saranginews.com – Persoalan penanganan kasus pengeroyokan siswa tersangka guru honorer Supriyani, guru SDN 4 Baito, Konawa Selatan, Sulawesi Tenggara, diungkap eks Kabareskrim Polri , Susno Duaji.
Hal itu diungkapkan Susno saat menjadi saksi ahli dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Negeri Andoolo, Senin (4/11/2024) lalu. Meski begitu, purnawirawan jenderal polisi bintang tiga itu tetap hadir secara langsung.
Baca juga: Guru Kehormatan Supriyani dan Orang Tua Korban Sepakat, Simak
Kapolri Dewan AKBP Februari Sam (kiri), Dewan Guru Kehormatan Supriyani (kedua kiri), Bupati Dewan Surunuddin Dangga (tengah), dan Aipda Wibowo Hasyim beserta istri (kedua kanan) sepakat berdamai. MES/HO-
Dalam keterangan ahlinya, Susno mengungkap kejanggalan yang menyebabkan kasus guru Supriyani harus disidangkan.
Baca juga: Ada Kontrak Kehormatan Lolos Seleksi PPPK 2024, BKPSDM Kalah, Begini Ceritanya
Hal yang ditegaskan Susno salah satunya adalah belum adanya penyidikan terhadap dugaan pengeroyokan terhadap pelajar berinisial D yang juga merupakan anak seorang polisi.
Ternyata tidak dilakukan penyidikan karena tidak tertangkap tangan, seolah-olah hanya menghentikan penyidikan, kata Susno seperti dilansir Disney, Selasa (11/5/2024).
Baca Juga: Calon Kehormatan PPPK 2024 Dinyatakan MS Ditolak OPD, Ada Juga yang TMS Karena Hal Sepele, Duh!
Menurut Susno, dalam penyidikan sendiri belum ada laporan polisi mengenai penyitaan barang bukti berupa sapu yang dilakukan Polsek Baito.
“Bagaimana bisa barang bukti disita tapi tidak ada penyidikan,” ujarnya.
“Mereka menyita barang bukti berupa sapu, memanggil dan menginterogasi terduga pelaku meski belum ada laporan polisi,” lanjut Susno.
Susno mengatakan, hal itu bisa dilakukan jika terduga pelaku tertangkap tangan.
Namun dalam kasus dugaan penganiayaan terhadap siswa kelas 2 SDN 4 Baito yang merupakan anak dari Aipda Wibowo Hassim, anggota Polsek Baito tidak tertangkap tangan.
Ahli juga menyayangkan tidak adanya filter dalam rekaman kasus Supriyan, baik oleh jaksa maupun pengadilan.
Oleh karena itu, Susno menilai kasus tersebut tidak memiliki bukti yang kuat karena hanya sedikit saksi dewasa yang tidak mendengar atau melihat langsung peristiwa dugaan penganiayaan yang dilakukan terhadap korban D.
Saat ini, cerita yang diterima dan dijelaskan dalam BAP adalah cerita saksi anak, dimana menurut hukum acara Indonesia, saksi anak bukanlah saksi.
Sebab, keterangan anak bisa berbeda-beda padahal keterangan saksi anak bisa digunakan untuk mendukung keterangan saksi dewasa.
“Penyidikan sangat-sangat lemah dan kami berharap di tingkat penuntutan kasus ini dikembalikan ke P19 atau ditolak dan tidak menjadi P21,” kata Susno.
Komjen (purnawirawan) Susno mengatakan aneh jika JPU langsung menerimanya dan tidak tahu sebanyak P1, bahkan JPU menyebut berkas perkara sudah lengkap dan layak dibawa ke pengadilan.
Di sisi lain, Andre Darmawan selaku kuasa hukum mengatakan kliennya, Guru Besar Supriyani, diuntungkan karena saksi ahli mengungkapkan banyak prosedur yang salah.
Kuasa hukum Persatuan Pengacara Muda Indonesia Labah atau Hami menjelaskan, keterangan ahli semakin memperjelas permasalahan tersebut.
Dalam keterangannya di Pengadilan Negeri Andoolo, Andre mengatakan, penetapan tersangka tidak hanya berdasarkan berkas formal saja, melainkan keterangan para saksi juga dicocokkan dengan alat bukti lain.
“Menurut ahli, keterangan anak tidak bisa dijadikan alat bukti, harus dilihat apakah sesuai dengan alat bukti lain,” kata Andre.
Andre menjelaskan, bukti lain juga tidak mendukung, seperti keterangan saksi yang bertentangan (Disway/JPNN) hingga video pilihan redaksi ketinggalan.