Putusan MK Tidak Tegas, Pantas Tak Diikuti DPR dan Pemerintah

saranginews.com, Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan, syarat usia calon utama di daerah harus dipenuhi saat Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan calon kepala daerah.

Hal ini ditegaskan Mahkamah Konstitusi dalam pendapat hukumnya dalam putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024. Perkara ini menguji konstitusionalitas Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Huruf E (UU Pilkada) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

Baca juga: PDIP Tolak Keras RUU Pilkada yang Bertentangan dengan Keputusan Paripurna MK.

Terkait hal tersebut, Juhaidi Rizaldi, Direktur Eksekutif Institut Hukum dan Demokrasi Indonesia (ILDES), menilai Mahkamah Konstitusi harus mempertimbangkan putusan Mahkamah Agung (MA) yang menetapkan syarat usia calon pemimpin daerah. Kandidat terpilih telah dihitung. Selesai dan diaktifkan.

“Putusan Mahkamah Agung (MA) sudah ada, lalu kenapa MK tidak mempertimbangkannya, sebagai Mahkamah Konstitusi, seharusnya MK mengetahui semua undang-undang yang dibuat di Indonesia, khususnya Mahkamah Agung sejajar dengan ruang lingkup kekuasaan kehakiman MK. ,” kata Rizaldi kepada wartawan, Rabu (21/8).

BACA JUGA: RUU Pilkada Disahkan Massington Balague: Ini Yang Diinginkan Istana

Rizaldi merasa kasihan kepada mahasiswa hukum yang menyaksikan hal tersebut. Ia menilai ada beberapa hal yang perlu ditegaskan dalam undang-undang.

“Undang-undang harus diterapkan dalam konteks yang jelas dan spesifik agar tidak timbul penafsiran lain,” ujarnya.

Baca juga: Kang menilai amandemen UU Pilkada di wilayah TB melanggar putusan Mahkamah Konstitusi

Rizaldi lantas menyinggung posisi Partai Demokrat dan pemerintah dalam langkah perubahan putusan MK tersebut.

Ia mengatakan, Partai Demokrat dan pemerintah tidak mengikuti instruksi Mahkamah Konstitusi karena keputusannya tidak tegas dan tidak jelas pelaksanaannya.

Kedua, fase pilkada sudah dekat dan perubahannya sangat mendasar, ujarnya.

Rizaldi mengibaratkan tubuh manusia, dimana usia adalah tangan dan keputusan mengenai syarat penyelenggaraan pilkada adalah hati.

Ia berpendapat kedua organ ini harus diperlakukan berbeda-beda.

Dia menyimpulkan: “Yang paling penting adalah hati. Orang bisa hidup tanpa tangan, tapi kalau orang kehilangan hati, mereka mati. Kurang lebih begitu.”

Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan Nomor 70/PUU-XXII/2024 yang diajukan mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta A. Fahrur Rozi dan mahasiswa Porto Moro University Anthony Lee.

Dalam putusannya, Majelis Hakim menegaskan, syarat usia calon bupati dihitung sejak KPU menetapkan yang bersangkutan sebagai calon bupati.

“Calon Kepala Daerah dan Calon Wakil Kepala Daerah harus memenuhi persyaratan usia minimal pada saat mendaftar sebagai calon,” kata Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Sardi Isra saat membacakan putusan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa. 8).

Saldi Isra mengatakan, titik atau ambang batas usia minimal ditentukan pada saat proses pencalonan calon kepala daerah dan calon kepala daerah.

Namun Mahkamah Konstitusi menolak memasukkan ketentuan yang diminta Antony dan Fakhrul itu ke dalam Pasal 7(2)(e) UU Pilkada.

Sebab, implikasi jelas dari pasal syarat usia calon kepala daerah adalah syarat tersebut harus dipenuhi pada masa pencalonan.

“Berdasarkan pendekatan historis, sistematik, dan praktis yang dilakukan Mahkamah selama ini, setelah melalui pertimbangan yang menyeluruh dan menyeluruh serta melalui perbandingan, maka kata e Pasal 7 Ayat 2 UU Nomor 10 Tahun 2016 merupakan kriteria yang jelas, jelas, sebagaimana Basuluh Sama Matohari, Cheto Velo-Velo,” jelasnya.

“Oleh karena itu tidak perlu memberi atau menambah pengertian lain atau berbeda dari apa yang dimaksud dalam keputusan tersebut di atas, yaitu syarat-syarat yang bersangkutan harus dipenuhi dalam proses pencalonan untuk menentukan calon,” kata Sardi lebih lanjut (dil /jpnn) JANGAN Ketinggalan video terbarunya :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *