saranginews.com, JAKARTA – DPP Partai Demokrat resmi mengusung Augustinus Tamo Mbapa – Soleman Lende Dapp sebagai pasangan bupati-wakil bupati Kabupaten Sumba Barat (SBD) di provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk pemilihan serentak November mendatang. tahun 2024.
Pasangan acrobim AMAN menerima Surat Keputusan (SK) dari DPP Partai Demokrat yang diserahkan langsung oleh Ketua Umum Agus Harimurti Yudayona (AHY) di kantor DPP Partai Demokrat di Kecamatan Tugu Prokmamasi, Jakarta Pusat pada Minggu (25/08/2024). ). ). ) pada malam hari.
BACA JUGA: Agustinus â Soleman Siap mengusung Calon Bupati dan Wakil Bupati SBD 2024-2029
Dalam penyerahan dukungan DPP Partai Demokrat AMAN, AHY didampingi Pengurus DPP Partai Demokrat Teuku Riefki Harsia (Sekjen), Hermann Haeron (Ketua), Leonardus Leo (Ketua DPD Partai Demokrat NTT), Johannes Ngongo. Detta (Ketua DPC Partai Demokrat Sumba Barat Daya (SBD).
Augustinus Tamo Mbapa atau lebih dikenal Gustav tercatat sebagai Pengurus DPP Partai Demokrat yang kini menjabat Ketua Umum Persatuan Satwa Liar Indonesia (Patria) DPP. Patria merupakan organisasi yang anggotanya merupakan alumni Persatuan Mahasiswa Katolik Indonesia (PMKRI).
BACA JUGA: Gustav: Patria Anak Kandung Pancasila
Gustav juga menjadi aktivis sejak mulai kuliah di Universitas Nusa Sendana (Undana) Kupang. Gustav merupakan Ketua Umum Pusat Pemuda Katolik periode 2012-2025, Direktur Jenderal Pusat PMKRI periode 2002-2004.
Sebelumnya, Gustav juga pernah menjadi Ketua Presidium DPC PMKRI Cabang Kupang periode 1999/2000, serta Ketua Forum Komunikasi Generasi Muda Wona Kaka Kupang (FK GEMA Wona Kaka Kupang) periode 1993- 1995.
BACA JUGA: Ketua PATRIA Minta Jokowi dan Prabowo Jaga Stabilitas Politik Nasional
Sebagai informasi, setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA Katolik Anda Luri, Waingapu, Sumba Timur, Gustav melanjutkan pendidikannya di Fakultas Ilmu Administrasi yang kemudian berganti nama menjadi FISIP Universitas Nusa Sendang, Kupang. Gustav kemudian menyelesaikan program magister ilmu politik di Universitas Indonesia.
Sedangkan Solemen Lende Dappa (SLD) merupakan lulusan Program Magister Teologi STTNI Yogyakarta (201) dan lulusan Program Doktor Teologi STAK Teruna Bhakti Yogyakarta (2016).
Usai mendapat dukungan dari DPP Partai Demokrat, pasangan Augustinus Tama Mbapa dan Soleman Lende Dep (AMAN) hari ini ditetapkan mendapat dukungan dari DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Gustaf-SLD akan mendapat dukungan dari Partai Kebangkitan Nusantar (PKN) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Gustav mengatakan, dirinya dan SLD berpeluang mengusung calon bupati dan calon wakil bupati SBD setelah ada keputusan penting Mahkamah Konstitusi (MC) yang mengubah dasar dukungan terhadap calon Bupati tersebut. kepala daerah dan calon wakil kepala daerah.
Sekadar informasi, Mahkamah Konstitusi (CJC) sebelumnya mengabulkan permohonan Partai Buruh dan Partai Gelora terkait ambang batas pencalonan kepala daerah.
Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi memutuskan ambang batas pencalonan kepala daerah tidak lagi 25 persen perolehan suara partai politik/perkumpulan partai politik pada pemilu DPRD sebelumnya atau 20 persen kursi DPRD.
MC memutuskan ambang batas pencalonan kepala daerah dari partai politik sama dengan ambang batas pencalonan kepala daerah secara mandiri/perorangan/non partai sebagaimana diatur dalam Pasal 41 dan Pasal 42 UU Pemilu. Hukum.
Melansir mkri.id, dalam Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024, Mahkamah juga memberikan informasi secara rinci mengenai ambang batas yang harus dipenuhi oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu untuk dapat mendaftarkan calon induk daerah. mitra. calon (gubernur, bupati, dan walikota).
Putusan perkara yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora itu dibacakan pada Selasa (20/8/2024) dalam sidang pleno Mahkamah Konstitusi.
Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo yang membacakan putusan menjelaskan, permohonan Partai Buruh dan Partai Gelora dikabulkan sebagian oleh Mahkamah. Mahkamah menjelaskan, ayat (1) Pasal 40 UU Pilkada tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak berarti partai politik atau perkumpulan partai politik peserta pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon. jika mereka memenuhi persyaratan. persyaratan pengusulan calon gubernur dan wakil gubernur:
A. provinsi yang mempunyai jumlah penduduk sampai dengan 2.000.000 (dua juta) orang dalam daftar pemilih tetap, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari jumlah suara sah yang dikeluarkan di provinsi tersebut;
B. Provinsi yang mempunyai jumlah penduduk antara 2.000.000 (dua juta) sampai dengan 6.000.000 (enam juta) orang yang tercantum dalam daftar pemilih tetap, partai politik, atau perkumpulan partai politik peserta pemilu, harus memperoleh sekurang-kurangnya 8,5% suara sah (delapan setengah). persen) di provinsi;
C. Provinsi dengan jumlah penduduk tetap lebih dari 6.000.000 (enam juta) sampai dengan 12.000.000 (dua belas juta) jiwa, partai politik, atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh paling sedikit 7,5% (tujuh) suara sah. dan setengah persen) di provinsi;
D. Provinsi yang mempunyai jumlah penduduk lebih dari 12.000.000 (dua belas juta) orang dalam daftar pemilih tetap, partai politik, atau gabungan partai politik peserta pemilu, wajib memperoleh sekurang-kurangnya 6,5% (enam setengah persen) dari suara sah yang dikeluarkan pada pemilu tersebut. provinsi;
Untuk mengusulkan calon bupati dan wakil bupati, serta calon walikota dan wakil walikota:
A. Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk sampai dengan 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) jiwa yang tercantum dalam daftar pemilih tetap, partai politik, atau perkumpulan partai politik peserta pemilu, wajib memperoleh sekurang-kurangnya 10% (sepuluh persen) dari suara sah di Kabupaten/Kota;
B. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk daftar pemilih tetap lebih dari 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) sampai dengan 500.000 (lima ratus ribu) orang, partai politik, atau gabungan partai politik peserta pemilu, wajib memperoleh paling sedikit 8,5% dari jumlah pemilih tetap. jumlah yang sah. suara (delapan setengah persen) di Kabupaten/Kota;
C. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk antara 500.000 (lima ratus ribu) sampai dengan 1.000.000 (satu juta) orang dalam daftar pemilih tetap, partai politik, atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh paling sedikit 7,5% suara sah. . (tujuh setengah persen) di Kabupaten/Kota;
D. Kabupaten/Kota yang jumlah penduduknya lebih dari 1.000.000 (satu juta) orang pada daftar pemilih tetap, partai politik, atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh sekurang-kurangnya 6,5% (enam setengah persen) dari hak suara sah. suara di Kabupaten/Kota.
Menyatakan bahwa Ayat (3) Pasal 40 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Negara Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota akan menjadi Undang-undang.” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata Suhartoyo.
Sementara dalam uji hukum yang dibacakan Hakim Konstitusi Annie Nurbaningsih, Mahkamah menilai ketentuan Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada merupakan ketentuan yang menafsirkan lebih lanjut ketentuan Pasal 39 huruf a UU 8/2015. . yang berbunyi: “Pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur, pasangan calon bupati dan wakil bupati, serta pasangan calon walikota dan wakil walikota diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik.”
Dalam konteks ini, ketentuan Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada dapat disebut sebagai rencana untuk memberikan hambatan terhadap pencalonan calon kepala daerah oleh partai politik atau perkumpulan politik. pesta. partisipasi di dalamnya. pemilihan model alternatif. Pertama, apakah ia dapat memenuhi syarat untuk memperoleh paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPRD. Atau yang kedua, apakah ia dapat memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari total perolehan suara sah dalam pemilihan anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.
“Dua ambang batas seleksi pencalonan kepala daerah ditentukan oleh partai politik atau gabungan partai politik untuk menentukan opsi mana yang dapat dipenuhi,” kata Eni.
Terkait alternatif pertama, lanjut Eni, syarat tambahannya tertuang dalam Pasal 40 ayat (2) UU Pilkada yang pada dasarnya hanya memuat ketentuan cara menghitung sekurang-kurangnya sebagian kecil dari jumlah kursi DPRD. 20% Jika ternyata diperoleh angka pecahan dari hasil pembagian jumlah kursi DPRD, maka yang pasti jumlah kursi tersebut dihitung dengan cara pembulatan ke atas.
Sementara itu, lanjut Eni, norma Pasal 40 ayat (3) UU Pemilu juga menjelaskan lebih lanjut alternatif pencalonan kepala daerah, jika 25% (dua puluh lima persen) dari total suara sah dalam pemilihan DPRD anggota DPRD. Daerah yang bersangkutan akan digunakan, namun tidak dapat dipastikan, apabila ditemukan hasil suara sah yang menghasilkan angka pecahan sesuai pola yang ditetapkan dalam Pasal 40 ayat (2) UU Pemilu.
Dalam hal ini, ketentuan pasal 40 ayat (3) UU 10/2016 justru memberikan ketentuan tambahan, yakni akumulasi suara sah “hanya berlaku bagi partai politik yang memperoleh kursi di DPRD”, sebagaimana diminta para pemohon. Konstitusionalitas karena tidak sesuai dengan maksud kepala daerah yang dipilih secara demokratis sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945.
Artinya, bila menggunakan alternatif pertama atau kedua, sebagaimana disyaratkan ayat (1) dan ayat (3) pasal 40 UU 10/2016, keduanya harus dilakukan di DPRD. Ketentuan ini merugikan hak partai politik yang telah resmi ditetapkan sebagai peserta Pilkada Serentak 2024, yang mempunyai suara sah namun tidak mempunyai kursi di DPRD, karena tidak dapat mengajukan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah. kata Annie. (Lima/jpnn)