saranginews.com, JAKARTA SELATAN – Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan hukuman mati pada salah satu unit keluarga di Jalan Taman Dalam VII, Gandaria Utara, Jakarta Selatan.
Rumah tersebut disita karena pemiliknya dianggap tidak mampu membayar utang yang timbul atas pembelian tersebut.
Baca selengkapnya. Ini cara menghargai amalan terhormat seperti PNS dan PPPK, Alhamdulillah
Ibnu Setyo Hastomo, ketua tim kuasa hukum tergugat (Darajat Sayaful), menjelaskan kasus awal adalah kliennya, yakni pemilik rumah Handy Hendarwan menjual rumahnya.
Rumah tersebut dijual melalui perantara berinisial R dengan harga jual 32 miliar dram.
Baca selengkapnya. Kebakaran terjadi di Cilandak, Jakarta Selatan, dan menyebabkan satu orang tewas
Setelah itu, broker mencari pembeli yang membayar uang muka (DP) sebesar Rp 4 miliar.
“Pemindahan itu dilakukan dari pembeli dan kami belum tahu siapa pembelinya,” kata Ibnu di lokasi, Selasa (9/7).
Baca selengkapnya. Dengan tegas, PTPN VII menolak klaim tanah oleh Pengadilan Negeri Blambangan Umpu
Setelah menerima uang, perantara meminjam 3 miliar dram dari pemilik rumah untuk memulai usahanya. Bisnis ini diklaim bisa meraup keuntungan hingga 250 miliar dram.
Handy hanya mengambil Rp 800 juta dari uang muka yang dibayarkan calon pembeli baru.
“Iya mungkin karena penipuannya atau karena dia (tengkulak) meyakinkan pemilik rumah lalu memberinya uang Rp 3 miliar,” ujarnya.
Bukannya mengembalikan uang, R malah membawa Handy ke notaris. Handy berpendapat, pemanggilan tersebut harusnya untuk menandatangani Akta Hak Hunian Gedung (HGB) atau Izin Jual Beli.
Namun kenyataannya, yang ditandatangani bukanlah HGB, melainkan pengakuan utang tersebut.
“Pemilik rumah lama hanya mendapat uang Rp 800 juta lalu menandatangani kontrak, bukan deklarasi penjualan, melainkan invoice.”
Ibnu menduga calo, calon pembeli rumah, dan notaris bekerja sama untuk melakukan penyitaan rumah tersebut.
Setelah itu, rumah ini didaftarkan untuk dilelang oleh Yayasan Negara Pelelangan dan Pelelangan (KPKNL).
Ahli waris dan tim kuasa hukum menentang hukuman mati karena beberapa alasan.
Pertama, maksud perkara tersebut masih dalam pemeriksaan majelis hakim berdasarkan catatan Perkara Perdata Nomor 424/Phat/2024/PN.Jkt.Sel yang kini masuk dalam agenda panggilan hakim. Para Pihak.
Kemudian dalam putusan Perkara Nomor 555/Pdt.G/2023/PN.Jkt.Sel Jo. Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor: 642/PDT/2024/PT.DKI Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Ibnu mengatakan, “Saat ini kasus pembunuhan tersebut sedang diserahkan kepada hakim Mahkamah Agung RI melalui Kantor Pendaftaran Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Selain itu, pemblokiran SHM no. 354/Gandaria Utara di kantor Badan Pertanahan Nasional Jakarta Selatan karena masih terdapat sengketa yang terdaftar
Perkara Nomor 424/Pdt.Bth/2024/PN.Jkt.Sel di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
“Kami juga sudah melaporkan ke Polda Metro Jaya atas dugaan tindak pidana, tindak pidana pemalsuan surat, pemalsuan akta nyata.
Sesuai dengan Pasal 378, Pasal 372, Bagian 1 dan Bagian 2 Pasal 263 KUHP dan atau Pasal 264 KUHP,” jelasnya.
Meski begitu, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tetap melanjutkan hukuman mati dan mengosongkan rumah Handy. (mcr4/jpnn)
Baca artikel lainnya… KKB Ancam Negara, Egianus Kogoya Akan Eksekusi WNA Selandia Baru.