saranginews.com, JAKARTA – Pakar polimer Universitas Indonesia (UI) Prof. kata Dr. Mochamad Chalid bahwa Bisphenol A (BPA) pada produk kemasan berbahaya bagi kesehatan karena efek sampingnya.
“Hal ini sudah menjadi bagian dari perjanjian internasional mengenai bahan kimia berbahaya,” kata Profesor Chalid dalam diskusi baru-baru ini di Jakarta.
Baca juga: Pakar Pasar Persaingan Usaha di Balik Kuatnya Isu BPA Galon Polikarbonat Simak Penjelasannya.
Profesor Chalid menekankan pentingnya mengacu pada konsensus global bahwa rekomendasi pertemuan sebelumnya di Bangkok telah memasukkan BPA ke dalam daftar bahan kimia terlarang yang disimpan di Rotterdam dan Perancis.
Profesor Chalid mengatakan masalah ini telah menjadi perhatian global mengingat risiko kesehatan dari senyawa kimia berbahaya dalam kemasan plastik.
Baca juga: Tentang Label BPA Asosiasi Pabrik Air Minum Minta Semua Pihak Bersaing Secara Sehat.
“Permasalahan ini bukan lagi menjadi masalah nasional tetapi menjadi masalah global,” jelas Guru Besar tersebut. Chalid
Dikenal Prof. Chalid akan menghadiri pertemuan Inter Governmental Negotiating Committee (INC-5) yang digelar di Busan, Korea Selatan pada akhir November 2024.
Baca juga: Pakar: Bahaya BPA Ancaman Kesehatan, Bukan Soal Persaingan Usaha.
INC-5 bermaksud untuk melanjutkan negosiasi pembuatan instrumen hukum internasional yang mengikat (ILBI) untuk mengatasi polusi plastik, termasuk di laut.
BPA sangat berbahaya bagi kesehatan manusia jika kemasannya bersentuhan langsung dengan makanan atau minuman.
Selain itu, Prof. Chalid menjelaskan, BPA banyak ditemukan pada kemasan makanan, seperti galon polikarbonat yang dapat digunakan kembali.
Menurut dia, proses pendistribusian dan pengawetan kemasan polikarbonat juga menyebabkan kontaminasi BPA pada air minum.
“Paket terkena suhu tinggi atau sinar matahari” oleh Profesor. Panas dapat meningkatkan risiko senyawa BPA larut ke dalam produk air minum.
Selain suhu, faktor lain yang meningkatkan risiko kontaminasi BPA adalah cara penanganan galon saat proses pengisian ulang.
“Banyak galon polikarbonat dikirim ke depot isi ulang dan dicuci dengan deterjen yang tidak sesuai dan dikembalikan ke pabrik. “Semua ini meningkatkan risiko pencucian BPA ke dalam air minum masyarakat,” tutupnya. (jlo/jpnn)