saranginews.com – Berbagai aksi pembersihan partai meninggalkan bekas di hutan belantara di Semarang yang dianggap berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Di tengah hutan terdapat kuburan massal orang-orang yang dinyatakan komunis oleh penguasa Orde Baru.
Dilaporkan oleh Wisnu Indra Kusuma, Semarang.
Baca Juga: Kisah RPKAD RRI Penangkapan Brigjen PKI G30S Takut Masuk Studio Siaran
Masyarakat Semarang menyebutnya Hutan Plum.
Lokasi hutan berada di Desa Wonosari, Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang, jarak dari Tol Transjava Semarang-Batang kurang lebih 2 kilometer.
Baca Juga: Soeharto Tak Suka dengan Keputusan Bun Karni Terkait Pranotto Usai Peristiwa G30S
Di tengah hutan terdapat prasasti tahun 2015 sebagai penanda. Pasca G30S tahun 1965, itulah kuburan dan kuburan orang-orang yang disebut-sebut sebagai kolaborator PKI.
Sekilas, menuju ke kuburan tidak begitu jelas. Sebab semak-semak menutupi pintu masuk makam.
Baca selengkapnya: PKI dan Baladewa
Untuk menuju ke pemakaman, Anda juga akan melewati beberapa lahan pertanian milik penduduk desa. Pengunjung yang ingin mengunjungi makam tersebut harus melintasi jembatan kayu tua.
Memang benar masyarakat awam sulit menemukan makam warga Semarang. Khususnya Desa Wonosari. Ketahui tempat ini
Diposting pada 1 Juni 2015. Delapan nama tertulis di prasasti itu.
Saksi mata mengatakan 24 orang dimakamkan di lokasi tersebut, menurut pembela hak asasi manusia Yunntyo Addi. Versi lain menyebutkan ada 12 jenazah yang terkubur di hutan Plomben.
Namun menurut Adi, yang terdaftar di lokasi hanya delapan jenazah. Ia merinci, di antara delapan jenazah tersebut terdapat dua jenazah komunis, Moetia dan Sosetio.
Aktivis hak asasi manusia itu menggambarkan Moyah sebagai anggota kelompok perempuan Indonesia atau Gerwani sebagai seorang guru.
“Mbak Moiah adalah guru TK Melati di Kendall,” kata Addy.
Menurut Adi, onderbouw PKI memenuhi misi pendidikannya. Kehadiran TK Melati merupakan salah satu kontribusi Gerwani.
Ibu Moya, Adi, berasal dari keluarga bangsawan. “Cantik sekali karena kalung dan gelangnya.”
Meski bergabung dengan Kirwani, Mothia berlatar belakang Santri. Adi mengungkapkan, seorang perempuan asal Kendal meminta membaca Alquran sebelum dibunuh.
“Saat pertunjukan, ada aparat desa [menyaksikan] Bu Moiyah bertanya kepada Gira tapi dia tidak selesai (membaca Al-Qur’an) dan ditembak.”
Sosatio juga merupakan citra penting. Sebelum dibunuh, Sosatyo merupakan pejabat tinggi Kabupaten Kendal.
“Mr. Threesome adalah wakil Kendall,” kata Addie.
Jenazah yang ada di pemakaman tersebut sebagian besar merupakan warga wilayah Kendal. Sebab sebelum pemekaran wilayah kota semarang, lokasi Hutan Plumben berada di Kabupaten Kendal.
“Keduanya (Moetiah dan Soesatyo, Red) sangat populer. Yang lainnya adalah anggota PKI cabang dan pemuda rakyat,” kata Adi.
Adi menjelaskan, ada saksi yang mengetahui pembunuhan itu terjadi sekitar akhir tahun 1965 atau awal tahun 1966, namun waktunya berdekatan dengan Idul Fitri.
Kalau dilihat-lihat, saat itu akhir tahun 1965, mungkin Januari 1966, setelah Idul Fitri.
Menurut Tabit Azinar Ahmad, sejarawan Universitas Negeri Semarang (UNES), warga biasa terlibat dalam pembunuhan individu yang diyakini berafiliasi dengan PKI.
“Pada kesempatan ini pihak militer memberikan semangat kepada mereka. Kemudian dorong mereka untuk melakukannya,” kata Thabit kepada saranginews.com.
Tabbitt menyalahkan pembantaian tersebut pada saingan politik PKI, musuh PKI, dengan mengumpulkan warga sipil untuk membasmi komunis.
“Korbannya bukan hanya tentara aktif. Tapi mereka juga pindah. Pembunuhnya berasal dari masyarakat sipil,” katanya.
Sebenarnya belum ada data akurat berapa jumlah orang yang dibunuh oleh PKI di Hutan Plumben.
Di kalangan anak cucu, ada yang pasti ingin menjadi pejabat pemerintah, karena ahli waris Tsabit yang terbunuh tidak ingin terseret masalah.
Namun pada masa Orde Baru, diberlakukan persyaratan penelitian khusus (litsus) dan izin lingkungan hidup bagi warga yang ingin menjadi PNS.
“Anak kecil yang tidak mengetahui permasalahannya terkena dampak dari lingkungan yang tidak bersih,” ujarnya.
Penerus PKI perlahan mulai bermunculan. Proklamasi Nomor XXV/MPRS/1966 Dewan Pertimbangan Rakyat Sementara Presiden Abdurrahman Wahid atau Pemerintahan Gus Dur Mencabut Proklamasi Nomor XXV/MPRS/1966 Tentang Pembubaran PKI, Pernyataan Organisasi Terlarang. di seluruh Indonesia dan mencegah penyebaran atau tumbuhnya Komunisme/Marxisme-Leninisme.
“Dia baru punya keberanian sejak tahun 2000 hingga sekarang. Ada Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.
Pada pemilu tahun 1955, Semarang dan sekitarnya menjadi tempat pemungutan suara P.I.
Artikel berdasarkan penelitian Mahasiswa Universitas Diponegoro (Undip) bertajuk “Kegiatan Gerwani di Semarang 1950-1965” mengungkap, saat itu PKI menguasai 14 kursi di DPRD Semarang (mcr5/jpnn).