Menjelang Pendaftaran PPPK 2024, Nasib Guru Honorer Negeri Tidak Aman, Ada Buktinya

saranginews.com – Jakarta – Jelang pendaftaran PPPK 2024 yang dijadwalkan pada Juli atau Agustus, nasib guru honorer negara terancam.

Persatuan Pendidikan dan Guru (P2G) mengungkap sejumlah fakta yang membenarkan hal tersebut.

Baca Juga: Jelang Pendaftaran CPNS & PPPK 2024, Nadiem Bertemu Anna

Kepala Unit Advokasi Guru P2G, Iman Zanatul Haeri mengungkapkan, ratusan guru honorer di Daerah Istimewa Jakarta diberhentikan secara halus oleh kepala sekolah.

Begitu masuk sekolah di hari pertama tahun ajaran baru, mereka langsung diminta mengisi lomba dan harus berhenti.

Baca Juga: Tugas Jokowi Selesaikan Masalah Kehormatan, Prabowo-lah yang Angkat PNS PPPK

Berdasarkan laporan yang diterima P2G, praktik kebijakan pembersihan guru honorer tidak sesuai dengan Amanat Guru dan Dosen Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005.

Menurut Iman, penguatan guru harus dilakukan secara demokratis, adil, tidak diskriminatif dan berkelanjutan, serta menghormati hak asasi manusia (ayat 2 pasal 7).

Baca juga: Ada PPPK yang Butuh Waktu 5 Jam untuk Sampai di Tempat Penempatan, Dilarang Minta Transfer

Dia menambahkan, jika kebijakan pembersihan tersebut merupakan pengaruh dari upaya struktural non-ASN sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), maka bertentangan dengan prinsip undang-undang tersebut.

P2G juga memperhatikan kondisi guru honorer di daerah lain. Misalnya saja Pemda di Lampung Utara yang sama sekali tidak membuka kuota guru PPPK.

Sehingga lagi-lagi guru honorer menjadi korban karena tidak mendapat kesempatan mengikuti seleksi guru PPPK 2024.

“Kami telah audiensi dengan Dirjen GTK Kemendikbud dan memastikan guru honorer P3 (Prioritas Tiga) tidak dipertimbangkan karena adanya kedatangan guru PPPK (P1) seperti yang disampaikan Mendikbud. Keputusan Nomor 349 Tahun 2022,” jelas Iman dalam keterangannya, Selasa (16/7).

P2G, lanjutnya, mengapresiasi komitmen Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Namun nyatanya, P2G berhasil menemukan 466 kasus guru honorer di Jabar yang terlantar akibat kedatangan guru P1.

Laporan tersebut diserahkan ke Komisi X DPR RI, lanjut Iman.

Iman juga mengatakan, perubahan kondisi antara guru honorer (P3) dan guru PPPK (P1) cukup akut karena terpaksa berjuang dalam formasi yang sama. Padahal, menurut Iman, guru P1 masih belum tuntas.

Namun, pada saat yang sama, guru honorer tetap diperbolehkan mengikuti seleksi PPPK.

“Nah, sekarang guru P1 didorong untuk menggantikan guru honorer (P3). Meski sama-sama punya hak. Mirip-mirip saja,” kata Iman.

Ketua P2G Garut Rida Rodiana menambahkan, fenomena slippage di Jabar merugikan guru honorer. Secara umum, kuota yang ditawarkan pemerintah daerah selalu lebih kecil, yakni setengah dari kuota yang ditawarkan pemerintah pusat. 

Misalnya di Jawa Barat jumlah guru P1 sebanyak 1.529 orang, guru non-ASN sebanyak 8.974 orang, namun kuota PPPK 2024 hanya 1.529 orang. Padahal, jumlah guru yang dibutuhkan di Jabar sebanyak 11.583 orang.

Artinya, guru honorer tidak mendapat kesempatan mengikuti seleksi PPPK, padahal sekolah membutuhkan tenaga kita, kata salah satu guru SMA Honor.

Rida mengungkapkan, Anggaran Belanja Daerah (APBD) Jabar yang dikelola Dinas Pendidikan berjumlah lebih dari 11 triliun. Saat ini, tunjangan gaji sebesar Rp3,7 juta bagi 8.974 guru honorer di Negeri Jabar selama satu tahun hanya sekitar Rp465 miliar.

Rida mempertanyakan mengapa Pemda Jabar tidak berani membuka kuota guru PPPK untuk guru honorer.

“Remunerasi guru honorer se-Jabar bahkan tidak 8,6 persen dari anggaran yang dikelola bidang PSMA dan PSMK Dinas Pendidikan Jabar,” jelas Rida. (EC/JPN) 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *