saranginews.com, JAKARTA – Konsul Jenderal Australia di Surabaya, Glen Askew, dan Lulusan Studi Singkat Australia Awards Indonesia mengunjungi Stasiun Pompa Yos Sudarso, Semarang.
Mereka datang untuk melihat demonstrasi teknologi Tide Eye pada Selasa (15/10) sore.
BACA JUGA: BPBD DKI prediksi banjir bandang di Jakarta Utara
“Tide Eye” merupakan penelitian yang didukung KONEKSI dengan partisipasi Universitas Wollongong (Australia) bersama Telkom University, BBWS Pemali-Juana, Kementerian PUPR dan PT. Hilmy Anugerah Consulting Engineer Ltd (Indonesia).
Pada saat yang sama, “Tide Eye” sedang mengembangkan solusi yang terjangkau untuk mengurangi kerugian akibat air pasang di pantai utara Jawa.
BACA JUGA: 9 Tempat di Jakarta Berisiko Banjir Hebat, BPBD Minta Warga Waspada
“Proyek ini merupakan contoh bagus dari akademisi, sektor swasta, dan pemerintah yang bekerja sama untuk mendorong pembangunan ekonomi dan sosial,” kata Glenn Askew.
Tujuan kunjungan yang dihadiri oleh para lulusan Australian Awards Short Course ini adalah untuk melihat implementasi proyek Eye of the Eye.
Hal ini sesuai dengan tema studi singkat yang diikuti para wisudawan:
“Menuju ekonomi berbasis pengetahuan: mendukung agenda riset dan inovasi Indonesia”.
Kajian kolaboratif antara Australia Awards Indonesia (AAI) dan program KONEKSI ini bertujuan untuk memperkuat kapasitas pengambil kebijakan dan pelaku riset inovasi dalam mengembangkan kebijakan dan peraturan yang inovatif. Penelitian ini melibatkan 26 peserta yang mewakili lembaga pemerintah, swasta dan penelitian.
Tide Eye dikembangkan untuk membantu Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali-Juana memantau tinggi muka air laut dan risiko banjir di Semarang dan Pekalongan berdasarkan kecerdasan buatan (AI/IoT).
Kedua kota di pesisir utara Jawa Tengah ini sangat rentan terhadap banjir, terutama akibat perubahan iklim yang menyebabkan cuaca ekstrem.
Dr juga turut hadir dalam kunjungan ini. Miftadi Sudjai, Peneliti Utama Telkom University.
Miftadi menjelaskan bahwa sistem ini akan memberikan solusi yang hemat biaya, dapat disesuaikan, dan terukur untuk digitalisasi pemantauan dan prediksi risiko banjir.
“Dengan begitu efisiensi dan ketepatan pengendalian akan meningkat, serta kerugian akibat banjir akan berkurang,” ujarnya.
Di sisi lain, Dr. Asep Suhendi, salah satu peneliti Telkom University, mengatakan ada kemajuan signifikan yang terlihat dalam penelitian ini.
Menurutnya, selama pendataan menggunakan drone yang terbang di atas Stasiun Pompa Pekalongan, terdapat ribuan foto dan video yang berhasil dikumpulkan dan diubah menjadi data visual.
Ini adalah dasar dari teknologi AI yang mampu memprediksi pasang surut air laut secara akurat.
Tak hanya mengumpulkan data, Tide Eye juga dilengkapi dengan kecerdasan buatan yang mampu mendeteksi air laut, mengidentifikasi wilayah terdampak banjir dari gambar drone, dan memantau ketinggian air melalui kamera.
“Sistem peringatan dini banjir juga telah diterapkan sehingga ‘Flood Eye’ menjadi sistem pengendalian banjir yang terintegrasi,” kata Asep.
Diperkirakan terdapat jutaan masyarakat di Semarang dan Pekalongan yang penghidupannya terkena dampak hilangnya lahan subur. Jika tidak dikelola dengan baik, kondisi ini akan semakin parah di kemudian hari.
Proyek Tide Eye diharapkan dapat menjadi contoh permasalahan serupa di daerah lain di Indonesia (mcr10/jpnn).