Penyidik Kejagung Dinilai Lakukan Abuse of Power dalam Kasus Korupsi Tata Niaga Timah

saranginews.com, Jakarta – Penasihat Hukum C.V. Venus Inti Perkasa (Thamron alias Aon CS) Andi Inovi Nababan mengatakan, penyidik ​​tindak pidana khusus Kejaksaan Agung diduga melakukan perbuatan melawan hukum dalam kasus korupsi usaha tambak yang menimbulkan kerugian hingga Rp300 triliun.

Pernyataan itu disampaikan Andy dalam eksepsi (nota keberatan) dalam sidang perkara korupsi perdagangan timah di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (9/5/).

Baca Juga: Pengusaha Tatian Wahiudi DPO Kasus Korupsi Timah Rp 300 T

Andy saat itu juga menegaskan, Pengadilan Tipikor tidak mempunyai kewenangan mengadili perkara de quo (yurisdiksi penuh) karena jaksa salah menerapkan Undang-Undang Tipikor yang relevan dengan perkara de quo.

“UU Tindak Pidana Korupsi tidak relevan untuk diterapkan dalam hal apapun, karena situasi Pt. Timah Tbk hanyalah anak perusahaan BUMN yang tidak ada kaitannya dengan keuangan/kekayaan negara berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 47 Tahun 2017 tentang Penambahan Modal Negara Republik Indonesia Menjadi Modal Saham. Melihat kurun waktu perusahaan (Persero) PT Indonesia Asahan Aluminium dan kasus kejadian PT. Timah Tbk masih merupakan anak perusahaan PT. Inalam,” kata Andy Nababan.

Baca Juga: Korupsi Tambak, 2 Petinggi Perusahaan Smelter Ini Dituding Terima Rp4,1 Triliun

Hal itu dikatakannya sesuai putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 01/PHPU-PRES/

Selain itu, terdapat Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Hasil Rapat Pleno Mahkamah Agung Tahun 2020 sebagai pedoman pelaksanaan tugasnya. pasal 2A ayat (7) Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2016 tentang “Penyertaan dan Tata Cara Penyelenggaraan BUMN pada Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2005″.

Baca juga: Bagaimana Helena Lim Membantu Harvey Moyes Mengumpulkan Uang Korupsi Timah

Selain itu, alumnus Universitas Padjadjaran ini mengatakan, beberapa putusan pengadilan tipikor terkait kasus tersebut menyatakan anak perusahaan BUMN tidak memiliki keterkaitan dengan negara.

Berdasarkan fakta tersebut, seharusnya berkas derivasi diselesaikan melalui penyelesaian konflik lingkungan hidup atau tindak pidana lingkungan hidup dan kerusakan lingkungan hidup tersebut bukan merupakan kerugian ekonomi negara dan perhitungan kerusakan lingkungan hidup dilakukan oleh penyidik ​​Kejaksaan Agung. Referensi itu kebalikan dari panggilan perkara ke hukum,” ujarnya.

Oleh karena itu, jelas Andy, dakwaan Jaksa (JPU) cacat hukum berdasarkan berita acara pemeriksaan (BAP) yang berlaku saat ini, sehingga dakwaan JPU batal.

“Dalam perkara ini, penyidik ​​Kejaksaan Agung telah mendalami dan menghitung kerugian lingkungan hidup yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja , Tahun 2013 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Pertambangan dengan UU Kehutanan No. 4 Tahun 2009 dengan UU No. 41 tentang Penebangan Hutan (P3H). Padahal dalam undang-undang disebutkan hak penyidikan adalah tanggung jawab Kepolisian Negara dan Penyidik ​​(PPNS),” ujarnya.

Dalam kasus ini, penyidik ​​Kejagung juga mengabaikan Pasal 14 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang penindakan tindak pidana korupsi.

“Jaksa mendakwa ada beberapa unsur kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan para terdakwa yang bertentangan dengan UU Minerba, UU PPLH, dan UU P3H, sedangkan pelanggaran-pelanggaran tersebut bukan merupakan tindak pidana korupsi. “Kalaupun ada pelanggaran, perkara itu harus diselesaikan sesuai dengan asas sistematika undang-undang khusus, sesuai dengan yang ditetapkan undang-undang yang berlaku,” ujarnya.

Andy mengatakan, tindakan penyidik ​​Kejaksaan Agung, Kejaksaan, BPKP, dan pihak lain bisa diduga bertentangan dengan UU Minerba, UU PPLH, dan UU P3H serta Penyalahgunaan Hak Asasi Manusia. adalah atau fasilitas yang mereka miliki karena kondisi atau posisinya – serupa.

Lebih lanjut, mantan penasihat hukum Kementerian Lingkungan Hidup ini mengatakan, dalam kasus ini penyidik ​​kasus A Coo adalah orang yang sama dengan jaksa dan hal tersebut sangat bertentangan dengan KUHAP dan asas keberagaman fungsi. Sistem peradilan pidana di Indonesia, sehingga tuntutan yang timbul dari proses penyidikan dan penuntutan pun dapat dianggap ilegal.

“Selama persidangan dan dalam berkas tim jaksa telah menunjukkan dengan sangat jelas dan terbuka di hadapan persidangan bahwa yang menjadi pengajar suatu perkara adalah orang yang sama yang juga bertindak sebagai jaksa,” jelasnya. (cuy/jpnn)

Baca artikel lainnya… Beginilah cara Helena Lim bertemu Harvey Moyes sebelum bergabung dengan Teen Corruption

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *