus menjadi keputusan pemerintah,” tegas Junaedi.

Lebih lanjut Junaedi menambahkan, rokok merupakan salah satu produk yang menarik konsumen untuk membeli produk lainnya juga. Jadi jika penjualan rokok turun maka akan berdampak pada penjualan produk lainnya.

“Konstitusi ini sangat mempersulit penjualan rokok di lapangan. Apalagi produk rokok ini sudah legal, jadi tidak bisa dikutuk, sudah ada pembatasannya.”

Junaidi yang mewakili suara pedagang juga nampaknya kaget dengan aturan zonasi yang melarang penjualan dalam jarak 200 meter dari ruang kelas dan lantai, yang tertuang dalam PP 28/2024, aturan turunan UU 17/2023, sebagai bentuk penerimaan dan tidak adil terhadap pelaku usaha. mereka bekerja di tempat itu sebelumnya.

“Bagaimana dengan anggota kita yang sudah memiliki tempat usaha di lembaga tersebut selama bertahun-tahun? Menurut saya, jika organisasi ini bertujuan untuk mengurangi prevalensi merokok di kalangan anak-anak sebelum usia 21 tahun, kita tidak boleh menjadi satu-satunya. Rencananya harus diselesaikan permasalahan PP 28/2024 dengan mereka yang sedang berlangsung di kabupaten tersebut.

Di penghujung acara serapan aspirasi, Nurhadi menutup dengan menyampaikan keprihatinannya karena proses toilet Menteri Kesehatan tidak pernah melibatkan Kementerian Ketenagakerjaan dan kementerian terkait lainnya dalam penyusunan atau pembahasan penataannya. 

“Ternyata Kementerian Sumber Daya Manusia tidak pernah terlibat dalam pembahasan organisasi Kementerian Kesehatan. Lalu apa maksudnya? Padahal kita tahu dampaknya terhadap pekerja,” keluhnya.

Ia mengingatkan semua pihak, khususnya Kementerian Kesehatan, untuk mengkaji ulang aturan skema tersebut dan mencari jalan tengah yang bisa diterima semua pihak agar tidak menimbulkan kekacauan di kemudian hari.

“Jika skema pengendalian Kementerian Kesehatan ini diterbitkan, kemungkinan besar tidak akan terjadi apa-apa dengan apa yang terjadi sekarang. Kita melihat peternak sapi perah juga terkena tekanan negatif, dimana ratusan ribu ton susu dikonsumsi setiap harinya. Hari ini apakah kita akan menunggu seperti ini? “Kalau diganggu, pemerintah akan bertindak,” tutupnya (ray/jpnn).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *