Ditolak Sistem PPDB, Anak Pasutri Tunanetra di Semarang Terancam Putus Sekolah, Duh

saranginews.com, SEMARANG – Calon SMA Vita Azahra, putra sepasang suami istri (pasutri) tunanetra di Kota Semarang, Jawa Tengah (Jateng), terancam putus sekolah.

Hingga saat ini, putri dari pasangan penyandang disabilitas belum bisa mendaftar untuk penerimaan mahasiswa baru atau PPDB 2024.

Baca Juga: Petunjuk Terbaru Kemendikbud Soal PPDB, Pemda Tak Tertawa

Bocah berusia 15 tahun ini mencoba mendaftar PPDB tingkat SMA Negeri melalui jalur afirmatif karena berasal dari keluarga tidak mampu.

Lulusan SMP Negeri 33 Semarang memilih sekolah sasarannya di SMA Negeri 9 Semarang dan SMA Negeri 15 Semarang.

Baca juga: Ini Tanggapan TKN Prabowo-Gibran atas Pemecatan Ketua KPU Hasim Asyari karena Maksiat.

Namun saat pendaftaran dimulai melalui sistem PPDB, namanya ditolak sistem. Kini, harapannya untuk diterima di salah satu sekolah tersebut pupus.

Orangtuanya, Warsito (39) dan Uminia (42), yang tak terlihat, hanya mengandalkan jasa pijat dari kontrakan di Jalan Gondang Raya 17, RT 003, RW 001, Kelurahan Tembalang, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang.

Baca juga: Inilah 4 Alasan Kaesang Dinilai Berpeluang Menang Pilkada Jateng

Keluarga kecil ini tinggal di rumah kontrakan sempit yang jauh dari masyarakat awam. Lahan rumah kontrakan hanya berukuran 4×4 meter.

Universitas Deponegoro (UNDIP) merupakan persewaan multifungsi di kawasan perumahan padat penduduk tak jauh dari Semarang. Pada siang hari digunakan untuk pelayanan pijat dan pada malam hari untuk relaksasi.

Dengan kondisinya, seharusnya ia masuk dalam kategori P1 (kemiskinan berat), namun ia terdaftar sebagai P4 (rentan miskin) dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial atau DTKS Kementerian Sosial.

Kriteria dalam sistem PPDB 2024 pada jalur sertifikasi hanya ada tiga, yaitu P1 (rumah tangga sangat miskin), P2 (sangat miskin), dan P3 (miskin). Karena tidak termasuk dalam kategori ini, maka ditolak oleh sistem Vita pada tahap pembuatan akun.

“Saya klik opsi anak mundur, tapi setelah saya klik tidak bisa,” kata Vita yang gagal masuk sekolah negeri pada Sabtu (6/7).

Tak berhenti sampai disitu, pihaknya mencoba menghubungi petugas PPDB kedua satuan pendidikan sasaran. Namun usahanya sia-sia.

Termasuk seraya berharap bisa menemukan solusi permasalahan di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah (DISDICBUD) dan Dinas Sosial Jawa Tengah (DINSOS). Kedua instansi pemerintah saling dorong tanpa menemukan solusi.

Hingga hari terakhir pendaftaran PPDB 2024, permasalahan yang dihadapi remaja putri tersebut masih belum terselesaikan.

“Saya sekolah berkali-kali, sekali ke dinas pendidikan, dua kali ke dinas sosial, tapi saya juga tidak bisa, karena sistemnya,” ujarnya.

Saat sang ibu mengetahui anaknya terancam tidak mengenyam pendidikan menengah, sang ibu sedih dan sangat kecewa dengan aturan yang diterapkan dalam sistem PPDB 2024.

Uminiya tidak tahu harus berbuat apa lagi untuk mendapatkan keadilan bagi putri semata wayangnya saat ia putus sekolah.

“Saya kecewa banget, kenapa anak saya tidak bisa masuk verifikasi, orang yang lebih mampu dari saya bisa masuk verifikasi,” kata Uminya.

Mengejutkan bahwa masyarakat dengan taraf hidup menengah dan tinggi justru diterima melalui jalur sertifikasi. Ia mengaku jika mampu dari segi finansial, ia tidak perlu khawatir mencari sekolah untuk putrinya.

“Saya masih sewa, tapi setidaknya rumahnya bagus, bisnisnya lebih besar dari saya,” ujarnya.

Sementara itu, dalam hidupnya, Uminiya dan suaminya berjuang untuk mengumpulkan rupee demi rupee dari keterampilan memijat mereka. Meski begitu, tidak ada kesibukan setiap hari.

“Biasanya saya pijat dua sampai tiga orang sehari, seminggu sekali saya tidak pijat, jadi tidak dibayar,” katanya (mcr5/jpnn) Jangan lewatkan video terakhir.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *