Skandal Demurrage: Kemenperin Pertanyakan Legalitas Kontainer Beras yang Tertahan

saranginews.com, Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengungkapkan 1.600 kontainer beras ilegal senilai Rp 294,5 miliar masih tertahan di Tanjung Priok, Jakarta, dan Tanjung Perak, pelabuhan Surabaya.

Soal 26.415 kontainer impor yang terdampar di pelabuhan, Fabri Hendri Antony Arif, Juru Bicara Kementerian Perindustrian, mengatakan hal tersebut.

Baca juga: Buntut Skandal Demurrage Bulog-Bapanas Kembalikan Keseimbangan Politik dan Ekonomi

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), dari ribuan kontainer yang dihentikan tersebut, sebagian berisi beras yang belum dapat diverifikasi aspek hukumnya.

“Beras (ilegal) yang jumlahnya 1.600 kontainer. Tidak ada, tidak ada klarifikasi dari bea cukai terkait (legalitas 1.600 kontainer) beras tersebut,” kata Fabri, dikutip Jumat (9/8).

Baca Juga: Skandal Demurrage Beras Impor Bulog-Bapanas Bikin Isu Masyarakat Jadi Isu

Fabri melanjutkan, data yang jelas mengenai isi 1.600 kontainer dengan nilai demurrage Rp 294,5 miliar, termasuk beras ilegal, diperlukan dan harus dicantumkan dengan jelas.

Hal ini, kata Fabri, diperlukan untuk menentukan kebijakan yang tepat untuk mengurangi situasi serupa di masa depan.

Baca Juga: Skandal demurrage impor beras diyakini berbau manipulasi dan korupsi

“Kebijakan yang tepat harus didasarkan pada data yang akurat dan cepat,” tutupnya.

Sementara itu, Ekonom Defian Cory membenarkan ada 1.600 kontainer beras ilegal di pelabuhan tersebut.

Pasalnya, jika beras itu bukan komoditas ilegal maka tidak akan ditahan, itulah sebabnya 294 miliar 500 juta dolar tidak akan ditebus.

“Jika memang terjadi demurrage terhadap produk beras yang diimpor dengan jaminan pemerintah, maka denda tersebut tidak perlu dibayarkan, apalagi karena alasan teknis pelabuhan, karena harus menunggu lama di pelabuhan,” ujarnya.

Dia memastikan denda atau denda sebesar $294 miliar akan menaikkan harga beras yang dijual ke masyarakat.

“Dalam situasi ini, jika pemerintah mewajibkan beras impor, maka beban denda akan ditanggung pemerintah agar harga produk yang dijual tidak naik sehingga meningkatkan harga beras yang dibeli di dalam negeri.

Sekadar informasi, KPK dan Kajian Demokrasi Rakyat (SDR) telah berkoordinasi mengusut data terkait keterlibatan Bapnas-Bulog dalam skandal demurrage atau impor beras senilai INR 294,5 miliar.

Hari Purwanto, Direktur Eksekutif Kajian Demokrasi Rakyat (SDR), mengatakan hal tersebut sembari memperbarui perkembangan laporannya ke KPK.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ditemui Dumas pada 11 Juli 2024 pukul 16.11 WIB. Soal informasi data yang dilaporkan SDR, kata Hari, Minggu, (4/8).

Sebelumnya, tim Investigasi Kegiatan Pengadaan Beras Luar Negeri yang melakukan kajian sementara dokumen menemukan adanya permasalahan pada dokumen impor yang mengakibatkan dikenakan biaya demurrage atau denda sebesar Rp 294,5 miliar.

Dalam penjelasannya, tim pengkaji menyampaikan permasalahan yang terjadi adalah dokumen impor tidak benar dan lengkap, akibat adanya biaya demurrage atau denda beras yang diimpor di Bapnas-Bulog, Sumut, DKI Jakarta, Kawasan Pabean/Pelabuhan Banten. dan Jawa Timur.

Akibat dokumen impor yang tidak tepat dan tidak lengkap serta permasalahan lainnya, Bulog-Bapanas mengeluarkan biaya demurrage atau denda beras impor sebesar Rp 294,5 miliar.

Dengan rincian wilayah Sumut Rp22 miliar, DKI Jakarta Rp94 miliar, dan Jawa Timur Rp177 miliar. (dil/jpnn)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *