saranginews.com, JAKARTA – Bea dan Cukai menghimbau pemilik atau pemegang hak kekayaan intelektual (HAKI) untuk mendaftarkan merek dan hak komersialnya untuk mencegah pelanggaran hak kekayaan intelektual, terutama untuk mencegah perdagangan barang bajakan atau palsu.
Pendaftaran dilakukan melalui pendaftaran bea dan cukai.
BACA LEBIH LANJUT: Ingin menghindari komentar emosional? Buruan daftarkan barang HKI di bea cukai
Kasubbag Humas dan Pertimbangan Kepabeanan Encep Dudi Ginanjar mengatakan, pihaknya telah mengundang pemilik atau pemegang hak yang merupakan badan usaha yang berdomisili di Indonesia untuk mengajukan permohonan pendaftaran ke Departemen Bea dan Cukai oleh Direktorat. penegakan bea cukai. dan Penelitian c.q. Cabang Kejahatan Nasional.
“Pencatatannya tidak dipungut biaya apapun,” tegas Encep dalam keterangannya, Rabu (17/7).
BACA JUGA: Komitmen Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, Bea dan Cukai atas Kekayaan Intelektual Impor
Untuk membuat rekor, kata Encep, seorang fotografer brand perlu membuat pengguna di Ceisa HKI melalui portal pelanggan.beacukai.go.id.
Setelah masuk ke halaman utama, pilih Sistem Pelayanan lalu HKI Online.
BACA UTAMA: Persia mendaftarkan desain jersey ke hak kekayaan intelektual, hati-hati pedagang ilegal…
Unduh formulir permintaan pendaftaran dan lembar pernyataan dari panel informasi.
Klik Aplikasi, lalu Rekam Data, lalu Rekam.
Kemudian permohonan tersebut akan dinilai oleh administrasi bea cukai.
Apabila terdapat kekurangan dalam persyaratan pencatatan, Bea dan Cukai akan menghubungi penerbit (pemegang hak cipta yang menggunakan metode pencatatan).
Dua hingga tiga hari setelah menyelesaikan seluruh langkah registrasi, pencetak akan menerima undangan wawancara dari Bea dan Cukai.
Sertifikat rekor akan muncul di sistem Ceisa satu minggu setelah wawancara.
Persyaratan dan dokumen yang perlu dilampirkan terdapat pada lampiran Keputusan Menteri Keuangan (PMK) No. 40 Tahun 2018 yaitu permohonan, pernyataan, akta pendirian, IČO, NPWP perusahaan, KTP dari inspektur, sertifikat merek dan manual produk.
“Pendaftaran atau registrasi akan memudahkan petugas bea dan cukai dalam memantau barang impor atau impor yang terbukti melanggar hak kekayaan intelektual,” kata Encep.
Dikatakannya, penertiban dapat dilakukan melalui pendataan dan intelijen, melalui pemeriksaan fisik barang atau pemeriksaan dokumen oleh petugas formulir di seluruh wilayah kerja, kantor pusat, kantor wilayah, dan kantor dinas kebudayaan dan kepedulian di seluruh Indonesia.
Hingga Maret 2024, 7 organisasi dengan 32 jenis terdaftar dalam sistem pencatatan bea cukai dan konsumsi.
Di antara 32 jenis yang didaftarkan, Bea dan Cukai memasang 14 sekat yang tersebar di banyak pelabuhan besar di Indonesia.
Sebagian besar pembatasan berlaku untuk barang-barang konsumen yang bergerak cepat seperti pulpen, pisau cukur, kosmetik, dan masker.
Dalam hal penegakan hak kekayaan intelektual, Bea dan Cukai mempunyai kewenangan di wilayah perbatasan, sedangkan pengawasan pasar dalam negeri menjadi tanggung jawab Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) dan kepolisian.
Encep mengatakan, tindakan tersebut menunjukkan manfaat pencatatan kepabeanan bagi pencatatan.
Selain itu, penegakan batas hak kekayaan intelektual oleh bea dan cukai semakin meningkat.
“Hal ini menunjukkan pentingnya penegakan hak kekayaan intelektual dalam tindakan perbatasan, baik bagi pemegang hak cipta maupun masyarakat Indonesia secara keseluruhan,” jelasnya.
Menurut Encepa, ke depan akan ada langkah strategis yang dilakukan Bea dan Cukai untuk memperbanyak pencatatan dan mencegah
“Saat ini kami sedang melaksanakan program Custom Visit to Calon Pendaftar (CVPR),” kata Encep.
Dijelaskannya, CVPR mengunjungi organisasi kekayaan internet di Indonesia dengan kemungkinan melakukan pencatatan berdasarkan informasi peta barang-barang yang diduga melanggar hak kekayaan intelektual di perbatasan, serta data pendukung dari Kelompok Praktik Kekayaan Intelektual (Hukum Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia). ).
Selain itu, Bea dan Cukai memberikan akses kepada pemilik pasar dan ikut serta dalam pekerjaan pejabat atau pegawai di pusat kerja atau kantor pelayanan.
Bantuan dan pemeliharaan rutin di pelabuhan-pelabuhan besar dan bandara internasional, serta kerja sama dan kolaborasi dengan anggota gugus tugas Kekayaan Intelektual juga rutin dilakukan.
“Dari sini kita dapat yakin bahwa pengendalian pelanggaran hak kekayaan intelektual khususnya di Indonesia tidak hanya menjadi tanggung jawab bea dan cukai saja, namun menjadi tanggung jawab seluruh aparat penegak hukum terkait sesuai dengan pekerjaan dan pengelolanya,” pungkas Encep. (mrk/jpnn)