saranginews.com – Jakarta – Poltracking Indonesia tidak menerima keputusan Dewan Etik Persatuan Riset Opini Publik Indonesia (Percepi) yang melarang organisasi tersebut mempublikasikan hasil survei tanpa mendapat persetujuan data dan konfirmasi dari Dewan Etik Percepi.
Sebagai langkah awal, Poltracking menyatakan akan meninggalkan Persepi pada Selasa (5/11).
Baca Juga: 3.864 KPPS Akan Bekerja di 552 TPS Kota Kupang pada Pilkada Provinsi 2024
Kemudian, Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia Hanta Yuda AR pun meminta Percepi meminta maaf kepada pihaknya.
Saya berharap (Percepi) meminta maaf kepada masyarakat karena telah merugikan kita, terutama nama baik kita, kata Hanta dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (8/11).
Baca Juga: Untuk honorer KPPS dan Linmas saja mencapai miliaran rupee
Menurut Hanta, seluruh sistem pengawasan Poltracking sudah didigitalkan. Hal ini mungkin menjadi salah satu penyebab Persepi tidak bisa memastikan atau memverifikasi dua data yang diberikan Poltracking.
“Mungkin ada kesalahan atau ketidakmampuan orang yang ingin menyelidiki, memverifikasi, tidak mampu mendalami, atau malas, atau tidak mampu, lalu terburu-buru mengambil keputusan,” ujarnya.
Baca juga: Bavaslu Ingatkan Semua Politik Rusak Sistem Demokrasi
Terkait persoalan dua data set tersebut, Hanta mengklarifikasi bahwa kedua data set yang diberikan Poltracking ke Dewan Etik Persepi merupakan data set yang sama.
Dijelaskannya, perbedaan kedua dataset tersebut terletak pada proses yang dilaluinya.
Satu kumpulan data merupakan data mentah, dan kumpulan lainnya telah menjalani proses validasi.
“Ini datanya sama. Silakan dibuka. Meski formatnya mungkin berbeda secara teknologi, tapi isi kuisionernya sama,” ujarnya.
Oleh karena itu, dia meminta Dewan Kehormatan Persepi mengeluarkan permintaan maaf publik karena dianggap menghalangi pengusutan jajak pendapat.
Hanta berkata, “Saya mohon, agar mereka meminta maaf, seolah-olah itu merupakan kejutan bagi hati nurani Dewan Etik.
Firma riset Poltracking Indonesia menyatakan akan keluar dari keanggotaan Persatuan Riset Opini Publik Indonesia (Percepi) pada Selasa (5/11).
Keputusan itu diambil setelah Poltracking Indonesia dan Lembaga Penelitian Indonesia (LSI) memberlakukan pembatasan terhadap Poltracking Indonesia akibat perbedaan hasil survei pemilu terhadap tiga pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta.
Survei LSI menunjukkan pilihan Pramono Anung-Rano Karno menjadi yang tertinggi di Pilkada Jakarta 2024 dengan perolehan 41,6 persen.
Setelah itu, di posisi kedua ada Ridwan Kamil-Suswono dengan 37,4 persen dan Dharma-Kun paling berbahaya dengan 6,6 persen.
Survei LSI dilakukan pada 10-17 Oktober 2024 terhadap total 1.200 responden dengan menggunakan metode multi level dengan margin of error sekitar 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Sementara Poltracking Indonesia melaporkan perolehan suara Ridwan Kamil-Suswono mencapai 51,6 persen.
Kedua pasangan calon RK-Suswono memimpin nomor tiga, dan Pramono Anung-Rano Karno berada di urutan kedua dengan perolehan suara 36,4 persen.
Lalu di peringkat ketiga ada Paslon Nomor Urut 2, Dharma Pongrekun-kun Vardhana dengan perolehan suara 3,9 persen.
Survei jajak pendapat tersebut dilakukan pada 10-16 Oktober 2024 terhadap 2.000 responden warga DKI yang berusia 17 tahun ke atas atau sudah menikah dan mempunyai hak pilih.
Survei tersebut menggunakan metode multistage random sampling dengan margin of error sekitar 2,2 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Karena perbedaan tersebut, Dewan Kehormatan Persepi melarang Poltracking Indonesia, yakni tidak boleh mempublikasikan hasil survei tanpa mendapat izin Dewan Kehormatan Persepi dan verifikasi data.
Pembatasan tersebut diberlakukan setelah Percepi menyelesaikan penelusuran prosedur pelaksanaan survei yang dilakukan Lembaga Penelitian Indonesia dan Poltracking Indonesia. (Antra/jpnn) Jangan lewatkan video terbarunya :
Baca artikel lainnya… KPU Jember temukan ratusan surat suara rusak