saranginews.com, JAKARTA – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyelenggarakan seminar sinergi perhutanan sosial “Menjamin keadilan pengelolaan lahan bagi masyarakat” di Jakarta pada Kamis (20 Juni 2024).
Kegiatan ini merupakan bagian dari upaya berkelanjutan untuk meningkatkan program sosial kehutanan.
BACA JUGA: Sekjen KLHK: Pengorbanan adalah momen saling menguatkan
Sejak awal pemerintahan Presiden Jokowi pada akhir tahun 2014, perhutanan sosial telah menjadi prioritas nasional.
Program Perhutanan Sosial merupakan suatu perubahan bertahap atau bisa dikatakan suatu evolusi dalam upaya negara untuk memberikan rasa keadilan kepada masyarakat, dalam hal ini masyarakat desa di sekitar dan di dalam kawasan hutan.
BACA JUGA: IKA SKMA dukung Prabowo-Gibran lanjutkan program perhutanan sosial
“Suatu proses yang tidak mudah untuk kita alami bersama, untuk saling bahu membahu mewujudkan akses terhadap pengelolaan hutan, yang saya tahu pasti digagas oleh banyak aktivis di awal kegiatan ini kemudian diolah dan dibentuk menjadi kebijakan dan langkah. dalam bentuk kebijakan pemerintah yang kita serukan perhutanan sosial,” ujar Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaja, dalam sambutannya pada pembukaan rangkaian seminar.
Pada awalnya, setelah diperkenalkannya Program Perhutanan Sosial, terjadi diskusi intensif antara pemerintah dan para aktivis yang telah bekerja sama sejak masa transisi pemerintah pada tahun 2014 mengenai tujuan akses terhadap pengelolaan hutan sosial.
BACA LEBIH LANJUT: Ini upaya LM untuk meningkatkan keterampilan petani dan pengelola hutan rakyat
Lalu, jika dikaji dan dipilah data kehutanan secara lengkap, maka terdapat 12,7 juta hektar yang merupakan angka ideal untuk mengakses pengelolaan hutan rakyat melalui perhutanan sosial.
Artinya, konfigurasi 12,7 juta hektar akan memungkinkan untuk membandingkan akses pengelolaan hutan dengan sekitar kurang dari 4 persen akses pengelolaan publik pada tahun 2014, 30-35% akses pengelolaan, termasuk redistribusi kawasan hutan seluas 4,1 juta ha, kata Menteri Siti.
Tata kelola ini masih menggunakan akses sebagai tolok ukurnya yaitu perizinan dan kolaborasi. Dengan kata lain, pada akhir pencapaian akses pengelolaan hutan ini, 12,7 juta ha merupakan angka ideal dalam konfigurasi pemanfaatan kawasan hutan oleh masyarakat.
Secara realistis, proyeksi penyelesaian hutan kemasyarakatan dapat tercapai dengan perkiraan luas 8 juta hektar pada akhir tahun 2024, dan kini telah mencapai lebih dari 7,08 juta hektar.
“Kita harus realistis, karena ternyata dalam perhutanan sosial, hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat di desa, terutama desa di dalam dan sekitar kawasan hutan, berkembang begitu cepat dan dinamis. Jadi tidak sesederhana pemberian akses,” ujarnya. .
Hingga Mei 2024, capaian program perhutanan sosial telah mencapai 7,08 juta hektar yang terdiri dari 10.232 unit perhutanan sosial yang dikontrak dengan melibatkan 1,3 juta kepala keluarga di seluruh Indonesia.
Menteri Siti kembali menegaskan bahwa perhutanan sosial merupakan kebijakan pemerintah yang afirmatif dalam rangka mewujudkan pemerataan ekonomi, tidak hanya dengan menjamin akses terhadap pengelolaan hutan, namun juga dengan upaya mendorong peningkatan kapasitas manusia dan pemberdayaan korporasi, termasuk akses terhadap permodalan dan pasar. .
Terus berkembang
Pemerintah terus menggalakkan pengembangan usaha bagi kelompok yang telah mendapat persetujuan pengelolaan hutan sosial dengan meningkatkan kapasitas pengelolaan hutan, pengelolaan kelembagaan, dan pengelolaan usaha.
“Karena tujuannya adalah pertanian yang lebih baik, bisnis yang lebih baik, dan kehidupan yang lebih baik,” kata Menteri Siti.
Saat ini telah terbentuk 13.460 kelompok usaha perhutanan sosial (SFS) yang melaksanakan upaya pengelolaan dan eksploitasi hutan berdasarkan potensi hutan.
“Capaian ini sangat menggembirakan dan harus terus kita dorong untuk dikelola dengan baik sehingga menjadi pengungkit pertumbuhan perekonomian nasional dan khususnya dapat menjadi pusat-pusat pertumbuhan ekonomi daerah atau desa,” kata Menteri Siti.
Dari sudut pandang ekonomi, perhutanan sosial mempunyai dampak yang signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat.
Nilai transaksi perekonomian KUPS tahun 2023 yang tercatat melalui sistem informasi GoKUPS mencapai Rp1,13 triliun atau sekitar 102,7 persen dari target Rp1 triliun.
Pada tahun 2024, target nilai ekonominya akan semakin meningkat menjadi Rp 1,5 triliun.
Peningkatan perekonomian masyarakat kelompok perhutanan sosial juga berdampak pada tingkat desa dan daerah, yang ditandai dengan meningkatnya indeks desa mandiri (IDM) pada desa-desa yang mendapat persetujuan perhutanan sosial.
IDM yang dipantau pada tahun 2016 hingga 2023 menunjukkan adanya peningkatan status dari sangat tertinggal di 2.193 desa menjadi penurunan di 189 desa pada tahun 2023.
Jumlah desa mandiri meningkat dari 33 menjadi 1.803 pada tahun 2016.
Banyak penelitian juga telah dilakukan mengenai dampak perhutanan sosial, termasuk penelitian nasional yang dilakukan oleh kelompok peneliti dari Universitas Gadjah Mada, Universitas Lampung, IPB dan Katadata. Studi dampak ini telah menunjukkan dampak nyata perhutanan sosial terhadap aspek ekonomi, ekologi dan sosial seperti peningkatan pendapatan, penyerapan tenaga kerja dan peningkatan tutupan lahan.
“Atas seluruh capaian tersebut, saya atas nama pemerintah mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sangat tinggi kepada seluruh peserta, khususnya di tingkat daerah, seluruh masyarakat dan para aktivis pendamping,” kata Menteri Siti.
Pada Seminar Sinergi Sosial Kehutanan ini, Menteri Siti mengatakan sudah saatnya kita menegaskan kembali komitmen kita dan saling bahu membahu mendorong peningkatan kualitas perhutanan sosial demi kesejahteraan ekonomi dan kelestarian lingkungan hidup serta menjaga hutan sebagai warisan yang tak ternilai harganya. untuk generasi mendatang.
“Mari kita terus bersama-sama menjaga hutan, menjaga bumi dan membangun masa depan yang lebih baik untuk semua orang,” kata Menteri Siti Nurbaya (jum/jpnn).