saranginews.com, JAKARTA – Politisi Partai Demokrat yang juga menjabat Wakil Ketua Komisi
Menurut Dede Yusuf, konsep PTNBH yang seharusnya membantu perguruan tinggi mencari pendanaan di luar mahasiswa dan di luar dukungan pemerintah, tampaknya belum berjalan sempurna.
BACA JUGA: Kemenko Perekonomian ajak perguruan tinggi dukung penerimaan Indonesia menjadi anggota OECD
Dede Yusuf, di Gedung DPR, Jakarta, mengatakan: “Kalau hanya untuk menambah jumlah mahasiswa dengan dana mahasiswa itu sendiri, bukan berarti menambah perguruan tinggi yang berbadan hukum. Cukup menjadi swasta. ” , Selasa (7/5) ).
Oleh karena itu, Dede Yusuf menegaskan, Komisi X DPR RI telah membentuk panitia kerja (Panja) untuk mengevaluasi pelaksanaan PTNBH.
BACA JUGA: Pemprov Jateng gandeng perguruan tinggi untuk kurangi kecelakaan kerja
Selain itu, ia juga mempertanyakan kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di sejumlah kampus yang kini menjadi sorotan masyarakat.
Dede Yusuf mengkritik keras kebijakan kenaikan UKT yang banyak diterapkan di perguruan tinggi negeri (PTN).
BACA JUGA: Kemendikbud hibah tambahan anggaran Rp 1,9 triliun ke 21 PTNBH
Politisi Hizba Demokrat ini mengatakan, peningkatan signifikan sebesar 50-100 persen yang dicapai tidak bisa terjadi secara tiba-tiba, melainkan bertahap.
“Harusnya ada kenaikan bertahap sebesar 10 persen setiap tahunnya, itu masih dirasa wajar. Tapi kalau kenaikannya tinggi, kita harus bertanya inflasi apa yang menyebabkan harga pendidikan naik? Harga cabai atau harga telur. ?” kata Dede Yusuf.
Dede Yusuf juga menduga pemotongan bantuan pemerintah ke beberapa PTN menjadi penyebab permasalahan tersebut.
“Pemerintah mungkin tidak lagi mendukung universitas negeri. “Setiap tingkatan yang bergantung pada hal ini, pada akhirnya kita juga harus melihat komponen mana yang menaikkan jumlah dana pendidikan,” ujarnya.
Dampak buruk PTNBH
Secara terpisah, Pengawas Pendidikan Doni Koesoema mengatakan, kenyataan yang ada saat ini, status PTN BH justru mempersulit masyarakat untuk mengakses perguruan tinggi negeri.
“Saya melihat (PTN H) sangat merugikan pendidikan tinggi kita karena proses otonomi kampus tidak dibarengi dengan transfer dukungan pemerintah,” kata Doni saat dihubungi wartawan.
Dalam UU Dikti, kata dia, perguruan tinggi negeri seharusnya menjadi badan hukum yang mengharapkan otonomi pengembangan kampus.
“Persoalannya, apakah dengan hadirnya PTN BH ada kampus yang otonom? PTN BH yang untuk pengembangan radikal harusnya otonomi kampusnya, justru sudah tidak lagi menjalankan praktiknya dengan undang-undang ini.”
Alhasil, proses otonomi kampus seperti bagaimana mengatur biaya pegawai, guru, pelaksanaan peralatan pendidikan dan masih banyak lagi hal-hal rumit lainnya justru diambil alih oleh para guru.
“Peraturan ini tidak masuk akal, karena pemerintah sedang mempersiapkan proses transisi secara bertahap, masa menuju standar otonomi benar-benar dilakukan oleh mahasiswa?” dia menekankan.
Selain itu, Dony juga mengkritisi tanggung jawab PTNBH untuk membayar pemerintah dalam bentuk penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
“PNBP dilaporkan ke negara, disimpan di kas, lalu dikirim kembali ke kampus. Tak main-main betapa sulitnya membayar. Mengapa Presiden PTN memikirkan PNPB? (KPK), padahal mereka dipaksa membayar. rata-rata Rp 330 miliar ke PNBP. Jadi, “Bagaimana Pak Perdana Menteri dapat dananya?”
Dalam hal itu, Dony juga mewanti-wanti perguruan tinggi swasta (PTS) agar tidak terburu-buru tergiur perubahan status badan hukumnya.
Akibat dari program yang sedang dikembangkan ini adalah fenomena PTN BH yang justru lebih mahal dibandingkan PTS.
“Niat awal pemerataan akses pendidikan, harusnya PTN lebih murah. Tapi mereka (PTS) harus berpikir apakah mau pendanaan pemerintah kalau pindah ke PTN BH?”
Mengingat tingginya biaya pendidikan di PTN BH, maka PTS saat ini berlomba-lomba untuk menurunkan biaya pendidikan.
Doni mengatakan, “Swasta harus murah, kalau mahal tidak akan dijual.”
Perguruan tinggi swasta menengah, kata dia, kini sudah berbadan hukum yayasan, seperti Universitas Trisakti.
“Jadi kenapa pemerintah menekan Yayasan Trisakti untuk menjadi PTN BH, karena sudah diakuisisi oleh pemerintah, karena uang PTN BH Trisakti jelas dan besar. Kalau jadi PTN BH, Kemendikbud punya kuasa, dan itu Yang penting kita jangan sampai kita jadi PTN BH, itu dikuasai orang-orang di sekitar menteri, potensi di sana besar sekali,” kata Dony.
Meski demikian, Dony menilai pemerintah tidak boleh hanya menutup Yayasan Trisakti saja.
“Pemerintah tidak bisa menghapusnya sendirian, kampus Trisakti adalah milik rakyat,” tutupnya. (flo/jpnn)