saranginews.com, JAKARTA – PT Pertamina dinilai sangat cocok untuk memproduksi dan mendistribusikan bahan bakar rendah sulfur.
Persiapan tersebut sejalan dengan rencana Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) yang akan menerapkan bahan bakar minyak (BBM) rendah sulfur di sektor transportasi, seperti sepeda motor dan mobil di seluruh Indonesia.
BACA JUGA: 3 Hari Digelar, Pertamina SMEXPO Yogyakarta Catat Transaksi Capai Rp 147 Juta
“Pertamina sangat siap untuk mempercepat kebijakan Pemerintah,” kata Peneliti Database Alpha Research, Ferdy Hasiman.
Komitmen tersebut, lanjut Ferdy, tidak lepas dari andil BUMN atas kewenangan yang diberikan undang-undang untuk menyiapkan bahan bakar jenis apa pun untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia.
BACA LEBIH LANJUT: Dengan Produk Ramah Lingkungan, SIG Ciptakan Peluang Pertumbuhan Bisnis Berkelanjutan
“Sesuai informasi, kilang Pertamina di Balongan siap memproduksi produk solar rendah sulfur sebanyak 900 ribu barel per bulan. Pertamina siap mendistribusikan produk baru bahan bakar rendah sulfur tersebut. rendah, karena produk bahan bakar rendah sulfur diproduksi di kilang Pertamina,” jelas Ferdy.
Ferdy mencontohkan bahan bakar rendah sulfur yang diproduksi Pertamina seperti Pertamax Turbo dan Pertamina Dex. Ia menambahkan, kedua jenis bahan bakar tersebut mengandung bahan bakar sulfur yang rendah yaitu 50 ppm.
BACA Juga: Kehidupan Sehari-hari di Luar Olahraga Bantu Remaja Hidup Aktif untuk Cegah Diabetes
Pertamina Dex misalnya, merupakan solar dengan cetane number (CN) tertinggi yang dijual Pertamina, yakni CN 53 dengan kandungan sulfur 50 ppm.
Ferdy mengatakan, bahan bakar jenis ini dapat menghemat mesin dan meningkatkan tenaga mesin secara maksimal.
“Bahan bakar jenis ini juga dapat melindungi lingkungan dengan panas yang lebih sedikit dan setara dengan standar Euro 4. Sedangkan produk bahan bakar Dexlite merupakan jenis bensin dengan CN 51′ lebih rendah dan mengandung sulfur sebanyak 1.200 ppm.” bahan bakarnya juga aman bagi lingkungan,” jelas Ferdy.
Di sisi lain, terkait kebijakan Pemerintah sendiri, Ferdy menilainya sudah baik. Menurutnya, rencana Pemerintah menerapkan bahan bakar rendah sulfur merupakan langkah yang berani dan sangat bijaksana.
Inisiatif pemerintah ini perlu diterima dan diapresiasi oleh masyarakat Indonesia untuk menjaga lingkungan yang sehat demi kesehatan masyarakat, ujarnya.
Namun Ferdy mengingatkan, harga bahan bakar sulfur rendah justru lebih mahal dibandingkan bahan bakar sulfur tinggi.
Ini seharusnya menjadi masalah yang penting. Pasalnya, jika didistribusikan ke seluruh Indonesia tentu berdampak pada tingginya harga BBM.
“Jika tidak ingin membebani masyarakat miskin dengan harga yang mahal, pemerintah perlu menggunakan uang APBN untuk memberikan subsidi, agar bahan bakar belerang harga murah bisa didistribusikan ke seluruh Indonesia,” lanjutnya.
Untuk itu, kata Ferdy, strategi tersebut tidak perlu diterapkan di seluruh Indonesia. Pasalnya, masih banyak tempat di Indonesia yang udaranya bersih dan sehat.
Prioritas kebijakan harus dimulai di daerah dengan polusi tinggi, seperti Jakarta, untuk mengurangi beban APBN.
Soal pendistribusiannya sendiri, Ferdy melihat Pertamina sudah siap dan akan menjual bahan bakar rendah sulfur tersebut.
“Pertamina memilih Jakarta sebagai titik awal penerapan strategi ini, mengingat tingginya polusi udara di Jakarta. Pertamina siap menjual solar rendah sulfur terlebih dahulu di tiga SPBU di Jakarta,” kata Ferdy (chi/jpnn).