saranginews.com – BANDUNG – Polda Jawa Barat mengungkap kasus penipuan seks di sebuah lapas.
Pelaku kejadian adalah empat orang narapidana. Sebuah kelompok melakukan penipuan ini dengan mengaku berasal dari Pemerintahan Borison.
BACA JUGA: Forum Peduli Indramayu Desak Polda Jabar Usut Penyidikan Arus Kas KPUD
Kabid Perhubungan Polda Jabar Kompol Jules Abraham mengatakan kejadian itu terjadi setelah seorang petugas polisi pertama kali melaporkan AFN ke polisi asal Sumedang pada 10 Agustus 2024.
Setelah diselidiki, terungkap pelaku masih berstatus narapidana di Lapas Kelas IIB Balikpapan.
BACA JUGA: Pegi Setiawan Bebas dari Tahanan Polisi Wilayah Barat, Telepon Jokowi dan Prabowo
Keempatnya merupakan warga binaan 2B Balikpapan atau narapidana kasus narkoba, kata Jules dalam jumpa pers di Mapolda Jabar, Jalan Soekarno-Hatta. , Kota Bandung, pada Rabu (4/9).
Jules mengatakan, kejadian tersebut bermula saat korban mendapat informasi adanya grup Telegram bernama Open BO Jabodetabek pada 21 Juli 2024.
BACA JUGA: Kasus Pegi Setiawan Kalah di Pengadilan, Polda Jabar: Kami Tetap Hormati Hukum
Korban ditawari video call sex (VCS) dengan akun atas nama Ratna.
Kemudian pelapor atau korban yang berminat berhubungan seks mengirimkan uang awal sebesar 50.000 riyal ke rekening Dana.
Korban juga dihubungi oleh beberapa orang yang mengaku sebagai pegawai badan keamanan swasta Boris Management.
Setelahnya, pelapor atau korban diminta mengirimkan uang secara bertahap, dengan berbagai alasan tentunya. Wartawan mengirimkan uang tersebut ke dua rekening penjahat.
Total kerugian jurnalis atau korban sekitar Rp38.340.154,- kata Jules.
Empat orang yang diduga melakukan penipuan di penjara berbagi tanggung jawab. Misalnya MML berpura-pura menjadi petugas polisi.
Lalu ada seorang warga binaan berinisial S yang memiliki akun Telegram atas nama Ratna.
Selain itu, BA adalah akuntan dan MFAN adalah kasir atau staf administrasi. Selain empat tersangka, enam saksi dan dua saksi ahli diperiksa polisi.
Barang bukti ada handphone, ada akun Whatsapp, ada rekening BRI, ada berkas tagihan perubahan Manajemen Borison senilai Rp15 juta atas nama jurnalis atau korban, ujarnya.
Pada saat yang sama, Ketua Front Siber AKBP Cyber Cyber.
Namun karena uangnya tidak dikembalikan, pelakunya menghilang.
“Kami masih melanjutkan penyelidikan. Kami juga berterima kasih kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, khususnya Karutan Kelas 2B Balikpapan, karena dengan bantuan rekan-rekan Karutan dan tim, kami bisa membebaskannya. Ini pekerjaan kami. ,” kata Martua.
Para tersangka dijerat Pasal 35 juncto Pasal 51 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008. Mereka terancam hukuman maksimal 12 tahun penjara dan denda Rp12 miliar. (mcr27/jpnn)