Adinda Lebu Raya Fokus Untuk Pemberdayaan Ekonomi Perempuan

saranginews.com, KUPANG – Seni tenun ikat Nusa Tenggara Timur (NTT) tidak hanya menjadi warisan budaya yang berharga, tetapi juga menjadi sumber penghidupan banyak keluarga di NTT.

Meski sudah ada sejak berabad-abad lalu, tenun ikat sebelumnya hanya sedikit dikenal di luar NTT. Namun dalam satu dekade terakhir, tenun ikat mulai mengalami kemajuan secara bertahap dan memasuki pasar domestik maupun internasional.

Baca Juga: Frans Lebu Raya Tokoh Penting PDIP NTT, Halo!

Di balik pemugaran ini ada sosok perempuan yang tetap menjadi penggeraknya, yakni Lusia Adinda Lebu Raya. Calon Wakil Wali Kota Kupang 2024-2029 ini tidak hanya dikenal karena perannya sebagai istri mantan Walikota NTT dan mendiang politikus Frans Lebu Raya, tetapi juga memiliki komitmen yang kuat terhadap kemajuan NTT.

Sejak menjadi Ketua PKK Nusa Tenggara Timur pada tahun 2008, Adinda fokus membangun kekuatan ekonomi perempuan

Baca Juga: Jenazah Frans Lebu Raya Tiba di Rumah Duka, Akan Shalat Bersama Malam Ini

Ia tidak hanya merancang proyek dari balik meja, ia berkeliling dari rumah ke rumah hingga ke lapangan. Ia pun menginspirasi ibu-ibu di pinggiran kota untuk memanfaatkan keahliannya, salah satunya merajut.

Adinda rutin mengunjungi para penenun dalam perjalanan jauh. Seringkali melalui jalan akses yang sulit. Selama puluhan tahun, ia mendengar suara masyarakat secara langsung, sehingga komunikasi langsung ini menjadi passionnya.

Baca Juga: Jenazah Frans Lebu Raya Tiba di Kupang dan Disambut Keluarga Lamaholot yang Menangis.

“Yang lebih penting dari nama besar saya adalah kemajuan daerah kesayangan saya,” kata Adinda.

Keinginannya untuk membawa perubahan mendorongnya untuk terus mengedukasi para ibu tentang pentingnya kemandirian dan memberikan manfaat bagi keluarga. Hasil dari kunjungan dan pelatihan intensifnya mulai terlihat beberapa tahun kemudian.

Nilai jual kain Ikat meningkat signifikan dan banyak keluarga yang merasakan manfaat ekonomi. Salah satu ibu penenun yang merasakan dampak langsung dari peran Adinda Lebu Raya dalam pemberdayaan perempuan adalah Mama Yosefa, warga desa terpencil NTT.

“Dulu saya menenun kain hanya untuk kebutuhan keluarga, namun karena Bu Edinda memberi nasehat dan mengajari saya, sulaman saya bisa terjual lebih banyak. “Adinda sangat peduli dengan kami,” kata Mama Yosefa.

“Dia tidak hanya memberikan pelatihan, tapi juga memberi kami kesempatan untuk berkembang lebih jauh.” “Saya kaget karena dia mau mendengarkan dan berterus terang,” lanjutnya.

Tak hanya dari segi ekonomi, Adinda juga memahami pentingnya melestarikan tenun ikat sebagai warisan budaya. Untuk itu, ia mengupayakan tenun Ikat menjadi mata kuliah di Universitas Nusa Cendana (Undana), sehingga membuka kesempatan bagi generasi muda untuk mempelajari dan melestarikan tradisi tersebut.

Tak hanya di tingkat nasional, Adinda juga membawa tenun ikat NTT hingga kancah global. Upaya ini tidak hanya mempromosikan warisan lokal, namun juga memperluas pasar karir penenun NTT di mata dunia.

Bagi Adinda, menenun bukan sekadar ekspresi, tapi juga alat perubahan yang bisa memberdayakan masyarakat.

Selain kegiatan sosial, seni, dan politik, Lusia Adinda tidak melupakan pentingnya pendidikan. Di tengah kehidupan sulitnya sebagai ibu, istri dan ketua PKK, ia melanjutkan studi hingga meraih gelar doktor (S3).

Gelar tersebut menjadi bukti dedikasi beliau dalam pengembangan diri dan peningkatan keterampilan yang diharapkan dapat terus bermanfaat bagi masyarakat NTT.

Adinda Lebu Raya menjadi bukti nyata bahwa perempuan bisa memberikan pengaruh besar tanpa harus tampil menonjol di media sosial.

Memerah, mendengarkan dan menawarkan solusi adalah cara dia bekerja. Sosoknya mungkin tidak selalu terlihat di layar kaca, namun manfaat dari tindakannya nyata dan dirasakan langsung oleh warganya. (cuy/jpnn)

Baca artikel lainnya… Keluarga menangis menyambut kedatangan jenazah Frans Lebu Raya di NTT 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *