saranginews.com – Kendri – Supriyani, guru besar honorer asal SD Negeri 4 Baito, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, menjalani sidang kedua di Pengadilan Negeri (PN) Andulo pada Senin (28/10).
Namun majelis hakim menunda sidang kasus dugaan penganiayaan tersebut karena adanya perbedaan pendapat antara Jaksa Agung (JPU) dan kuasa hukum terdakwa.
Baca Juga: Ratusan Guru Berdoa di PN: Tinggalkan Yang Terhormat Supriyani yang Selama Ini Mengabdi, Digaji Rp 300.000
Kasus Guru Kehormatan SDN 4 Profesor Byto viral di berbagai media sosial karena dilaporkan pada April 2024 oleh orang tua muridnya, anggota Polsek Byto yang dituduh melakukan perbuatan tercela.
Polisi merujuk kasus tersebut ke kejaksaan dan Supriyani dimasukkan ke penjara wanita.
Baca Juga: Kasus Guru Honorer Supriyani yang Ikut PPPK 2024, Pak Haleem: Yang Dibicarakan Menteri
Supriyani kemudian mendapat penangguhan penangguhan, namun proses hukum tetap berjalan.
Berikut 4 peristiwa penting terkait kasus Supriyani pada Senin.
Baca Juga: Guru Honorer Supriyani Tak Hanya Ikut Seleksi PPPK 2024, Dia Jadi 1 Tindakan suportif tidak hanya datang dari PGRI saja
Ratusan warga Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sultra kembali ke Pengadilan Negeri Andulo pada Senin untuk menyaksikan sidang kedua Supriani.
Massa PGRI tiba dini hari dan langsung menuju lokasi ujian.
Namun massa solidaritas PGRI hanya berada di luar gedung pengadilan dengan pengawalan ketat polisi dari Brimob Sultra dan Polres Konawe Selatan (CONCEL).
Tak hanya massa PGRI, massa solidaritas mahasiswa Universitas Halu Oleo (UHO) pun hadir menyaksikan kasus Supriani.
Dalam sambutannya, para siswa mengatakan, kasus yang dialami guru honorer Supriyani adalah salah satu contohnya.
“Sulit dipercaya jika seorang guru honorer bisa dikriminalisasi seperti ini dalam kasus ini. Kami tidak akan melepas pendaftaran ini sampai ada kabar menggembirakan dari Supriyani,” kata siswa tersebut dalam sambutannya.
Ketua PGRI Sultra Abdul Halim Momo mengatakan PGRI datang untuk mengucapkan terima kasih dan memberi semangat kepada Supriani.
“Kami berharap Supriyani tidak bersalah karena kami melihat dia tidak bersalah dan dia tidak pernah melakukan apa yang dituduhkan,” tegasnya. Sekelompok guru P.N. Bacaan Yasin di depan pengunjuk rasa
Ratusan guru anggota PGRI melakukan protes di depan Pengadilan Negeri Andolo dengan membacakan Surah Yasin.
Guru datang membawa payung dan pengeras suara. Mereka datang protes di depan Pengadilan Negeri Andulo di Kabupaten Konawe Selatan, lalu membuka Alquran dan membacakan Surat Yasin.
Salah satu Koordinator Wilayah PGRI Konawe Selatan, Kamirun mengatakan, ratusan guru anggota PGRI serentak membacakan Surat Yasin untuk berdoa kepada Allah SWT agar membebaskan guru honorer SDN 4 Baito Supriani dari jeratan hukum.
Katanya, “Teman-teman guru yang hadir hari ini di Pengadilan Negeri Andulo, berdoa bersama dan membacakan surat Yasin untuk pembebasan saudara kita Supriyani dari hukum.”
Kamirun menambahkan, kehadiran ratusan guru di luar PN Andulo tak lain hanyalah untuk menjamin keamanan dan menuntut agar Supriyani segera dibebaskan oleh aparat penegak hukum.
“Perlu diketahui, Supriyani adalah seorang guru yang mengajar anak-anak negara untuk mengajar, namun penghasilan yang diperoleh Supriyani justru bertentangan dengan pengabdiannya sebagai guru honorer yang hanya mendapat Rp 300 per bulan,” tandasnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan, PGRI Kabupaten Konaway Selatan berkomitmen melindungi dan mendampingi Supriyani hingga benar-benar bebas dan pulih kembali harkat dan martabatnya.
Selain pembebasan, kami juga menuntut pemulihan harkat dan martabat Supriyani. 3. Penggugat menolak keberatan kuasa hukum Supriyani.
Keberatan kuasa hukum Supriyani ditolak Jaksa Agung dalam sidang lanjutan kasus dugaan penganiayaan di Pengadilan Negeri Andulo, Senin.
Ujang Sutisna, jaksa yang juga mengepalai Kejaksaan Negeri Conway Selatan, mengatakan pihaknya menolak permintaan yang dibacakan kuasa hukum Supriyani dalam persidangan.
Intinya, kami menolak permintaan kuasa hukum atas sejumlah persoalan yang sudah tidak relevan lagi dengan pokok perkara, ujarnya.
Ia mengatakan, beberapa poin pengecualian ditolak karena tidak sesuai dengan Pasal 156 KUHP dan poin tersebut dibacakan ke pengadilan.
Banyak poin yang disampaikan kuasa hukum, saya hanya menyebutkan ada beberapa poin yang tidak ada dalam Pasal 156 KUHP, itu saja, ujarnya.
Ujang juga mengatakan, sudah ada kesepakatan antara jaksa dan kuasa hukum terdakwa untuk melanjutkan persidangan terhadap pokok perkara.
Ia menyayangkan tindakan kuasa hukum yang sempat meminta eksepsi pada sidang pertama, namun kemudian saat eksepsi dibacakan, ia meminta dilanjutkannya persidangan pada sidang tahap utama.
Intinya kuasa hukumnya minta pokok perkara tetap dilanjutkan saat itu, kenapa tidak kemarin, ujarnya.
Sementara itu, kuasa hukum guru Supriyani Andre Darmavan mengatakan, kasus tersebut telah dinyatakan resmi melanggar Undang-Undang Sistem Peradilan Anak karena beberapa prosedur tidak diikuti.
“Misalnya ada laporan yang meminta pekerja sosial memberikan bantuan, namun penyuluh tidak,” jelas Andre.
Ia juga mengungkapkan, terdapat juga pelanggaran kode etik dalam kasus tersebut, salah satunya adalah konflik kepentingan karena penyidik dan jurnalis dalam kasus tersebut merupakan rekan satu kantor, Polisi Sektor (Polsec) Byeto.
“Bu Supriani kemudian didesak untuk mengaku, padahal Supriani tidak pernah, juga ada tuntutan Rp 50 juta. Jadi, semua itu pelanggaran prosedur,” jelasnya.
Andre menjelaskan, dalam persidangan, pihaknya meminta majelis hakim mengesampingkan keberatannya agar persidangan bisa dilanjutkan.
Aneh, kami minta keberatan, tapi kami minta majelis menolaknya. Karena kalau eksepsi kami diterima, misalnya, perkaranya tidak masuk ke pokok perkara, jelasnya.
Ia menambahkan, tujuan dilanjutkannya persidangan perkara pokok adalah untuk membuktikan Supriyani tidak bersalah dan dijebak.
“Kami ingin oknum ya oknum yang menjadikan Supriyani sebagai tersangka, yang menyebabkan ditahannya Supriyani, harus bertanggung jawab secara administratif, misalnya ada sanksi moral atau lainnya, termasuk sanksi pidana,” ujarnya. ditambahkan .4. Hakim menunda sidang kasus Supriyani
Majelis hakim menunda perkara tersebut karena adanya perbedaan pendapat antara jaksa dan kuasa hukum terdakwa.
Majelis hakim yang dipimpin Stevie Rossano beranggotakan Vivi Fatmawati Ali dan Sigit Jati Kusumo memulai sidang pada pukul 09.00 WITA dan sempat ditunda selama satu jam karena mengabulkan permohonan untuk menyiapkan jawaban atas keberatan penggugat. Pemohon, kuasa hukum tergugat Supriyani dalam perkara ini.
Kuasa hukum terdakwa Supriyani, Samsuddin mengatakan, pihaknya membantah dan keberatan dengan tuduhan yang dilontarkan JPU pada persidangan awal.
Tim kuasa hukum terdakwa meyakini atau menyimpulkan bahwa surat dakwaan JPU tertanggal 16 Oktober 2024, nomor registrasi PDM-39/RP-9/10/2024, ‘dibuat berdasarkan hasil penyidikan yang melanggar prosedur yang telah ditentukan’. dalam ketentuan hukum dan oleh karena itu harus dinyatakan tidak dapat diterima.
Samsuddin mengatakan, “Kami selaku kuasa hukum sudah menyampaikan bahwa perkara ini akan dilanjutkan pada pimpinan pemeriksaan perkara.
Dia mengatakan, permintaan ini didasarkan pada pemikiran bahwa pengacara tidak ingin menghentikan pembuktian perkara hanya pada bukti formil atau prosedural.
“Pembuktian kasus ini diperlukan dengan memeriksa berkas-berkas pokok agar dapat dibuktikan bahwa terdakwa Supriyani tidak bersalah melakukan tindak pidana tersebut dan terdakwa telah dijebak oleh polisi dan jaksa. , ”katanya.
“Sehingga aparat kepolisian dan jaksa yang terbukti melakukan tindak pidana terhadap terdakwa Supriyani dapat dituntut dan dikenakan sanksi berat baik administratif maupun pidana,” ujarnya.
Usai mendengarkan paparan kedua belah pihak antara JPU dan kuasa hukum terdakwa, majelis hakim memutuskan menunda sidang ulang pada Selasa (29/10) untuk menyiapkan putusan sementara. (Sabtu/antara/jpnn)