saranginews.com – Jakarta – Alumni dan civitas akademika berperan penting sebagai pusat unggulan penelitian dan pengembangan sektor energi, mineral, dan batubara (Minerba), dalam upaya mewujudkan visi besar kemandirian energi yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto.
Wakil Direktur Utama Industri Pertambangan Indonesia (MIND ID) Danny Amrul Ichdan mengatakan optimalisasi peran kampus juga berdampak pada efisiensi anggaran. “Akademisi merupakan sumber RnD (penelitian dan pengembangan) yang kuat,” kata Denny dalam keterangannya, Rabu (27/11).
Baca juga: ICW Soroti Ahmad Ali yang Diduga Terkait Bisnis Energi Kotor
Baru-baru ini Danny seusai mengikuti seminar dan workshop nasional bertema “Kedaulatan Energi dan Astasita Sebagai Tonggak Masa Depan Indonesia” di Sasana Budaya Ganesha (Sabuga) Bandung, mengingatkan dunia kampus agar selalu tetap diarahkan untuk meningkatkan kemampuannya. Berbagai update teknis, sumber daya untuk SDM, guru.
Menurut Denny, akademisi juga harus memahami level korporasi dan industri. “Kita harus menjadikan kampus sebagai pusat keunggulan dalam hal kekuatan penelitian dan pengembangan. Jika kita membayar konsultan teknik yang mahal, misalnya, mengapa kita tidak memanfaatkan peran kampus secara maksimal?” katanya.
Baca juga: Pengamat Dukung 3 Langkah Menteri Bahlil Wujudkan Kemandirian Energi
Ketua Ikatan Alumni Geologi Institut Teknologi Bandung (IAGL-ITB) Abdul Bari mengatakan ada delapan rekomendasi yang disampaikan dalam seminar dan workshop nasional tersebut. Pertama, analisis hambatan tantangan eksplorasi dan produksi minyak dan gas, batubara dan mineral di Indonesia.
Menurut dia, hambatan seperti kebijakan yang tumpang tindih tidak mendukung arus investasi yang optimal. Kemudian, tata kelola sektor energi dan mineral serta batubara belum mendorong terciptanya multiplier effect.
Baca juga: Dengan Transfer Energi Terbarukan, Indonesia Bisa Mengurangi Emisi GRK
Ada juga hambatan perizinan yang kompleks, terbatasnya data geologi yang menyulitkan identifikasi lokasi sumber daya dan cadangan baru, dan terbatasnya akses terhadap areal. Padahal, kata dia, banyak potensi sumber daya dan cadangan di daerah terpencil dengan infrastruktur yang minim. Konflik keamanan dan sosial, fluktuasi harga di pasar global dan tekanan global untuk beroperasi dengan cara yang ramah lingkungan juga menjadi kendala di sektor ini.
Bari menambahkan, rekomendasi lainnya adalah langkah-langkah strategis untuk mengatasi tantangan yang memerlukan koordinasi antara pemerintah, industri, dan pemangku kepentingan lainnya. Langkah strategis utama adalah menyelaraskan kebijakan antara aspek hulu dan hilir terkait seperti transportasi, petrokimia, pupuk dan lainnya untuk mengoptimalkan bauran energi dalam jangka pendek, menengah dan panjang untuk mencapai kemandirian energi.
Menurut dia, kebijakan peningkatan multiplier effect antara lain meningkatkan daya tarik investasi harga gas, perizinan dan kontrak industri pupuk dan petrokimia, serta aspek kebijakan fiskal untuk meningkatkan produksi migas. Dalam jangka pendek, “hal ini untuk menjamin pertumbuhan ekonomi dan ketahanan nasional,” ujarnya dalam pernyataan yang sama.
Menurutnya, perlu adanya pemetaan dan fokus kegiatan peningkatan produksi dan penggalangan migas, khususnya minyak bumi, dalam jangka waktu singkat antara 1-2 tahun. Selain itu, perlu dilakukan evaluasi dan optimalisasi kegiatan penelitian selama lima tahun terakhir untuk mencapai tujuan yang realistis.
Di sektor mineral, kebutuhan hilir didorong dan ditingkatkan untuk mendorong optimalisasi nilai tambah, tambahnya. “Selanjutnya, pembangunan infrastruktur di daerah pedalaman, khususnya daerah yang memiliki cadangan energi dan mineral yang besar, akan meningkatkan upaya nasional dalam eksplorasi dan produksi energi dan mineral,” ujarnya.
Bari menambahkan, rekomendasi ketiga adalah digitalisasi dan integrasi data geologi yang mudah diakses untuk mendukung penelitian yang efektif. “Kebijakan penggunaan data yang dapat mendorong investasi, serta modernisasi, integrasi, dan digitalisasi data yang dapat diakses oleh riset dan industri,” ujarnya.
Bari melanjutkan rekomendasi keempat, yaitu menyederhanakan perizinan dengan menerapkan kebijakan perizinan yang lebih sederhana dan efisien tanpa mengurangi aspek pengawasan. Rekomendasi kelima berkaitan dengan pengembangan teknologi yang dicapai melalui peningkatan investasi penelitian dan teknologi produksi yang lebih modern dan efisien. Kemudian, meningkatkan penelitian untuk membuka potensi eksplorasi dan eksploitasi, terutama di wilayah terpencil.
Selain itu, perlu adanya jaminan aspek keamanan pada wilayah yang mempunyai potensi besar untuk eksplorasi sumber daya energi dan mineral, serta pengembangan infrastruktur untuk menekan biaya pemenuhan kebutuhan energi. Keenam, diversifikasi pasar. Mengurangi ketergantungan pada pasar tertentu untuk mengurangi risiko fluktuasi harga global melalui hilirisasi produk jadi, ujarnya.
Rekomendasi ketujuh, kata dia, berkaitan dengan masa depan sektor migas dan minerba. Menurut Bari, sektor migas dan minerba merupakan masa depan Indonesia. “Potensi sumber daya alam yang sangat besar disertai sumber daya manusia terbaik yang didukung peraturan perundang-undangan untuk mendorong kemandirian akan menjadi kunci keberhasilan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan dan berkeadilan ini,” jelasnya.
Bari menambahkan, rekomendasi kedelapan merupakan komitmen mendukung pemerintah Indonesia di masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk terus memperkuat sektor migas dan minerba. Menurutnya, hal itu dilakukan dengan memberikan masukan dan melaksanakan kebijakan hilirisasi penelitian serta mendatangkan alumni dan gagasan terbaik ke NKRI.
Sebagai wujud komitmen, kata Bari, IAGL-ITB akan mendorong alumni Geologi ITB khususnya generasi muda untuk meningkatkan kemampuan dan kapabilitasnya hingga mencapai tingkat kompetensi yang lebih tinggi dalam pengelolaan energi dan sumber daya mineral untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
“IAGL-ITB meyakini Asta Cita yang diusung oleh pemerintahan Presiden Prabowo Subianto mewujudkan kedaulatan energi nasional untuk memperbaiki situasi geopolitik Indonesia menjadi optimal melalui koordinasi antara pemerintah, akademisi, dan industri dalam berdasarkan Pasal 33 UUD 1945. .” kata (*/boy/jpnn)