saranginews.com, JAKARTA – Sejak penandatanganan Protokol Kyoto pada tahun 2005, Indonesia telah berupaya mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) untuk mengendalikan kenaikan suhu global di bawah 1,5°C pada tahun 2100.
Namun, sektor transportasi menyumbang sekitar 23% dari total emisi GRK nasional dan polusi udara yang dihasilkan di perkotaan menyebabkan masalah kesehatan yang serius.
BACA JUGA: Program RPJMN Tak Efektif, Kembali ke Program Pelita dan Repelita
Berdasarkan data KPBB (Komite Utama Penghapusan Bensin) tahun 2016, biaya pengobatan warga Jakarta akibat pencemaran udara mencapai Rp51,2 triliun, meningkat dari Rp38,5 triliun pada tahun 2010 (KLH).
Menanggapi permasalahan ini, pemerintah dan pemangku kepentingan sepakat bahwa diperlukan strategi yang lebih terintegrasi untuk mengurangi emisi transportasi.
BACA JUGA: Kurangi emisi gas rumah kaca, SIG tingkatkan penggunaan bahan bakar alternatif
Menurut data UNEP 2020, adopsi kendaraan listrik di Indonesia dapat membawa manfaat ekonomi sebesar Rp 9,603 triliun pada tahun 2030 melalui penghematan bahan bakar dan peningkatan produktivitas serta kesehatan masyarakat.
Oleh karena itu, perumusan grand design kendaraan net zero emisi (net-ZEV) menjadi suatu keharusan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (NMPDP) 2025-2029.
BACA JUGA: Uji Emisi Kendaraan PT PLN Indonesia UBH Power
Pada tanggal 8 November 2024, KPBB dan ClimateWorks Foundation mengadakan lokakarya nasional bertajuk “Grand Design Net Zero Emission Vehicle” di Hotel Aryaduta Jakarta. Lokakarya ini dihadiri oleh 133 orang dari kementerian, industri otomotif, dan lembaga sipil untuk mengembangkan strategi mitigasi emisi karbon di sektor transportasi.
Deputi Bidang Koordinasi Konektivitas M Rachmat Kaimuddin mengatakan kendaraan net-ZEV harus menjadi bagian dari agenda pembangunan nasional.
“Net-ZEV merupakan kendaraan dengan tingkat emisi yang mendukung terwujudnya kendaraan carbon neutral yang berarti adanya keseimbangan antara emisi karbon yang dihasilkan kendaraan tersebut dengan kemampuan kita dalam memitigasinya,” kata Rachmat, dalam keterangannya, Selasa. 12/12). 11).
Ahmad Safrudin menyoroti fakta Indonesia tertinggal dalam mitigasi emisi kendaraan bermotor. Kekurangan ini mencakup standar karbon kendaraan yang tidak diatur; Agenda mitigasi gas rumah kaca pada kendaraan bermotor berlistrik sempat tertunda, misalnya penerapan bus listrik di Jakarta yang seharusnya mencapai 2.700 unit pada tahun 2024, kini hanya terlaksana 100 unit.
“Kemudian bahan bakar yang berkualitas rendah (seperti bahan bakar yang mengandung sulfur tinggi) dengan faktor emisi karbon yang tinggi tetap didistribusikan,” jelas Ahmad.
Rachmat menambahkan, penerapan net-ZEV tidak hanya mendukung mitigasi emisi, tetapi juga mendorong pengembangan industri otomotif nasional.
“Agenda net-ZEV harus bisa menjadi bibit bagi pengembangan industri otomotif nasional dengan penekanan pada produksi kendaraan net-zero emisi,” ujarnya (jlo/jpnn).