saranginews.com, Jakarta – Anggota Komisi VII DPR dari kelompok PKS Mulianto menilai Badan Usaha Industri Strategis (BUMNIS) selama ini kurang mendapat perhatian pemerintah.
Oleh karena itu, pemerintahan baru diminta menjadikan sektor ini sebagai salah satu prioritasnya.
Baca juga: Dukungan Industri Strategis Pertahanan Negara
Katanya: Pemerintah harus selalu hadir, terutama dalam rencana strategis pembiayaan industri.
Dalam keterangannya yang diperoleh saranginews.com, Senin (24 Juni), Mulianto mengatakan, “Saya melihat dukungan pemerintah terhadap BUMNIS sangat lemah dan tidak menjadi prioritas. Berbeda jauh dengan Rencana Strategis Nasional (PSN) yang ada saat ini.
Baca juga: TKDN Naik, 3 Protokol Penandatanganan BUMN Industri Strategis
Ia juga mengatakan, penting bagi pemerintahan selanjutnya yang dipimpin oleh Prabowo Subianto untuk merumuskan pilihan prioritas dan strategi industrialisasi.
Lanjutnya, misalnya pendalaman pohon industri secara vertikal harus dilakukan agar kita bisa menguasai teknologi industri yang lebih kompetitif.
Baca juga: Holding BUMN Danareksa salurkan 212 hewan kurban melalui BAZNAS
Wakil Ketua Kelompok PKS ini mengakui, segala sesuatunya tidak semudah meremas tangan, perlu kemauan politik dan stabilitas.
Menurut dia, dewan merupakan faktor penentu dalam pengawasan industri strategis.
Ia juga mengingatkan, jika pemerintahan selanjutnya mengabaikan sektor industri, pembangunan ke depan akan lebih sulit.
Ia menegaskan, saat ini pangsa industri terhadap produk nasional bruto semakin menurun.
Sementara itu, Anggota Komisi VII DPR dari Partai Demokrat Sartono Hotomo mengatakan agar industri strategis semakin mandiri, setiap BUMN harus memiliki pengelolaan keuangan yang baik.
“Dalam hal ini, kemampuan pengelolaan administrasi keuangan di setiap BUMN dengan baik dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas serta diversifikasi usaha sehingga tidak bergantung pada satu industri,” kata Sartono.
Ditegaskannya, Pemerintah harus selalu hadir dalam rencana strategi pembiayaan industri ini, agar pemerintah mendapat dukungan.
Lanjutnya, pertama, dukungan penuh terhadap tindakan perusahaan untuk memajukan industri terkait, dan tentunya payung hukumnya harus jelas.
Selain itu, pengembangan sumber daya manusia (SDM) tentunya diperlukan untuk menciptakan tenaga kerja yang lebih terampil dan berkualitas, ujarnya.
Ia menambahkan: “Dan mampu beradaptasi dengan semua tantangan dan mencari perbaikan strategis agar kita dapat bersaing di tingkat global.”
Saat ini salah satu industri yang mengalami kesulitan keuangan strategis adalah PT Krakatau Steel Tbk (KRAS).
Upaya penyelamatan yang dilakukan perseroan memerlukan dukungan semua pihak agar KRAS dapat melanjutkan bisnis intinya, yaitu industri baja, yang memiliki multiplier effect yang luas.
Berdasarkan laporan keuangan tahun 2023, PT. Karakatau Steel Tbk (KRAS) mengalami kerugian sebesar $131,65 juta atau sekitar Rp 2,03 triliun.
Permasalahan kinerja operasional tersebut salah satunya disebabkan oleh adanya force majeure pada fasilitas produksi utama PT KS, Hot Strip Mill #1 (HSM#1), yang mengakibatkan terhentinya produksi PT KS.
Saat ini fasilitas HSM#1 sedang menjalani perbaikan dan dijadwalkan dapat beroperasi kembali pada akhir tahun 2024.
Selain itu, PT. KS juga melakukan restrukturisasi utang untuk mendukung keberlangsungan usahanya.
Pengoperasian kembali pabrik tersebut akan menjaga kemandirian baja nasional seperti halnya di negara-negara maju lainnya, termasuk mewujudkan visi Indonesia emas yang membutuhkan pertumbuhan kuat di industri baja.
Situasi industri strategis ini juga mengkhawatirkan bagi presiden terpilih Prabowo Subianto. Darajad Wibowo melalui anggota dewan pakar TKN mengumumkan Presiden terpilih Prabowo Subianto akan merancang ulang peta jalan strategis BUMN Indonesia.
“Baik pada masa kepemimpinan Jokowi yang tersisa maupun pada masa Presiden Prabowo, pemerintah harus menyusun ulang peta jalan strategis BUMN Indonesia. Mengapa? “Salah satu alasannya adalah Pak Prabhu sangat ingin memajukan industri militer kita,” kata Darajad baru-baru ini.
Ia menyatakan, paradigma perusahaan BUMN industri strategis tidak bisa berorientasi pada keuntungan.
Alasannya, hal ini harus didasarkan pada pengembangan kapasitas teknologi negara dalam koridor efisiensi dan efektivitas biaya.
Oleh karena itu, tugas pokok dan fungsi BUMN strategis perlu dirumuskan kembali. “Mereka harus mengelola inovasi dan teknologi tercanggih di bidangnya, namun dengan pengawasan dan audit biaya yang ketat,” tutupnya.
Baca artikel lainnya… ENTREV mengapresiasi langkah strategis pemerintah dalam menggalakkan mobil listrik