saranginews.com, JAKARTA – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mendukung penuh Kebijakan Pertumbuhan Penduduk Seimbang (PTS) BKKBN dengan menjaga angka kesuburan total (TFR) pada angka 2,1.
Hal tersebut disampaikan Menteri Kesehatan Budi Gunadi saat menghadiri rapat tingkat tinggi pertemuan kedua bersama Kepala BKKBN, Direktur Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, dan Pj Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan. BPOM). Komite Kebijakan Sektor Kesehatan Kuartal di Hotel Sheraton Mustika, Yogyakarta, Sabtu (7/06/2024).
BACA JUGA: Kemenpora dan BKKBN Gelar Keluarga X Muda Berdaya Siap Menikah di Kampus
“Kami sangat mendukungnya. Setiap kali ada pertemuan G-20, banyak kepala negara yang kini khawatir karena populasinya menua, tidak produktif, dan populasinya menurun sehingga tidak memungkinkan negara untuk tumbuh tidak dapat melebihi 4 datang. persen per tahun,” kata Menteri Budi Gunadi.
Lebih lanjut, Menteri Budi Gunadi menyampaikan bahwa kita tetap ingin berusaha menjadi negara maju yang pertumbuhan PDB-nya cukup tinggi dan jumlah usia produktif yang tinggi.
BACA JUGA: Kepala BKKBN: PT Vale Indonesia berkontribusi membangun kualitas Masyarakat Luwu Timur
“Menurut perhitungannya (BKKBN), angka kesuburan total minimal 2,1. “Kalau turun di bawah itu, tapi kita belum menjadi negara maju, maka akan semakin sulit untuk mencapainya,” kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi.
Pada bagian lain, kata Menkes, dikatakannya pertemuan triwulanan ini merupakan upaya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan di bidang kesehatan antar kementerian, lembaga, dan pihak terkait.
BACA JUGA: Kementerian Ketenagakerjaan-BKKBN berkolaborasi mendorong ketersediaan layanan KB di tempat kerja
“Dalam undang-undang kesehatan ada komite kebijakan bidang pelayanan kesehatan. Kita diminta untuk lebih mengintegrasikan rencana, kebijakan, pemantauan dan evaluasi terhadap kebijakan yang telah disusun,” kata Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin.
Disebutkannya, pertemuan ini merupakan yang ketiga kalinya untuk mencari bentuk, menjalin komunikasi dan juga saling mengenal antar kementerian dan lembaga kesehatan.
“Saya rasa integrasinya sudah tiga kali berhasil. Jadi saya berharap ke depan semua permasalahan di bidang kesehatan kita bisa dibicarakan bersama-sama, tidak terpisah-pisah, sehingga kita bisa saling bersinergi,” ujarnya.
Acara ini juga diwarnai penandatanganan perjanjian komite kebijakan kesehatan bersama antara Kementerian Kesehatan, BPJS, BPPOM dan BKKBN mengenai integrasi layanan dan interoperabilitas data di sektor kesehatan.
“Misalnya kalau tahu dari BPJS apa penyakitnya, kami punya datanya. Ya, itu bisa diintegrasikan. Kami (Kemenkes, Red.) punya data tentang ibu anak, dia (BKKBN) punya data tentang ibu anak. Bisa diintegrasikan sehingga teman daerah tidak perlu memasukkan data diri dua kali. Dan kualitas datanya lebih baik karena data itu miliknya (BKKBN), kata Budi.
Masalah virus
Kepala BKKBN Dokter Hasto dalam kesempatan yang sama menjelaskan, tugas BKKBN antara lain meningkatkan kualitas kesehatan ibu dan anak.
“Yang menurut saya terkait dengan kerja BKKBN adalah kualitas sumber daya manusia di keluarga,” kata Dr Hasto.
Dokter Hasto menyampaikan, pada pertemuan kali ini BKKBN akan berdiskusi dengan Kementerian Kesehatan, BPJS dan BPPOM mengenai KB, layanan stunting dan juga integrasi dengan BPJS dan BPPOM.
Mengomentari isu viralnya seorang perempuan yang rata-rata melahirkan satu anak perempuan sehingga melanggengkan PTS, Dr Hasto mengatakan bahwa perempuan tidak lagi rata-rata memiliki dua anak di daerah tertentu seperti Bali, DKI, DI Yogyakarta (karena TFR adalah sudah di bawah 2.1).
“Faktanya, rata-rata penting bagi perempuan untuk memiliki dua anak,” kata Dr Hasto.
Dia menjelaskan kata “rata-rata” kepada seorang gadis, tanpa kewajiban.
“Kalau di depan rumah ada dua anak perempuan dan di belakang rumah tidak ada anak perempuan, maka tidak ada masalah. “Jangan ribet ya, tapi biasa saja,” tegas dr Hasto.
“Sepuluh perempuan tinggal di desa. Besok generasi berikutnya akan memiliki setidaknya sepuluh perempuan. Tapi itu rata-rata. “Karena tugas kita adalah memastikan pertumbuhan penduduk seimbang,” ujarnya.
Ia juga mengatakan ada ancaman pertumbuhan negatif di beberapa kota yang TFRnya di bawah 2,1.
“Yogyakarta rata-rata angka kelahirannya kurang dari 2. Angka kelahiran di Yogya sudah 1,9. “Jadi hati-hati, daerah tertentu seperti DKI, Bali, dan DIY bisa saja mengalami pertumbuhan negatif,” kata Dr Hasto.
Menurutnya, hal ini disebabkan rata-rata tingkat pendidikan di DI Yogyakarta tinggi dan rata-rata usia menikah perempuan di DI Yogyakarta lebih dari 22 tahun.
Namun, ia juga selalu mengingatkan para wanita agar tidak terlalu tua saat melahirkan.
‘Setelah usia 35 tahun, kesuburan wanita menurun. “Saat seorang wanita berusia 38 tahun, sel telurnya hanya tersisa 10 persen, jadi berhati-hatilah,” ujarnya.
Bonus demografi dan pendapatan per kapita
Bonus demografi di Indonesia akan berakhir lebih cepat. Negara sebenarnya berpeluang menjadi kaya, dan pendapatan masyarakat per penduduk bisa meningkat pesat pada masa bonus demografi.
Pada tahun 2035, Indonesia harus berhati-hati, karena jumlah penduduk lanjut usia lebih banyak dibandingkan anak-anak.
Sedangkan pada tahun 2035, penduduk lanjut usia umumnya berpendidikan tinggi dan berstatus ekonomi rendah.
Menurut Dr Hasto, sulitnya meningkatkan pendapatan per kapita bulanan karena sedikitnya orang yang bekerja.
“Kalau angka stuntingnya tinggi, kualitasnya kurang bagus, kuantitasnya sedikit. Wah berat banget menanggung bebannya,” tutupnya.
Selain Menteri Kesehatan dan Kepala BKKBN, Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti juga turut serta dalam pertemuan tingkat tinggi Komite Kebijakan Sektor Kesehatan pada kuartal kedua; Abdul Kadir, Ketua Dewan Pengawas BPJS Kesehatan; Ketua Komite Pengawasan, Pemantauan dan Evaluasi, Muttaqien; Plt Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, Rizka Andalusia; dan PNS dari pimpinan menengah dan pimpinan kementerian/lembaga (fr/jpnn).