Kaji Penyelenggaraan Telemedicine di Indonesia, Nurul Wahdah Raih Gelar Doktor Ilmu Hukum UTA ’45

saranginews.com, Jakarta – Usai mempertahankan tesisnya pada Sidang Terbuka Promosi Doktor Hukum yang digelar pada Kamis (8 / Kamis (8/), 17 Agustus 1945 (UTA ’45), Nurul Wahda resmi dianugerahi gelar tersebut Doktor Hukum Universitas Jakarta 8/2024).

Sidang terbuka promosi doktor ini dipimpin oleh Dr. Rajesh Khana bersama Prof. Dr. Mella Ismelina FR, SH., M.Hum (Promotor), Dr. Rio Cristiavan, SH., M.Hum., M.Kn (Ko – Promotor I), Dr. Tuti Vidyaningram, SH., MH (Ko-Promotor II).

Baca Juga: Zulkhadri Ansar, Mahasiswa PhD Kampus Unggulan Jerman, Kandidat Kuat Koordinator PPI Global

“Setelah mempertimbangkan disertasi Anda, Dr. Nurul Wahda dinyatakan berhasil,” kata Dr. Rajesh Khanna.

Dr. Nurul Wahda menyelesaikan wisuda di Universitas Yarsi dan lulus pada tahun 2003. Pada awal karirnya, ia bekerja sebagai dokter 24 jam di berbagai fasilitas kesehatan seperti Rumah Sakit Ibu dan Pemberkatan Anak di Jakarta Pusat. , RS Paru Ruma Sikh Firdaus dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2011.

Baca juga: Difla Vianney Lulus Doktor Hukum Universitas Trishakti

Sejak tahun 2018 Dr. Nurul Wahda bertugas sebagai Pemeriksa Medis Penerbangan yang bertanggung jawab mengevaluasi kesehatan pilot dan personel penerbangan lainnya.

Menurut Nurul Wahda, terkait latar belakang penggunaan telemedis, perlunya perlindungan hak privasi pasien atas data kesehatannya yang tercatat secara elektronik di fasilitas kesehatan.

Baca Juga: Komikus I Wayan Nuriarta Dapat Gelar Doktor dari Udayana Lewat Epos Mahabharata

Ia mengatakan perlu adanya regulasi atau standar teknis yang lebih tepat untuk melindungi hak privasi.

“Perlu dilakukan pengendalian agar tidak mudah diakses oleh pihak-pihak yang tidak berkepentingan, sehingga perlindungan hak warga negara atas data pribadi dapat utuh sepenuhnya,” kata Nurul kepada penguji dan promotor.

Menurut dokter spesialis penerbangan kelahiran Jakarta 14 Juni 1976 ini, harus ada aturan yang melindungi data pasien dan menjamin kerahasiaan data tersebut.

Sebab pada dasarnya layanan kesehatan telemedis menggunakan sistem elektronik sebagai medianya.

Sebab, perlindungan hukum yang diberikan Pasal 15 UU ITE yang mengatur tentang keamanan data penyelenggara sistem elektronik masih berupa standar kabur yang memerlukan kepastian hukum dalam bidang telemedis (Wage Norman).

Sedangkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 dan peraturan pelaksanaan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan hanya mengatur telemedicine antar fasilitas pelayanan kesehatan. Bukan dalam telemedis dokter-pasien.

“Belum ada aturan khusus mengenai penerapan telemedicine, khususnya perlindungan hukum terhadap pasien maupun data pribadi dan rekam medisnya,” lanjut Noorul yang juga dokter di BLU Pusat Kesehatan Penerbangan Kementerian Perhubungan itu.

Selain itu, Noorul menyoroti beberapa permasalahan lain terkait penerapan telemedis yang memerlukan peraturan khusus.

Oleh karena itu, Nurul Wahda menjelaskan perlunya pengaturan lebih detail mengenai hal tersebut. Pertama, peraturan terkait peralatan dan perangkat telekomunikasi yang digunakan untuk menyelenggarakan layanan telemedis.

PP Nomor 28 Tahun 2024 tidak memberikan spesifikasi teknis secara rinci mengenai teknologi yang harus digunakan oleh penyedia layanan telemedis untuk menjamin keamanan data.

Kedua, peraturan mengenai layanan telemedis. Ketiga, pengaturan dokter dan paramedis/teknisi telemedis.

Keempat, peraturan mengenai registrasi dan sertifikasi telemedis.

Kelima, regulasi yang mengatur interoperabilitas antar pemangku kepentingan telemedis. Keenam, regulasi yang mengatur tanggung jawab medis dokter dan paramedis. Terakhir, regulasi yang mengatur penyedia aplikasi telemedis digital, kata Nurul Wow.

Catatan lainnya adalah soal pengawasan dan penegakan hukum. PP Nomor 28 Tahun 2024 tidak memuat sistem pemantauan yang efektif dan independen untuk memastikan kepatuhan penyedia layanan telemedis terkait perlindungan data pribadi.

Dari sisi infrastruktur, PP Nomor 28 Tahun 2024 kurang mampu mengatasi permasalahan kesenjangan akses infrastruktur teknologi di berbagai daerah sehingga menghambat penerapan telemedis secara merata di seluruh Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *