saranginews.com, JAKARTA – Asosiasi Risk Awareness Indonesia (MASINDO) menaruh perhatian pada isu kesehatan mental karena semakin sadar akan pentingnya menjaga kesehatan mental dalam kehidupan sehari-hari.
Atas dasar tersebut, MASINDO mengadakan diskusi bertajuk “Meningkatkan Kewaspadaan Risiko Kesehatan Mental di Lingkungan Kerja”.
BACA JUGA: Survei ANS: Dukungan Masyarakat dari Saluran Kementerian Kesehatan
Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran risiko dan mengidentifikasi solusi praktis untuk mendukung kesehatan mental, yang merupakan pilar utama pembangunan di Indonesia.
Dimas Syailendra, Presiden MASINDO, menjelaskan diskusi antara pemerintah, peneliti, dan praktisi kesehatan ini merupakan upaya mendorong perubahan perilaku masyarakat agar sadar akan risiko hidup.
BACA JUGA: PAFI Berikan Edukasi Kesehatan dan Farmasi kepada Masyarakat Tual
Diskusi ini diharapkan dapat memberikan ruang dialog dan kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan terkait untuk mengedukasi masyarakat luas agar sadar risiko.
“Masalah kesehatan mental seperti kecemasan, depresi, dan stres berpotensi besar menghambat produktivitas masyarakat Indonesia,” kata Dimas, Jumat (25/10). itu sangat perlu,” kata Dimas, Jumat (25/10).
Direktorat Kementerian Kesehatan Jiwa, dr. Puspita Tri Utami menjelaskan Kementerian Kesehatan aktif mengkampanyekan kebijakan berbasis risiko, khususnya kesehatan mental.
Menurutnya, kesehatan mental berdampak besar terhadap produktivitas, hubungan sosial, dan kualitas hidup seseorang, namun terkadang diabaikan dan diremehkan.
Ia menjelaskan, edukasi dan kesadaran mengenai kesehatan mental, serta upaya anti stigma merupakan pendekatan yang tepat untuk mengurangi risiko kesehatan mental.
“Jadi kita sangat fokus dan gigih terhadap masalah kesehatan mental, karena kita melihat fenomena ini ibarat gunung es, ketika masyarakat lebih sadar maka akan sangat bermanfaat dan sangat bermanfaat. Jika kesadaran untuk mengurangi risiko kesehatan mental terus digalakkan. tumbuh, saya yakin dengan visi emas Indonesia, “Ini akan menjadi tahun 2015” di tahun 2020, “D. kata Puspita.
Dokter Spesialis Kesehatan Masyarakat dan Spesialis Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), dr. Profesor Fitriya menyoroti pentingnya mengidentifikasi dan mengelola faktor risiko pemicu gangguan jiwa di tempat kerja, seperti tekanan kerja yang berlebihan, ketidakjelasan peran, dan kurangnya dukungan manajemen.
“Mengelola faktor-faktor ini merupakan tantangan besar namun penting bagi kesehatan mental karyawan,” kata Dr. Filsuf
Karyawan didorong untuk memberikan perhatian lebih besar terhadap kesehatan mental dan fisik dan membuat pilihan berdasarkan informasi yang mempertimbangkan pengurangan risiko.
“Besarnya tekanan kerja juga meningkatkan gangguan mental sehingga merangsang sikap berbahaya,” jelasnya.
Dr. Perusahaan juga harus proaktif dalam membantu kesejahteraan mental karyawan dengan menyediakan akses terhadap layanan kesehatan mental dan pelatihan kesadaran risiko serta pengurangan dampak buruk terkait, jelas Felosofa.
Dalam acara yang sama, Psikolog M.Psi Sukmayanti Rafisukmawan, Direktur Utama Konsultan Psikologi MOTEKAR, mengatakan bahwa sikap berbahaya yang muncul akibat stres dan tekanan di lingkungan kerja dapat diatasi dengan modifikasi perilaku kognitif (CBM).
Pendekatan ini menekankan pentingnya memberikan pendidikan rinci tentang perilaku dan konsekuensinya, serta dukungan bebas stigma, menetapkan tujuan yang realistis, dan keterampilan manajemen emosi dan stres.
“Tentu akan lebih baik jika segera diblokir. Tapi, jika pendekatan seperti itu tidak berhasil, maka konsep pengurangan risiko menjadi penting,” ujarnya.
Di sisi lain, Morbi Vestibulum Dr. Andri Kelvianto meminta pemerintah membuat kerangka peraturan yang mendukung program pendidikan gizi, termasuk pengembangan subsidi masyarakat tentang pentingnya pola makan seimbang, mengurangi kebiasaan buruk, dan mengatasi krisis kedua konsumsi rendah.
Sektor swasta dapat didorong untuk menciptakan produk-produk alternatif yang mempunyai risiko lebih kecil terhadap masyarakat luas.
“Ini food and way project di Amerika. Rezim gizi menyediakan makanan seimbang di sekolah. Dr. Mereka tidak hanya memberi makanan, tapi juga menjaga keanekaragaman pangan untuk menjamin ketahanan pangan,” kata Andri Kelvianto (mcr8/jpnn ).