Nduk Nik Desak Pemkab Banyuwangi Segera Tangani Konflik Agraria Desa Pakel

saranginews.com, JAKARTA – Anggota DPR RI dari Fraksi PKB Daerah Pemilihan III Jawa Timur, Nihayatul Wafiroh meminta Pemkab Banyuwangi segera menyelesaikan konflik agraria di Desa Pakel. 

Dikatakannya, permasalahan di Desa Pakel bukanlah konflik sosial, melainkan hanya konflik agraria.

BACA LEBIH LANJUT: Universitas Islam Cordoba Hadir di Banyuwangi, Punya Kurikulum Unik

“Iya, konflik ini sudah terlalu lama terjadi. Saya kira Pemkab Banyuwangi tidak menyadari masalah ini, tapi sepertinya membiarkan saja. Solusinya hanya satu, yakni menerapkan UU Agraria sebagai seadil-adilnya,” kata Nihayatul Wafiroh dalam keterangannya, Sabtu (31/08).

Perempuan bernama Nduk Nik menjelaskan, penyelesaian sengketa tentu saja harus mengacu pada Undang-Undang Pokok Agraria.

BACA JUGA: BRI undang guru se-Kabupaten Banyuwangi untuk pelatihan digitalisasi mutakhir

Sementara itu, Koordinator Hukum Warga Pakel Banyuwangi, Ahmad Rifa’i alias Tedjo menilai langkah Pemkab Banyuwangi melalui Tim Terpadu (TIMDU) yang tiba-tiba mengirimkan surat kepada Kepala Desa Pakel pada 30 Agustus 2024 terkait surat edaran sosialisasi. tentang konflik sosial dan pengukuhan HGU PT. Bumisari Maju Sukses adalah langkah yang salah.

Ia mengatakan, surat tersebut diketahui dikirimkan untuk kedua kalinya setelah sebelumnya pada 16 Agustus 2024.

BACA JUGA: Pembunuh Pensiunan BUMN di Pekanbaru Ditangkap di Banyuwangi

“Namun tindakan yang mengatasnamakan resolusi konflik ini berpotensi memperburuk situasi di lapangan,” kata Teđo.

Menurutnya, surat edaran tersebut tidak melalui proses partisipasi warga Desa Pakel dan tidak terbuka informasi. Hal ini melanggar hak warga desa Pakel.

Selain itu juga digunakan cara-cara yang melanggar norma dan etika pemerintahan, seperti mengirimkan undangan secara tiba-tiba sehari sebelum kegiatan dan tidak menandatangani Bupati Banyuwangi atau Sekda yang berwenang. Sehingga sosialisasi ini terkesan terburu-buru dan ada adalah kecenderungan untuk memaksakan kehendak”, kata Teđo.

Teđo menegaskan, konflik di Desa Pakel merupakan konflik agraria struktural dan bukan sekadar konflik sosial, terlihat dari pendekatan yang dilakukan TIMDU Banyuwangi.

“Dalam hal ini, warga Desa Pakel yang sebagian besar berprofesi sebagai petani sudah lama berjuang mempertahankan haknya atas tanah yang mereka tempati,” ujarnya.

Tejo menjelaskan pendekatan yang digunakan Pemkab Banyuwangi yang mengacu pada UU No. 7 Tahun 2012 tentang Penyelesaian Konflik Sosial, justru menyembunyikan hakikat permasalahan agraria yang sebenarnya.

Dikatakannya, penyelesaian sengketa agraria juga diatur melalui Keputusan Presiden No. 62 Tahun 2023.

Aturan tersebut menyebutkan penyelesaian sengketa agraria harus dilakukan secara partisipatif melalui Kelompok Kerja Reforma Agraria (GTRA) mulai dari pusat hingga daerah.

Oleh karena itu, kami meminta agar penyelesaian konflik agraria di Desa Pakel dialihkan dari TIMDU ke GTRA Kabupaten Banyuwangi, sesuai dengan amanat peraturan yang berlaku. Serta penerapan prinsip keterbukaan informasi dan kebermaknaan. kerjasamanya,” pungkas Teđo. (mcr8/jpnn)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *