saranginews.com – Jakarta – Dewan Kerja Sama dan Koordinasi Dunia Usaha dan Industri (Mitras DUDI) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengusung produk unggulan dari delapan satuan pendidikan vokasi dalam Konferensi Kemitraan Pendidikan Tinggi ( HEPCON) 2024.
Higher Education Expo akan diselenggarakan di Balecatini Convention Center Jakarta pada tanggal 29 hingga 31 Agustus 2024. Merupakan forum untuk memperkuat kerja sama internasional guna menjawab tantangan global di era digital.
Baca juga: Wury Maâruf Amin mengapresiasi kiprah lulusan PKW Kemendikbud
Salah satu karya teknologi yang menarik minat pengunjung adalah pemanfaatan drone dalam bidang pertanian.
Politeknik Negeri Jakarta (PNJ) memperkenalkan drone pintar untuk membantu petani mendeteksi penyakit padi.
Baca juga: TNI AU melantik drone dari Türkiye untuk memperkuat pertahanan udara Indonesia
“Drone pintar ini memenuhi kebutuhan petani pada periode ini,” kata Aulia Rahman, Direktur Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat PNJ, yang ditemui JPNN di HEPCON 2024.
Ia menjelaskan, drone tersebut akan memetakan penyakit dan hama padi yang tidak dapat dilihat satu per satu.
Baca juga: Banjir melanda 3.489 Hektar areal persawahan di Kecamatan Puso Kudus
Alat tersebut akan mengambil foto tanaman padi yang terserang hama. Gambar dari foto tersebut kemudian diolah di laboratorium untuk diketahui jenis penyakitnya agar tidak menular ke tanaman atau tanah lain.
Dari sini, isi dan modalitas pengobatan akan ditentukan. “Jadi ini sebagai deteksi dini adanya hama atau penyakit yang menyerang padi,” ujarnya.
Olia mengatakan pembuatan prototipe tersebut membutuhkan waktu dua tahun.
Sekitar 10 penyakit padi ditemukan dalam penelitian tersebut, salah satunya adalah penyakit bercak kuning daun.
Aulia mengungkapkan akurasi drone ini sangat tinggi, mencapai 80-90%. Namun PNJ terus meningkatkan kemampuan kameranya melalui database yang besar untuk meningkatkan akurasi. Saat kapasitas piksel kamera semakin besar, akurasi menjadi lebih penting.
“Kami kembangkan mulai dari pengontrolnya, lalu perpustakaannya, dan terakhir pengembangan pergerakan kamera 3D atau 3D,” ujarnya.
Indra Hermawan, salah satu peneliti PNJ menambahkan, drone pertanian ini diciptakan oleh mahasiswa dan dosen Departemen Informatika dan Komputasi.
Sebenarnya sudah ada drone pintar pertanian di pasaran, namun harganya lebih dari 100 juta rupiah yang tidak mampu dijangkau oleh petani.
“Petani kami masih kesulitan mengakses teknologi ini, sehingga sekitar dua tahun lalu kami melakukan diskusi, penelitian dan penemuan di kelompok tani di Bogor,” kata Indra.
Salah satu permasalahannya, lanjutnya, produksi padi berkurang lebih dari 40 persen karena penyakit padi.
PNJ juga menawarkan solusi yang sangat efisien, berteknologi tinggi namun lebih terjangkau.
Dalam bentuk usahanya, PNJ menyediakan drone pintar yang akan dipinjamkan kepada petani melalui koperasi. Oleh karena itu, PNJ bekerja sama dengan koperasi pertanian.
Terkait pengembangan drone pertanian, Aulia Rahman menjelaskan, PNJ berencana membekalinya dengan alat penyemprotan ke depannya.
“Drone untuk mendeteksi penyakit tanaman masih dalam tahap awal. Nanti akan dikembangkan untuk menyemprot pestisida sehingga lebih mudah dan efisien bagi petani,” ujarnya.
Ia berharap hal ini bisa menjadi solusi untuk meningkatkan produksi padi di kalangan petani di Kabupaten Bogor. Anda tidak perlu lagi memeriksa penyakit tanaman secara manual. (esy/jpnn)