saranginews.com, JAKARTA – Kajian yang dilakukan Pusat Pengkajian Kebijakan Ekonomi (PPKE-FEB UB), Fakultas Ekonomi dan Administrasi Bisnis Universitas Brawijaya menunjukkan, setiap kali harga suatu komoditas naik, maka rokok haram. Hal ini akan menurunkan potensi pendapatan pemerintah hingga Rp 5,76 miliar per tahun.
Kebijakan menaikkan harga rokok dan pajak bertujuan untuk mengurangi konsumsi, namun banyak konsumen yang memilih alternatif yang murah atau ilegal daripada berhenti merokok.
Baca artikel: INDEF: Dampak kerugian rokok sejenis bisa mencapai Rp 308 triliun.
“Tarif pajak yang tidak seimbang dan meningkatnya daya beli masyarakat justru mendorong maraknya rokok ilegal,” kata guru besar yang juga menjabat Direktur PPKE-FEB UB ini. Candra Fajri Ananda memaparkan penelitiannya yang bertajuk ‘Membangun Sinergi Kebijakan Cukai dan Pemberantasan Tembakau Gelap Sebagai Basis Penguatan Perekonomian Nasional’.
Eko Harjanto, Wakil Direktur Departemen Pengembangan Industri Kementerian Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan, mengatakan larangan rokok ilegal harus ditegakkan.
Baca juga: Pertamina Patra Niaga hadirkan solusi Pertamina One di ADIPEC 2024
Jika tidak ada tindakan, jumlah perokok ilegal akan terus meningkat.
“Metode saja tidak bisa melakukan hal ini; hukum juga harus melakukan intervensi,” katanya.
Baca selengkapnya: Selama 6 bulan, 117 profesional KAI menyelesaikan modul pelatihan pemeliharaan kereta api.
Menteri Perindustrian Nugraha Prasetya Yogi mengatakan tingginya harga rokok menyebabkan konsumen beralih ke jenis rokok lain. Guna mengurangi rokok ilegal, Kementerian Perdagangan, Perindustrian, dan Energi merevisi Undang-Undang Menteri Perdagangan, Perindustrian, dan Energi. 72. Peraturan ini dimaksudkan untuk memantau ketersediaan mesin pemuatan dengan sambungan yang lebih akurat.
“Kami berharap undang-undang ini dapat mengurangi produksi rokok ilegal yang sulit dikendalikan karena banyak pihak yang terlibat,” ujarnya (chi/jpnn).