saranginews.com, JAKARTA – Hari Ketua Persatuan Kehormatan K2 Indonesia (PHK2I) Titi Purwaningsih tak seindah dulu.
Sebelum Titi bergabung dan menjadi ketua umum forum yang memiliki ratusan ribu orang terhormat itu, ia selalu bisa bergerak bebas tanpa beban apa pun.
BACA JUGA: PP Pengawal KPK Akan Diterbitkan ASN, Perpres Gaji PPPK? Kehormatan K2 : Mencicipinya tanpa perlawanan dan langsung memberikannya
Gaji kecil sebesar Rp 150 ribu per bulan yang dibayarkan setiap triwulan tidak membuat dirinya merasa kasihan dan mengurangi pengabdiannya kepada mahasiswa.
Guru SD Negeri di Banjarnegara ini dengan tenang tetap menjalani rutinitasnya meski harus membayar biaya transportasi ke sekolah menemui murid-muridnya.
Baca juga: Kabar Baik untuk PPPK, Tapi Kapan Tepatnya? Tidak jelas
Pengeluaran tersebut tidak sebanding dengan pendapatan fee yang diterimanya.
“Iya kalau ketemu pelajar harus bayar transportasi. Angkutan saya dari rumah ke sekolah Rp 30 ribu per hari. Gaji Rp 150 ribu per bulan, gede,” kata titi di setiap kesempatan.
Baca juga: Kecelakaan di Tol Cipali: Pengakuan Penumpang Elf Ternyata
Hal itulah yang kerap diutarakan Titi, baik dalam perbincangan, bahan diskusi, maupun dalam beberapa kesempatan menyampaikan keprihatinannya kepada DPR RI.
Kehidupan Titi berubah ketika ia diangkat menjadi ketua forum kehormatan K2 sekitar tahun 2013.
Seorang wali kelas yang tadinya hanya peduli pada siswa tiba-tiba harus memikirkan nasib ratusan ribu siswa honorer K2 yang gagal tes CPNS 2013.
Selama menjabat sebagai presiden, Titi harus melakukan perjalanan antara Banjarnegara – Jakarta.
Ia juga harus turun ke daerah untuk melantik pengurus forum di tingkat provinsi, kabupaten/kota, dan kecamatan. Organisasi yang dipimpin Titi memang besar dan terdaftar resmi di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Pada masa kepemimpinan Titi, demonstrasi kerap dilakukan untuk menarik perhatian pemerintah.
Protes tersebut tidak sia-sia. Hal ini membuktikan bahwa berbagai kebijakan pemerintah berpihak pada pekerja K2 yang jujur.
Sama halnya dengan seleksi calon pegawai negeri sipil tahun 2018, dimana penerima penghargaan K2 berusia 35 tahun ke bawah berkesempatan mengikuti tes dan pelatihan khusus.
Kemudian pada bulan Februari 2019 rekrutmen PPPK (Penjaga Pemerintah dan Kontrak Kerja), dari jalur honorer K2.
Apalagi persoalan PPPK menguras tenaga dan pikiran Titi.
Sejak dinyatakan bubar pada April 2019, ada sekitar 51 ribu PPPK yang belum dilantik hingga 11 Agustus 2020.
Berbeda sekali dengan penerima K2 yang lolos CPNS 2018. Mereka menikmati gaji bulanan, mendapat dua kali THR dan gaji ke-13.
“Setiap hari saya pusing. Saat pagi hari saya membuka ponsel, banyak anggota yang bertanya kapan PPPK akan dilantik. Mereka mengeluh, saat pengangkatannya lama, semakin banyak yang pensiun. Tak sedikit yang meninggal,” ujar Titi kepada saranginews.com, Selasa (11/8).
Sebagai presiden, Titi yang juga lulusan PPPK menghadapi honorer K2 yang ngotot ingin menjadi PNS.
Hinaan pun datang kepadanya karena dianggap membagi K2 yang mendapat penghargaan, pro PPPK dan pro PNS.
Meski terus-menerus dihina, Titi tetap fokus berjuang. Kini dia melihat peluang di PPPK.
Aturannya jelas dan sangat terbuka bagi penerima K2 yang rata-rata berusia di atas 35 tahun.
Saya yakin ketika PPPK tingkat pertama dilantik, maka akan menyusul tingkat kedua dan seterusnya. Namun ini harus diperjuangkan agar kehormatan K2 tetap menjadi prioritas dan tidak lagi tinggal diam. .” di belakang,” jelasnya.
Upaya lainnya adalah dengan menegakkan revisi Undang-Undang tentang Fasilitas Sipil Negara (ASN).
Revisi ini diharapkan menjadi pintu gerbang bagi pegawai honorer K2 berusia 35 tahun ke atas untuk diangkat menjadi PNS.
Meski analisa Titi agak sulit, namun melihat apa yang ada dalam proyek revisi UU ASN yang juga memuat royalti yang tidak dikategorikan, masih ada harapan.
Titi mempunyai kebijakan, apapun permintaannya, semua pekerja K2 yang jujur bisa menjadi ASN, baik PNS maupun PPPK. (esy/jpnn)