saranginews.com, Jakarta – Ketika perempuan berhasil mencapai jenjang pekerjaan yang lebih tinggi, seringkali mereka menghadapi beban intimidasi dan penghinaan yang tidak adil.
Ini adalah masalah serius yang dihadapi perempuan di tempat kerja.
Baca juga: Wanita Indonesia Ingin Presiden Joko Tetapkan 24 Juli Sebagai Hari Kebaya Nasional
“Kita sering melihat perempuan-perempuan sukses yang berpikir bahwa mereka mendapat jabatan itu bukan karena kemampuannya, tapi karena orang mengira mereka mendapatkannya. Ini proses yang hebat. Yang parahnya, dipaksakan dan dianiaya,” kata Agustini Rima, aktivis perempuan PMII.
Agostini menjelaskan, tidak jarang perempuan yang menonjol dalam karirnya menjadi sasaran segala macam tuduhan dan hinaan.
Baca juga: PBHI Rayakan Pentingnya Anggota Perempuan Sebagai Pimpinan dan Direktur KPK.
Tuduhan palsu, asumsi yang tidak berdasarkan fakta, stereotip, dan isu gender yang menyerang karakter mereka seringkali digunakan untuk melemahkan integritas dan rasionalitas perempuan.
“Karakter mereka tertahan oleh tuduhan tak berdasar, yang berdampak serius pada pikiran mereka,” tambahnya.
Baca juga: Menko Airlanga dukung kesetaraan gender untuk memperluas kesempatan bagi perempuan
Akibatnya, banyak perempuan yang enggan menduduki posisi kepemimpinan di perusahaan swasta dan publik. Ketakutan akan kejahatan dan pelecehan adalah alasan banyak perempuan memilih untuk tidak mengabdikan diri sepenuhnya pada karier mereka.
“Banyak perempuan yang memegang kekuasaan besar akhirnya tidak berani menyatakan diri karena takut menghadapi serangan yang tidak adil tersebut,” kata Agostini.
Agostini juga menekankan pentingnya dukungan dari berbagai kelompok untuk mengubah situasi ini.
Ia menyimpulkan: “Kita perlu menciptakan lingkungan kerja yang lebih inklusif di mana perempuan dapat mendapatkan pekerjaan tanpa stigma dan diskriminasi. Pertama, untuk mencapai tujuan ini, dukungan pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat sangat diperlukan.”
Selain itu, Agustini mengungkapkan hal serupa juga terjadi pada Direktur Biofarma Kamelia Faisal yang paling lolos. Namun, mereka harus menghadapi kekerasan dari kelompok yang tidak dapat dipercaya.
“Wanita ini mengalami pelecehan di media sosial dan internet, tuduhan palsu tentang kehidupan pribadinya, dan jenis pembunuhan yang sangat merugikan lainnya,” kata Augustine.
Agostini juga menyoroti dampak jangka panjang dari pemaksaan terhadap pekerjaan perempuan. Selain mengganggu pekerjaan individu, krisis ini juga berdampak negatif terhadap keberagaman dan inklusi di tempat kerja, katanya.
“Ketika perempuan menolak untuk maju, kita kehilangan banyak talenta dan perspektif berharga yang benar-benar dapat membawa perubahan positif bagi perusahaan dan masyarakat,” jelasnya.
Juru kampanye tersebut meminta semua kelompok untuk lebih keras terhadap kekerasan dan pelecehan terhadap perempuan.
“Kita harus bersinergi menghilangkan stigma bahwa kesuksesan perempuan sering dikaitkan dengan hal-hal negatif. Sudah saatnya kita mengapresiasi kemampuan dan kerja keras mereka,” tegas Agostini.
Agostini juga menekankan bahwa pemerintah dan pengambil kebijakan berperan penting dalam memberikan perlindungan agar perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pekerjaan dan keadilan.
“Pemerintah harus mengembangkan kebijakan untuk melindungi perempuan dari pelecehan dan diskriminasi di tempat kerja. Selain itu, pengambil keputusan di perusahaan harus memastikan bahwa perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk maju dan mendapatkan posisi kepemimpinan tanpa diskriminasi,” tambahnya.
Dengan meningkatkan kesadaran akan isu ini, diharapkan lebih banyak perempuan dapat memasuki dunia kerja tanpa rasa takut akan pelecehan dan diskriminasi.
“Perempuan mempunyai hak yang sama untuk sukses tanpa menghadapi hambatan yang tidak perlu,” tutup Agostini. (dil/jpnn)