KPPU Diminta Memelototi Isu Persaingan Usaha Tak Sehat di Industri Otomotif

saranginews.com, JAKARTA – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) diminta mengusut persoalan praktik tidak sehat yang meresahkan pengusaha otomotif tanah air.

Dimana diduga terdapat praktek usaha monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

BACA JUGA: KPPU mengajak mengusut permasalahan persaingan usaha tidak sehat di industri otomotif

Sebenarnya Indonesia sudah memiliki undang-undang yang melarang praktik bisnis tidak sehat, yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.

Yang disoroti adalah adanya klausul eksklusivitas dalam perjanjian vertikal antara Agen Induk Merek (APM) dengan distributor atau dealer.

BACA JUGA: Klarifikasi Pernyataan KPPU, Pertamina Patra Niaga Tolak Monopoli Avtur di Indonesia

Praktek waralaba jarang diperhatikan oleh masyarakat umum karena terjadi antara APM dan dealer. Hal ini dibuktikan oleh beberapa pemilik dealer mobil di Indonesia.

Salah satunya menyebutkan, selama ini pemilik dealer harus meminta izin kepada pemilik merek jika ingin mendirikan usaha baru dengan menjual merek lain.

BACA JUGA: Perkembangan industri otomotif terhenti, pakar hukum persaingan usaha mengungkap alasannya

“Dalam praktiknya, kami harus memberikan izin terlebih dahulu kepada pemilik merek,” kata T dalam keterangan tertulis yang diperoleh redaksi.

Ia juga menyebutkan ada tantangan yang dihadapi distributor ketika ingin membuka jaringan penjualan merek lain.

“Tantangannya, kalau distributor tidak puas dengan kita, maka kalau kita tidak menyediakan produk yang bagus, bisnis kita bisa mati dengan sendirinya,” ujarnya.

Pemilik dealer mobil juga menyatakan bahwa jika waralaba dibiarkan terus berlanjut, hal ini dapat menghambat pertumbuhan industri otomotif Indonesia.

“Banyak pengusaha yang ingin terjun di bisnis mobil, khususnya menjual mobil baru. “Kalau APM bersedia, peluang ini terbuka,” imbuhnya.

Hal ini tentu berdampak buruk bagi masyarakat yang tidak diberikan kesempatan untuk memilih banyak merek karena hanya menjual satu merek saja.

Pemilik bisnis A lainnya menemukan bahwa tidak ada kata-kata ‘dilarang’ yang tegas dalam klausul perjanjian, namun bahasa dalam perjanjian tersebut adalah bahwa persetujuan APM diperlukan.

“Serius ya, sebenarnya dilarang membuat tanpa izin APM, karena kalau pedagang harus minta persetujuan APM, mereka sudah tahu kalau APM sulit memberi persetujuan kalau pemiliknya. dari pedagang ingin memutuskan. mendirikan perusahaan baru yang menjual mobil merek lain.”

Berdasarkan hal itu, para pengusaha meminta KPPU mengusut persoalan praktik tidak sehat yang menjadi perhatian para pengusaha, termasuk di sini.

Sebagai pelaku usaha, pemilik dealer yang enggan disebutkan namanya mengaku mendukung langkah tersebut.

“KPPU bisa menjadi watchdog, memberikan perlindungan kepada pedagang, misalnya jika ada praktik sewenang-wenang, begitu juga dengan distributor. Kami mengharapkan keadilan, katanya.

D yang juga pemilik diler mobil mendorong regulator mengusut klausul eksklusivitas antara pemegang merek dan investor.

Menurut dia, perlu dilakukan investigasi jika ada keraguan klausul eksklusivitas bisa mengganggu penjualan diler.

Hal itu diungkapkan Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Mone Stepanus.

“Konsumen secara tidak langsung akan dirugikan, karena pilihan barang yang diinginkannya semakin terbatas,” ujarnya.

Mone mengatakan pada dasarnya setiap bisnis ingin berkembang.

Salah satu cara untuk mengembangkan bisnis Anda adalah dengan mencoba meningkatkan daya tawar Anda. Namun hal tersebut harus sesuai dengan norma yang ada.

Regulator harus memastikan peningkatan daya tawar tidak melanggar norma hukum, terutama persaingan usaha tidak sehat,” kata Depdiknas. (ray/jpnn)

BACA ARTIKEL LAIN… Pengawas Otomotif Prediksi Pertumbuhan Kendaraan di Indonesia, Cek Disini!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *