MUI: Judi Online Besar Mudaratnya, Membahayakan Anak dan Istri

saranginews.com, JAKARTA – Majelis Ulama Indonesia menegaskan perjudian merupakan salah satu perbuatan yang dilarang dan ilegal dalam hukum Islam. Judi merupakan dosa besar yang sangat berbahaya dan mempunyai dampak buruk yang sangat besar.

Sekretaris Komisi Fatwa MUI KH Miftahul Huda mengatakan perjudian menimbulkan permusuhan, kemarahan, bahkan pembunuhan.

BACA JUGA: Organisasi akar rumput dapat memainkan peran advokasi dalam kampanye pemberantasan perjudian online

Judi membuat seseorang malas dalam menjalankan ibadah dan membuat hati lelah mengingat Allah JW.

“Selain menimbulkan kebiasaan buruk, berjudi juga bisa membuat seseorang menjadi malas dan marah,” kata Kiai Miftah dikutip mui.or.id.

BACA JUGA: BRI memblokir rekening dan memperkenalkan sistem anti pencucian uang untuk melawan perjudian online

Kiai Miftah menegaskan, perjudian juga dapat menimbulkan kemiskinan dan merusak hubungan dalam rumah tangga. Hal ini disebabkan oleh keinginan untuk memenuhi hasrat berjudi, seseorang akan mempertaruhkan hartanya.

“Akhirnya dia lupa akan kewajibannya mengurus istri dan anak. “Para penjudi berat terkadang dapat membahayakan anak-anak dan istri mereka,” katanya.

BACA JUGA: Penyidikan Kasus Judi Online Wulan Guritno Masih Berlanjut lho

Ia mengatakan bahwa perjudian itu haram dalam Islam. Sebab, perjudian termasuk dalam kategori gharar, yaitu transaksi yang mengandung unsur ketidakpastian. Menggunakan uang judi itu haram.

Kiai Miftah mengatakan, jika seseorang yang sudah dewasa (termasuk anak dan istri) mengetahui bahwa sesuatu yang dimakannya adalah sesuatu yang dilarang oleh Allah SWT dan Rasulullah, maka harus ditinggalkan artinya dia tidak memakannya.

“Karena jika ada sesuatu yang haram dan diketahui berasal dari haram, maka akan dituntut di akhirat,” ujarnya.

Kiai Miftah menjelaskan, darah yang mengalir dalam tubuh akibat suatu hal yang haram akan menimbulkan buruk badan, jiwa, dan akhlak.

Demikian pula jika seseorang diajak makan dan mengetahui bahwa makanan yang dihidangkan dalam pertemuan itu haram, maka haram baginya menerima undangan tersebut.

“Seorang muslim yang diundang oleh seseorang yang sebagian besar hartanya haram, maka makruh baginya untuk memenuhi undangan tersebut, sebagaimana makruh berbisnis dengannya. “Jika mengetahui makanan yang disajikan haram, maka haram baginya memenuhi undangan tersebut,” kata Kiai Miftah (flo/jpnn).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *