saranginews.com, Jakarta – Delegasi sejumlah ulama dan pesantren asal Jawa dan Madura baru-baru ini membahas kontroversi seputar maraknya gerakan boikot di masyarakat terhadap produk-produk yang dituding bias pro-Israel.
Gerakan ini awalnya dipicu oleh tindakan beberapa partai politik yang mengaitkan konsesi tertentu dengan dukungan kampanye genosida Israel terhadap warga Palestina.
Baca Juga: Watsons 11.11 Super Sale, Diskon 70%, Gratis Ongkos Kirim
Kontroversi ini menjadi salah satu topik yang mengemuka pada forum diskusi pakar akademisi Islam Bahtsul Masa’il yang digelar pada 31 Oktober 2024 di Pondok Buntet Pesantren Cirebon. Merayakan Hari Sandhara Nasional 2024.
Dalam forum Bahtsul Masa’il, para ulama melakukan diskusi mendalam berdasarkan kajian hukum Islam (fiqh), yang hasilnya diharapkan dapat memperjelas kontroversi yang berkembang di masyarakat dan menjadi pedoman bagi umat Islam.
Baca juga: McDonald’s Indonesia selenggarakan sesi menulis kolaboratif di Hari Anak Nasional 2024
Abbas Fahim, ketua penyelenggara Bahtsul Masa’il Se-Java Madura, mengatakan hukum syariah mengizinkan pemboikotan produk tertentu sebagai protes terhadap undang-undang yang tidak adil jika dua ketentuan utama terpenuhi.
Pertama, produk yang diboikot harus memiliki kaitan yang jelas dan nyata dengan pihak yang dirugikan.
Baca juga: Jokowi Dapat Pensiun dan Jaminan Hari Tua dari TASPEN
Kedua, boikot tidak boleh memberikan dampak negatif yang signifikan kepada pihak lain, seperti PHK massal tanpa adanya penyelesaian yang memadai.
“Dalam hal ini, informasi yang beredar di media sosial mengenai keterlibatan McDonald’s Indonesia dalam genosida Israel tidak cukup kuat atau tidak cukup kuat untuk dijadikan dasar boikot,” kata Abbas.
Oleh karena itu, hasil Bahtsul Masa’il menyimpulkan bahwa boikot McDonald’s Indonesia tidak memiliki dasar syariah yang cukup dan aktivitas jual beli dengan perusahaan tersebut masih diperbolehkan.
Forum tersebut mengkaji data dan informasi mengenai PT Rekso Nasional Food, termasuk dampak boikot terhadap perusahaan tersebut.
Forum tersebut juga menghimbau masyarakat untuk lebih berhati-hati dan selektif dalam menyikapi pesan-pesan yang beredar terkait daftar boikot tersebut, jangan sampai tindakan tersebut merugikan masyarakat Indonesia sendiri.
Lebih jauh lagi, Forum merekomendasikan agar keputusan mengenai boikot produk harus dibuat sebagai bagian dari kebijakan publik dan mempertimbangkan implikasinya yang lebih luas serta kepentingan publik.
Alijuma, seperti yang dikatakan Dr. Sheikh, boikot adalah kekuatan pemerintah dan bukan keputusan pribadi, jelas Abbas (chi/jpnn).