saranginews.com, Jakarta – Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Peters Celestines SH mengkritik pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyebut istana presiden di Jakarta dan Bogor berbau kolonialisme.
Pernyataan Jokowi tersebut menurutnya merupakan hal yang aneh dan menghina sejarah perjuangan kemerdekaan bangsa, serta menunjukkan sikap anti sejarah.
Baca juga: 10 Tahun Pendudukan Jakarta dan Istana Bogor, Kata Jokowi Bau Kolonialisme
Masuk akal juga untuk mencurigai bahwa ia menderita gangguan identitas disosiatif atau gangguan kepribadian ganda, suatu kelainan yang ditandai dengan adanya dua atau lebih keadaan kepribadian yang berbeda.
Pernyataan Presiden Jokowi tidak layak untuk dipublikasikan karena soal Istana Merdeka dan Istana Bogor yang bernuansa kolonial jelas merupakan kebohongan publik karena Jokowi sepertinya sudah hampir 10 tahun menikmati istana tersebut. Atau mungkin juga Jokowi dan keluarga. Ada yang bersifat kolonial, jadi setiap hari “suasana di istana terasa kolonial,” kata Peters di Jakarta, Sabtu (17/8/2024), sekaligus ada refleksi HUT ke-79 kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945.
Baca Juga: Respons Jokowi, Sejarawan: Karakter Kolonial Itu Penting, Gunakan Hukum untuk Menekan
Mengapa Presiden Jokowi berbohong? Menurut Peters, karena mantan presiden tidak pernah mengatakan atau merasa Istana Merdeka dan Istana Bogor terasa kolonial.
Sebab, para mantan Presiden RI punya karakter yang nasionalis dan sangat berpolitik, hal yang tidak dimiliki oleh Jokowi, ujarnya.
Baca Juga: Plafon Celex Elegan Pelengkap Desain Istana di IKN
Jika benar persepsi Jokowi yang menyebut dirinya dan keluarga menduduki Istana Merdeka dan Istana Bogor selama hampir 10 tahun dan merasa terjajah, maka Peters mengatakan, muncul pertanyaan apakah Jokowi dan keluarga ada di rumah. Bagaimana rasanya? 10 tahun di sana.
Padahal, sebagai presiden, Jokowi bisa meminta negara menyediakan tempat lain yang bisa menghadirkan suasana dan perasaan yang lebih nasionalis dan nyaman bagi dirinya dan keluarga, kata Peters yang juga Koordinator Gerakan Advokat Indonesia (Perekat) itu. adalah
Padahal, Jokowi berkarakter kolonial karena antara lain mengizinkan HGB (Hak Guna Bangunan) selama 190 tahun kepada investor di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, keluhnya.
Menurut Peters, banyak pihak yang bertanya-tanya bagaimana Presiden Jokowi dan keluarga bisa bertahan dan merasakan lingkungan kolonial sebagai penghuni istana selama hampir 10 tahun, padahal penjajahan bukan pada bangunan fisiknya, melainkan pada seseorang atau karakternya. perilaku
“Harus diingat bahwa permasalahan kolonial bukan pada fisik bangunan Istana Merdeka atau Istana Bogor, melainkan pada karakter atau perangai individu atau keluarga yang tinggal di keraton tersebut. Baik kolonialisme maupun feodalisme, lingkungan yang dirasakannya adalah lingkungan kolonial yang diciptakan oleh perilaku penjajah,” ujarnya.
Di sinilah sifat Presiden Jokowi yang kolonial atau feodal, yaitu balas dendam dan mengabaikan moralitas. Jokowi tidak punya kepekaan terhadap sejarah bangsa Indonesia, apalagi perasaannya diungkapkan sejak 17 Agustus sebelum kebakaran di Kaltim, lanjutnya.
Konflik yang muncul tiada henti dari waktu ke waktu, menurut Peters, dialami oleh Presiden Jokowi yang kurang memiliki rasa nasionalisme dalam dirinya.
Akibatnya, Jokowi seolah mengidap gangguan kepribadian ganda sehingga mengalami depresi dan kehilangan konsistensi sikap dan perilaku, bahkan setelah hampir 10 tahun menikmati kemewahan dan kenyamanan Istana dengan mengutuknya.
Pernyataan Jokowi soal istana negara terkesan kolonial, upaya mati-matian untuk merasionalisasi pembangunan IKN yang sangat kontroversial dan ‘super-prioritas’ (dengan super-prioritas), namun tetap saja mendatangkan banyak keuntungan dan kerugian, termasuk upaya-upayanya pada rasionalisasi. Perilaku pemaksaan perayaan 17 Agustus “di IKN 2024 yang dikecam masyarakat,” jelasnya.
Menurut Peters, perasaan Jokowi yang menganggap Istana Merdeka dan Istana Bogor tempat tinggalnya terasa kolonial karena dibangun Belanda pada masa penjajahan, jelas menjadi pembenaran atas upayanya mendirikan IKN yang mendapat perlawanan dari masyarakat.
“Jadi tidak menutup kemungkinan ke depan, ketika Istana IKN dibubarkan, akan ada presiden yang setelah menjabat selama 5 atau 10 tahun, sebelum pensiun akan mengumumkan bahwa lingkungan Istana IKN itu korup, bersifat kolusi. .dan Vetternwirtschaft (KKN), karena pada saat itulah IKN dibangun. “Diragukan dalam kurun waktu hampir 10 tahun Presiden Jokowi berkuasa,” tutupnya (ray/jpnn).