saranginews.com, JAKARTA – Mengurangi kebiasaan merokok dengan menggunakan berbagai jenis tembakau menjadi topik utama pada Pacific Harm Reduction Conference 2024 (APHRF) di Jakarta, baru-baru ini.
Bentuk rokok lain seperti rokok elektronik (vape) dan produk tembakau tanpa asap dapat mengurangi risiko bagi perokok.
BACA JUGA: Kementerian Kesehatan Tolak Publikasikan RPP Laporan Kesehatan Produk Tembakau
Salah satu pembicara pada kelompok penelitian ilmiah, Praktisi Kesehatan Kolonel Marinir (K) Dr. Dr. Yun Mukmin Akbar dari Klinik Gigi RSGM R.E. Martadinata menjelaskan, peningkatan jumlah perokok juga menjadi masalah besar di kalangan TNI.
Secara umum, tantangan lingkungan, tekanan teman sebaya, dan penerimaan sosial juga mempengaruhi prevalensi merokok di kalangan veteran.
BACA LEBIH LANJUT: Dorong Transisi Energi ke Perusahaan Ramah Lingkungan, SIG & PLN Perkuat Kemitraan
“Kita tidak bisa menghentikan perokok untuk berhenti tiba-tiba, itu sangat sulit. Fokus pada pengurangan dampak buruk tembakau dan menghormati hak asasi manusia adalah prioritasnya,” kata Yun Mukmin saat memberikan kesaksiannya.
Dalam upaya mengurangi angka merokok, militer telah mulai menerapkan program pengurangan risiko.
BACA LEBIH LANJUT: APHRF 2024, Bekerja sama untuk mengurangi dampak buruk penggunaan tembakau
Ada empat pilar utama untuk mengimplementasikan konsep ini, yaitu kebijakan, keuangan dan infrastruktur, partisipasi masyarakat, serta pelatihan dan pendidikan.
Dari keempat pilar tersebut, dikembangkan tiga strategi intervensi. Pertama, program berhenti merokok yang komprehensif dapat mencakup konseling dan produk tembakau alternatif.
Bagian 2, kebijakan bebas rokok untuk instalasi militer. Terakhir, program pelatihan melalui program yang memahami masalah kesehatan akibat merokok dan menggalakkan budaya bebas rokok.
“Pemerintah dapat membuat kebijakan melalui intervensi teknis dan tindakan komprehensif untuk mengurangi jumlah perokok. .
Dalam acara tersebut, pembicara Universitas Indonesia Hari Prasetiyo menjelaskan bahwa proses pembuatan undang-undang akan mempertimbangkan manfaat dan risiko, serta pentingnya literatur akademis, sebagai hasil penelitian ilmiah. untuk memperkuat landasan hukumnya.
Oleh karena itu, pemerintah harus memberikan informasi mengenai manfaat dan risiko berbagai jenis tembakau sehingga perokok dewasa mendapat informasi dan mempunyai kesempatan untuk memilih.
“Dalam UU Kesehatan misalnya, pemerintah memerintahkan standar produksi yang berbeda antara rokok biasa dan rokok elektronik. Kalau kita menggunakan ilmu hukum, itu yang disebut dengan dokumen hukum. Ini dua hal berbeda yang terjadi pada keduanya. beda cara di Pemerintahan (PP), saya harap beda pula penanganannya,” tuturnya. (chi/jpnn)
BACA LEBIH LANJUT… Sakira Zahra merilis single debutnya Chaos.