saranginews.com, Jakarta – Persatuan Pendidikan dan Guru (P2G) menilai keputusan pemerintah yang tidak mewajibkan sekolah mengeluarkan pramuka sudah sesuai dengan UU Pramuka.
Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim mengatakan, terbitnya Peraturan No. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 12 Tahun 2024 tentang Kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah membatalkan ketentuan terkait Kurikulum 2013, termasuk Peraturan Nomor 12. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 63 Tahun 2014 tentang Pendidikan Pramuka. Sebagai kegiatan ekstrakurikuler wajib pada pendidikan dasar dan menengah.
Baca Juga: Apakah Pramuka Tak Lagi Menjadi Kegiatan Ekstrakurikuler Wajib di Sekolah? Simak penjelasan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
“Kurikulum 2013 mewajibkan kegiatan ekstrakurikuler Pramuka sebagai kegiatan ekstrakurikuler wajib bagi setiap siswa sekolah dasar dan menengah,” kata Satriwan, Rabu (4/3).
Sekarang, lanjutnya, peraturan Kemendikbud tidak. Keputusan Nomor 63 Tahun 2014 dicabut atau dinyatakan tidak berlaku sesuai dengan ketentuan Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 63. Peraturan Nomor 12 Tahun 2024 tentang Kurikulum. Kemudian, Pasal 24 Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengatur bahwa “keikutsertaan siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler bersifat sukarela”.
Baca juga: P2G Desak Kemendikbud Atasi Tiga Dosa Pendidikan
Untuk P2G, ada 5 catatan pokok status ekstrakurikuler kepanduan yang sudah tidak diwajibkan lagi di sekolah:
1. Kegiatan ekstrakurikuler Pramuka merupakan kegiatan ekstrakurikuler pilihan, artinya tidak wajib bagi seluruh siswa. Artinya, apabila siswa memilih mengikuti kegiatan ekstrakurikuler Pramuka, maka sekolah wajib menyelenggarakan kegiatan ekstrakurikuler Pramuka.
Baca juga: Profesor Zainuddin Maliki Ingin Kewajiban Ekstra Kurikuler Pramuka Ditingkatkan, Bukan Dicabut
“Sekolah juga harus menawarkan Pramuka sebagai pilihan ekstrakurikuler bagi siswa, dengan kebebasan memilih atau tidak memilih,” kata Satrivan Saleem.
2. Apabila sekolah/sekolah agama telah mempunyai organisasi Pramuka GUDEP (kelompok eks), maka siswa yang memilih bergabung dalam Pramuka tentunya akan menjadi pengurus GUDEP.
Namun sekolah/sekolah agama tidak lagi mewajibkan seluruh siswanya untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler Pramuka karena sifat organisasi Pramuka yang bersifat sukarela sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1. UU Nomor 12 Tahun 2010, Pasal 20. 1 Dinyatakan bahwa Kepanduan bersifat independen, sukarela dan non-politik.
3. Sebagai negara hukum, P2G tentunya harus mengacu dan berpedoman pada peraturan yang lebih tinggi yaitu Undang-Undang Kepramukaan yang mengatur bahwa Pramuka merupakan kegiatan sukarela.
“Sementara kegiatan ekstrakurikuler Pramuka kini bersifat sukarela, P2G berharap sekolah dan pesantren dapat menyediakan Pramuka untuk menyalurkan minat dan bakat anak dalam Pramuka,” lanjut Satriwan.
Ia menambahkan, sebenarnya jika seluruh pemangku kepentingan di bidang pendidikan seperti guru, siswa, dan orang tua, termasuk seluruh masyarakat menginginkan kegiatan ekstrakurikuler Pramuka diwajibkan di sekolah/madrasah, maka sebaiknya pemerintah terlebih dahulu mengubah Pasal UU tersebut. 17. Peraturan Nomor 12 Tahun 2010 tentang Kepanduan.
“Undang-undang harus menjadikan Pramuka sebagai kegiatan ekstrakurikuler wajib bagi siswa di setiap sekolah dan sekolah agama,” kata guru sekolah menengah itu.
“Jika hal ini tidak dilakukan maka kehadiran Pramuka sepulang sekolah akan selalu lemah karena bersifat sukarela, bukan wajib,” lanjutnya.
4. Bagi P2G, yang lebih urgen saat ini dan ke depan adalah bagaimana sekolah/sekolah agama bisa mewujudkan transformasi Pramuka. Mengembangkan ekosistem pembelajaran Pramuka yang menyenangkan, seru, inovatif, menantang dan berkualitas bagi siswa. Kepanduan tidak lagi memiliki cara-cara tradisional, formalistik, dan militeristik.
Iman Zanatul, Ketua Bidang Advokasi P2G mengatakan, “Bagaimana memastikan kekerasan, perundungan, senioritas, relasi kekuasaan tidak lagi terjadi di seluruh kegiatan ekstrakurikuler di sekolah seperti Pramuka, Paskibara atau pecinta alam adalah tantangan kita bersama.
Iman menjelaskan, ada beberapa kegiatan ekstrakurikuler yang masih dikaitkan dengan kekerasan dan usia tua, sehingga siswa sebenarnya belum tertarik untuk mengikutinya.
Jika sekolah/madrasah bisa menciptakan kegiatan penelitian yang menyenangkan, humanis, dan menantang, jauh dari kekerasan dan arkaisme, maka siswa tentu akan tertarik untuk berpartisipasi.
“P2G meyakini jika Pramuka menjadi kegiatan ekstrakurikuler yang menyenangkan, menarik, egaliter, anti perundungan, maka siswa akan berbondong-bondong mengikuti Pramuka. Sekalipun negara tidak mewajibkannya,” lanjut guru honorer itu.
5. P2G memandang bahwa keberadaan kegiatan ekstrakurikuler di sekolah/madrasah sangatlah mendesak dan penting. Hal ini dirancang untuk mempromosikan dan mengeksplorasi minat, bakat dan potensi siswa di bidang apa pun. Seperti kepanduan, sepak bola, lingkungan hidup, kesehatan, olah raga, seni, budaya, penelitian, angka, dan lain-lain.
Guru, orang tua dan masyarakat harus kembali menyadari bahwa kegiatan pembelajaran ekstrakurikuler merupakan sarana strategis bagi pembentukan karakter siswa Pancasila semua warna diantaranya Pramuka, Paskibraka, Pencinta Alam, UKS, KIR, PMR, Olah Raga, Drama, Angka, Seni dan Budaya. , dll.
“Sekolah harus mampu merancang segala bentuk kegiatan ekstrakurikuler yang menarik, bermanfaat, menyemangati dan tidak mengandung kekerasan”, pungkas Iman Z. Haeri. (esy/jpnn)