saranginews.com – Jakarta – Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (GAPMMI) menyoroti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 sebagai implementasi dari Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang terbit akhir Juli 2024. . GAPMMI memandang penelitian ini penting dan didukung oleh data ilmiah yang luas.
“Kita harus ikut mengoreksi informasi tentang Gula, Garam, dan Lemak (GGL) dengan mengedukasi masyarakat tentang konsumsi pangan yang benar dan seimbang,” kata Ketua Umum GAPMMI Adhi Lukman di Jakarta, Jumat (30/8).
Baca juga: Video Viral Kedipan Hitam di Galon Tersegel AMDK, Tanggapan GAPMMI
Menurut PP Nomor 28 Tahun 2024, pengendalian konsumsi garam, gula, dan lemak menjadi salah satu faktor penurunan angka kejadian penyakit tidak menular (PTM) di masyarakat.
Adhi mengatakan timnya sepakat dan mendukung tujuan mulia pemerintah dalam mewujudkan masyarakat Indonesia sehat melalui pengurangan penyakit tidak menular. Namun GAPMMI menyayangkan tidak adanya keterlibatan organisasi produsen pangan dalam penyusunan aturan tersebut.
Baca juga: GAPERO Minta Pemerintah Pisahkan Pembahasan RPP Produk Tembakau dengan UU Kesehatan
Padahal, kerja sama antar kementerian dan lembaga, koordinasi dan penyediaan antar pemangku kepentingan sangat penting, namun proses penerbitan PP Nomor 28 Tahun 2024 efektif meniadakan hal tersebut.
“Meskipun industri makanan dan minuman olahan dalam kemasan menjadi pelaku utamanya, GAPMMI tidak pernah terlibat. Belum ada kajian yang komprehensif, termasuk penilaian risiko dan dampaknya secara komprehensif,” ujarnya.
Baca juga: Misbakhun Tinjau Aturan Produk Tembakau yang Tak Sesuai Ketentuan RPP UU Kesehatan
Adhi Luqman mencantumkan faktor risiko penyakit tidak menular sebagai target PP Nomor 28 Tahun 2024.
Menurut dia, faktor lain seperti gaya hidup, kurangnya aktivitas fisik, kurangnya asupan cairan tubuh, manajemen stres, dan pola konsumsi makanan dan minuman sehari-hari yang tidak seimbang dapat meningkatkan penyakit tidak menular dan beberapa gangguan kesehatan.
Oleh karena itu, hal tersebut tidak hanya timbul dari kurangnya konsumsi jenis makanan atau konsumsi makanan olahan yang berlebihan.
“Jadi pembatasan maksimal gula, garam, dan lemak pada makanan olahan sama sekali tidak efektif dalam mengurangi kejadian penyakit tidak menular,” ujarnya.
Ia mengatakan, hanya sebagian kecil asupan gula, garam, dan lemak masyarakat yang berasal dari makanan olahan.
Pembatasan kandungan gula, garam dan lemak tentunya akan berdampak pada teknologi pangan dan fungsi formulasinya.
Selain air mineral, tidak ada produk makanan yang tidak mengandung gula, garam, dan lemak, ujarnya.
GAPMMI sepakat dengan timnya bahwa beberapa ketentuan turunan PP Nomor 28 Tahun 2024, termasuk peraturan label pangan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), akan dipercepat sebelum pertengahan September 2024.
Faktanya, standar-standar tersebut masih belum selaras dengan sektor ini dan dianggap berada di luar langkah-langkah penting dalam peta jalan, seperti pendidikan.
Ia berharap pemerintah bersedia menunda peraturan turunan ini dan menyiapkan pedoman percontohan bersama pemangku kepentingan terkait seperti ahli teknologi pangan dan gizi di Indonesia.
Kedaulatan negara hendaknya menjadi tujuan utama, dengan tidak hanya memperhatikan kepentingan kelompok tertentu saja, melainkan kepentingan kelompok tertentu yang berpotensi melemahkan daya saing suatu negara, serta hilangnya peluang usaha dan penghidupan.
“Harga yang harus dibayar negara untuk menegakkan peraturan pemerintah ini terlalu mahal,” kata Adhi (esy/jpnn) dalam video terpopuler hari ini: