Pengamat Dukung Langkah Menteri Bahlil Membatasi Subsidi BBM, Begini Alasannya

saranginews.com, JAKARTA – Pengamat ekonomi energi Universitas Gajah Mada (UGM) Fahmi Radhi mendukung rencana pemerintah melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia yang akan memberlakukan pembatasan konsumsi dan distribusi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi pada Oktober mendatang. 1 Agustus 2024.

Menurut Fahmy, kebijakan ini sangat mendesak dan akan segera dilaksanakan untuk mengurangi perluasan pendapatan dan belanja negara (APBN. Sebab, subsidi BBM dinilai belum mencapai target.

BACA JUGA: Soal retorika pembatasan BBM bersubsidi, Jokowi: Pekerjaan masih berjalan

“Menurut saya ini sangat mendesak karena beban APBN akibat subsidi semakin besar dan salah sasaran juga cukup besar, sekitar 90 triliun, sehingga bebannya semakin berat, makanya Bahlil harus serius, untuk dorong agar segera dilaksanakan. kata Fahmy pada Kamis (29/8/2024).

Menurut Fahmy, retorika pembatasan BBM bersubsidi sebenarnya sudah beberapa kali disuarakan, di antaranya Menteri Koordinator Perikanan dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan pernah menyebut dirinya membatasi BBM bersubsidi.

BACA JUGA: PPN Bentuk Satgas Pastikan Kepatuhan Distribusi BBM dan Gas IKN

“Saya kira pemerintah sudah mengulangi retorika pembatasan BBM bersubsidi, tapi belum terlaksana. Terakhir kali Luhut mengatakan pembatasan akan diberlakukan pada 17 Agustus, Airlangga jelas membantahnya,” kata Fahmy.

“Nah, kali ini Bahlil bisa melaksanakannya atau tidak. Kita lihat saja nanti,” tambahnya.

BACA JUGA: VSK mempresentasikan model kemitraan bisnis non-bahan bakar di IFRA 2024

Fahmi mengatakan, berdasarkan data yang dimilikinya, angka Rp 90 triliun itu tidak benar, sehingga pemerintah harus segera menghemat anggaran besar tersebut dengan melakukan pembatasan.

“Saya kira data menunjukkan bahwa sekitar 90 triliun barel bahan bakar tidak akan mencapai target, dan itu adalah jumlah yang sangat besar yang perlu segera dihemat,” ujarnya.

Lebih lanjut Fahmi menjelaskan, pembatasan BBM bersubsidi bukan berarti menaikkan harga BBM, hal itu harus dijelaskan kepada masyarakat.

Jika tidak segera dibatasi, kata Fahmi, sebaiknya pemerintah tidak mengambil kebijakan pembatasan kenaikan BBM untuk menjamin keamanan APBN. Lagi pula, jika pemerintah menaikkan harga BBM justru akan berdampak buruk pada inflasi dan menekan daya beli masyarakat.

“Jika hal ini tidak pernah dilakukan, biasanya pemerintah mencari jalan keluar yang mudah dengan menaikkan harga BBM bersubsidi, dampaknya cukup signifikan terhadap inflasi dan daya beli,” ujarnya.

“Kebijakan perbatasan laut sangat mendesak dan harus segera dilaksanakan,” pintanya.

Fahmi menegaskan, pertama-tama perlu menghimbau masyarakat bahwa pembatasan BBM preferensi tidak berarti menaikkan harga BBM.

“Selain itu, website juga perlu memastikan persepsi umum terhadap pembatasan tersebut tidak salah kaprah, karena selama ini masyarakat memahami bahwa pembatasan subsidi akan berdampak pada kenaikan harga BBM bersubsidi, padahal itu belum semuanya,” ujarnya. .

Selain itu, lanjut Fahmy, sebelum menerapkan kebijakan pembatasan BBM bersubsidi, ia meminta kepatuhan ketat terhadap Keputusan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Eceran BBM yang berlaku di daerah tersebut. diatur. jadi tepat sasaran.

“Pertama, akan diputuskan mekanismenya seperti apa, kemudian akan ditetapkan dalam Perpres Nomor 191 yang akan dipertimbangkan pemerintah dalam waktu dekat,” ujarnya.

Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (MEM) akan segera memberlakukan pembatasan konsumsi dan distribusi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.

Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia, pembatasan pembelian BBM bersubsidi bisa dilakukan mulai Oktober 2024.

“Sebenarnya ada rencana seperti itu (pembatasan akan dimulai Oktober). Karena kalau aturannya sudah keluar, nanti ada waktu untuk sosialisasi,” kata Bahlil.

Bahlil mengatakan saat ini masih banyak konsumsi BBM bersubsidi yang belum memenuhi target. Dengan kata lain, masih banyak mobil mewah kelas menengah yang menggunakan bahan bakar bersubsidi.

“Iya (orang kaya tidak boleh konsumsi), BBM bersubsidi itu untuk mereka yang berhak. Yang berhak mendapat subsidi adalah masyarakat kelas bawah dan menengah. Kalau kita menggunakan BBM bersubsidi seperti yang kita lakukan, apa kata dunia? ?” kata Bahlil (fö/jpnn)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *