saranginews.com, JAKARTA – Anggota Dewan Kecantikan Kelompok Riset Opini Publik Indonesia (Persepi) Saiful Mujani membenarkan ada ‘pembahasan’ soal hasil survei perusahaan Poltracking Indonesia.
Mujani mengaku dirinyalah yang mengirimkan obrolan tersebut ke grup WhatsApp internal Persepi.
Baca juga: Dewan Kode Etik Persepi Umumkan Penerapan Sanksi Poltracking
“Iya, saya sudah ngobrol,” kata Saiful Mujani saat dikonfirmasi, Sabtu, 11 September.
Sebelumnya Poltracking Indonesia dalam jumpa pers Jumat 8 November 2024 mengungkap beberapa percakapan di grup WhatsApp yang disebut-sebut merupakan grup internal Persepi. Poltracking di layar menampilkan rangkaian percakapan yang terjadi sekitar pukul 10.15-11.01 WIB pada 24 Oktober 2024.
BACA JUGA: Komite Etik Gaming Ganda Persepi Sebut Ada Kecenderungan Berebut Ide Gaming
“Peluncuran Poltracking sudah dipercepat, kita lihat apakah hasilnya jauh berbeda dengan LSI,” tulis salah satu anggota tim WA.
Nama orang yang mengirim pesan dirahasiakan, dan Poltracking tidak ingin secara publik mengidentifikasi orang tersebut dengan sudut pandang Poltracking.
“Kami mohon Sekretariat dapat menerima produk tersebut agar TPS tidak membingungkan warga dan konsumen,” tulis yang bersangkutan lagi.
Lalu kami tulis lagi: “Alirannya sudah beredar, 51,6 dan 36,4 di sebelah kanan. Kalau benar kita akan menilai.
Saiful Mujani membenarkan, ia menulis chat di pihak Persepi karena ada perbedaan hasil penelitian Poltracking dan LSI.
Dalam obrolan tersebut, pendiri Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) itu juga menuliskan dirinya khawatir hasil riset yang dipublikasikan Poltracking akan membingungkan konsumen.
Saiful mengatakan, pelanggan yang dituju adalah para pengguna jasa lembaga riset tersebut.
“Pengguna jasa penelitian. “Siapapun yang berkepentingan dengan hasil pemilu,” ujarnya.
Secara terpisah, Karim Suryadi, Guru Besar Komunikasi Politik Universitas Indonesia (UPI), meminta netralitas Komite Etik Persepi.
“Pertanyaan saya, bagaimana tingkat independensi dan imparsialitas Komisi Kecantikan?
Perlu diketahui, anggota komite etik Persepi juga merupakan lembaga penelitian. Seperti Saiful Mujani, pendiri lembaga penelitian SMRC.
Jadi warga bertanya-tanya, apakah mereka hanya ingin menjaga moralitas atau ini perebutan tanah atau wilayah. Ini tidak baik, kata Karim.
Baginya, aneh jika Persepi membiarkan Komite Etik menangani kejanggalan hasil pemilu di Pilkada Jakarta.
Sebab, jika perbedaan hasil survei di Pilkada Jakarta dipertanyakan, maka hasil survei Pilkada Jawa Tengah juga patut dipertanyakan, karena banyak perbedaan penting.
Kalau Poltracking Jakarta berbeda dengan yang lain dengan menerima Ridwan Kamil, sama halnya dengan Jawa Tengah dimana SMRC, Kompas dan LKPI menerima Andika-Hendrar. SMRC dengan Litbang Kompas ada di tempat yang sempit tapi LKPI menerima dengan margin yang jauh, namun itu bukan masalah bagimu,” kata Karim.
Selain itu, jika Dewan Kehormatan Persepi bersikap adil, seharusnya tidak hanya mendengar perbedaan hasil survei Pilkada Jakarta saja. Namun kondisi serupa juga terjadi di daerah lain.
Karim menyimpulkan: “Misalnya Jakarta diperiksa, tapi Jawa Tengah tidak. Apa masalahnya? Keduanya untuk kepentingan umum. /jpnn)