saranginews.com, JAKARTA – Majelis hakim dalam sidang akhir kasus dugaan korupsi mempertanyakan cara penghitungan kerugian negara yang diungkapkan saksi ahli Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Hal itu ditanyakan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (13/11).
BACA JUGA: Hakim Minta Pengawas Keuangan BPK Jelaskan Hilangnya PT Timah
Saat itu, Majelis Hakim Kejaksaan Agung (JPU) menghadirkan Suaedi sebagai Penyidik BPKP terhadap terdakwa Helena, Riza Pahlewî, Emil Ermindra, dan MB Gunawan.
Usai Suaedi menjelaskan perhitungan kerugian negara, Juri mempertanyakan mengapa uang yang dibayarkan PT Timah dianggap merugikan negara.
BACA JUGA: Ajukan Kasus Timah, Pakar Beberkan Modal APBN dan Keuangan Negara
Hakim mengatakan: “Sebenarnya ada laporan keuangan yang diambil ahli. Artinya uang PT Timah ada, uang yang diterima PT Timah tidak diambil, hanya uang. . Suaedi.
Suaedi menginformasikan, penghitungan kerugian negara terjadi karena proses pembayaran bijih yang dilakukan secara ilegal.
BACA JUGA: Kapolri Minta Jaksa Penuntut Umum Menindak Polisi Koruptor
Suaedi mengatakan: “Jadi dalam proses ini, uang yang dibayarkan menjadi bagian dari perhitungan hilangnya pendapatan negara.”
Belakangan, hakim juga menanyakan apakah pendapatan PT Timah dari penjualan bijih besi dan pendapatan perusahaan bisa dimasukkan.
“Apakah jumlah itu tidak bisa dimasukkan dalam kerugian yang diterima?” tanya hakim.
“Pada pemilik benih yang diperoleh dari transaksi ini, bagi kami itu adalah sebagian pengembalian uang yang hilang,” jawab Saudi.
Mendengar jawaban Sauedi, hakim menjawab perhitungan tersebut berpotensi membingungkan masyarakat karena hanya menunjukkan kerugian tanpa memperhitungkan pendapatan PT Timah dari penjualan timah.
Jadi masyarakat hanya tahu ada yang rugi, padahal kelihatannya tidak ada pemasukan, itu yang ingin kami ketahui, kata hakim.
Sauedi menjelaskan, pihaknya hanya dibayar untuk menghitung kerugian negara berdasarkan data auditor dan laporan keuangan perusahaan.
“Tugas yang kami terima adalah menghitung hilangnya pendapatan nasional,” kata Saudi.
Selain itu, hakim memberikan hasil penghitungan hanya berdasarkan hasil Laporan Analisis (BAP) yang diminta dari pemeriksa dan tidak memberikan penjelasan langsung kepada pemangku kepentingan untuk mengambil kesimpulan.
“Sebelumnya Anda tidak pernah menjelaskan apa yang Anda baca kepada saksi dan ahli. Apakah Anda membaca BAP dengan cermat, lalu menarik kesimpulan?” tanya hakim.
“(Hanya) Sesuai BAP Mullah,” kata Sauedi. (mcr4/jpnn)